Senin, 06 Juli 2009

Y. M. Bhante Citavaro:Tujuan Luhur Umat Buddha

Kebhaktian umum, 03 Juli 2009
Protokol : Romo Pannajayo
Penyalaan lilin Altar : Bpk. Aen
Pambacaan Dhammapada : Ibu Vinah
Gatha 256, 257, dan 258
Dhammadesana : Y. M. Bhante Citavaro
(Dari Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya)
Penulis : Grace Chandra ( Facebook )

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhasa (3 X)

Pada malam ini sungguh merupakan berkah karena kita dapat berkumpul bersama dengan tujuan yang sama yaitu untuk mengikuti kebhaktian. Pada malam ini kita berkumpul dengan adanya suatu tujuan, begitu pula dalam mengarungi kehidupan ini kita pastilah mempunyai tujuan.

Sebagai contoh seorang seniman ketika ditanya tujuan hidupnya adalah untuk menghasilkan karya seni. Berbeda lagi dengan ilmuwan, tujuan mereka adalah menghasilkan suatu formula/fenomena baru yang berguna. Kalau eksekutif muda tujuannya adalah meneruskan usaha orang tua sehingga suatu saat nanti dapat menjadi Direktur yang handal. Sedangkan orang memiliki tujuan biasa tujuannya agar keluarganya dapat hidup dengan layak. Setiap orang memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda. Lalu apakah tujuan kita sebagai manusia sesuai dengan Buddhis???.

Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita tinjau dulu siapakah manusia itu dan asal manusia menurut agama Buddha???. Manusia adalah
gabungan dari Nama (Bathin) dan Rupa (Jasmani). Menurut kitab Aganna Sutta terbentuknya bumi beserta makhluk awal di bumi (Manusia) adalah sebagai berikut:
• Setelah berlalunya suatu masa yang sangat lama, dunia ini mengerut. Pada masa pengerutan tersebut , makhluk-makhluk kebanyakan dilahirkan di alam surga Abhassara (surga ke-12). Mereka berdiam disana dan rupa mereka tercipta dari pikiran. Mereka hidup bukan dari makanan, melainkan dari kebahagiaan pikiran. Tubuh mereka memancarkan cahaya sendiri serta melayang di udara, dan keadaan ini berlangsung dalam waktu yang sangat lama.
• Tetapi setelah berlalunya waktu yang sangat lama, dunia ini mulai mengembang kembali. Pada masa pengembangan tersebut, kebanyakan para makhluk dari alam Abhassara, setelah habis masa kehidupannya disana, dilahirkan kembali di dunia. Di sanalah tempat tempat kediaman mereka yang baru dan rupa mereka masih tercipta dari pikiran. Mereka hidup bukan dari makanan, melainkan dari kebahagiaan batin. Masih seperti di alam Abhassara tubuh mereka bercahaya sendiri serta melayang di udara. Keadaan ini juga berlangsung dalam waktu yang sangat lama.
• Pada masa itu, semuanya merupakan suatu dunia yang terdiri saria irm gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi yang keliatan, siang maupun malam belum ada, bulan maupun pertengahan bulan belum ada, tahun-tahun maupun musim-musim belum ada, laki-laki maupun wanita belum ada. Makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk-makhluk saja.
• Setelah berlangsungnya waktu yang sangat lama, sejenis lapisan zat yang enak (rasa pathavi) muncul dan menyebar di atas permukaan air. Lapisan zat itu kelihatannya seperti kulit yang terbentuk sendiri di atas permukaan susu panas yang telah menjadi dingin. Zat itu memiliki warna seperti warna mentega, bebauan, dan rasa (sangat manis seperti madu liar yang murni).
• Di antara para makhluk ada yang memiliki sifat rakus yang menggunakan jari tangannya untuk mencicipi zat tersebut. Karenanya, lahirlah nafsu keinginan berupa kecanduan. Selanjutnya satu persatu dari mereka ikut mencicipi zat tesebut.
• Dari hasil pencicipan yang terus menerus, membuat sinar yang dipancarkan dari tubuh mereka sirna secara perlahan-lahan. Dengan sirnanya sinar mereka sendiri, dan disebabkan oleh karma kolektif mereka, maka tampaklah bulan dan matahari, malam dan siang dibedakan, bulan dan tahun dengan musimnya. Dari sini mulai terjadi evolusi di muka bumi.
• Dan makhluk-makhluk itu berlanjut mencicipi makanan enak tersebut dalam waktu yang sangat lama, sehingga tubuh mereka pada gilirannya menjadi makin tergantung pada makanan itu dan memenuhi kebutuhan gizi darinya. Akhirnya, tubuh mereka semakin kasar, padat dan berat, serta perbedaan kecantikan tubuh menjadi semakin kentara. Yang cakap menghina yang jelek.
• Dan setelah dijadikan makanan, zat itu perlahan-lahan menghilang dan diganti peranannya oleh semacam cendawan.
• Kemudian, setelah sekian waktu memakan cendawan itu, jenis makanan itu tidak muncul lagi, digantikan oelh sejenis tumbuhan menjalar yang dapat langsung dimakan.
• Kemudian, setelah sekian waktu, tumbuhan menjalar itu pun lenyap, digantikan oleh sejenis pepadian yang pada awalnya masih dapat langsung dimakan, tetapi dengan berlangsungnya dengan evolusi degradasi kebajikan, maka degenerasi padi pun terjadi. Pada awalnya, padi itu dapat tumbuh sangat cepat, dan matang dua kali sehari, tanpa harus ada yang bekerja keras di lading. Namun, dengan memburuknya kekuatan karma, maka diperlukan usaha keras untuk mendapatkan beras.
• Semasa proses pencicipan pepadian, organ seks wanita dan pria semakin berkembang disebabkan oleh hawa nafsu keinginan, serta didorong oleh aneka kecondongan dan keadaan pikiran emosional.
• Demikian, selama proses tersenut, derajat perbedaan fisik semakin kentara, sehingga terdapat perbedaan antara yang jelek dan yang cantik, antara yang jelek dan yang cantik, antara yang berjenis kelamin wanita dan berkelamin pria.
• Maka aktivitas seks pun terjadi…

Demikianlah asal usul manusia menurut Buddhis. Setelah mengetahui asal-usul kita sebagai manusia, marilah kita tinjau kembali “Apakah Tujuan Hidup Kita Sebagai Manusia??.” Jika direnungkan dan diselidiki tidak lain tujuan kita sebagai manusia adalah memperoleh kebahagiaan. Lalu bagaimana caranya agar tujuan kita yaitu mencapai kebahagiaan ini dapat dicapai??.

Hal yang pertama harus kita lakukukan adalah tidak melakukan perbedaan antar manusia. Sekarang ini sering terjadi timbulnya perselisihan antar sesama manusia hanya karena adanya sifat-sifat membeda-bedakan antar sesama. Kita sering membedakan orang lain dengan menganggap mereka berbeda “Status/Predikat” dengan diri kita. Orang itu orang miskin, orang bodoh, orang tak beriman dan seterusnya. Kita memberikan suatu status/predikat yang lain kepada orang lain. Seharusnya kita mengganggap orang lain sebagai seorang MANUSIA sama seperti diri kita sendiri yaitu seorang MANUSIA.

Sungguh ironis sebenarnya jika kita membeda-bedakan orang lain dengan diri kita. Mengapa??. Hal ini dikarenakan sebenarnya kita tidaklah pernah mempermasalah perbedaan yang ada dalam diri kita sendiri, lalu untuk apa kita mempermasalahkan perbedaan yang ada di dalam diri orang lain. Kita tidak pernah mempermasalahkan tangan kanan yang berbeda dengan tangan kiri kita, kita tidak pernah mempermasalahkan dada sebelah kiri dengan dada sebelah kanan kita, dst.. Sebenarnya diri kita sendiri sudah mempunyai perbedaan-perbedaan dan terbiasa dengan perbedaan itu. Jadi janganlah mempermasalahkan perbedaan-perbedaan yang ada dalam diri orang lain.

Tips selanjutnya untuk memperoleh kebahagiaan adalah dengan selalu berusaha melatih/mengembangkan semangat. Berusaha dengan sekuat tenaga untuk memperoleh apa yang kita cita-citakan. Dengan melakukan usaha ini kita akan mencapai suatu kebahagiaan karena mendapatkan sesuatu. Kita pasti bergembira jika sesuatu yang kita inginkan tercapai.

Selain kebahagiaan dapat dicapai karena mendapat sesuatu, maka kebahagiaan juga dapat dicapai dengan memberikan. Menurut Anguttara Nikaya, untuk memberikan sesuatu kita harus mempunyai kerelaan, kemoralan dan konsentrasi. Dengan memiliki sifat kerelaan maka kebahagiaan akan semakin dekat dengan kita. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berkata, “kenapa saya hanya sesukses ini?, kenapa saya hanya memperoleh sebesar ini?, kenapa dan kenapa??.” Dengan sikap yang tidak pernah bersyukur dan kerelaan untuk menerima apa yang dapat kita peroleh maka kita akan menderita dan semakin jauh dari kebahagiaan. Seharusnya kita bersyukur dengan yang kita peroleh dan berkata “Ya inilah yang mampu saya dapatkan.”

Moralitas adalah pengendalian diri untuk mencapai kebahagiaan. Jika kita mempunyai moralitas maka diri kita akan mempunyai harga diri dan diri akan dapat diterima di tengah-tengah masyarakat. Selain itu memiliki moralitas yang baik membuat diri kita mempunyai nama terkenal, banyak rejeki (mendapat kekayaan lahir dan batin), dapat memotong kilesa dan pada kelahiran selanjutnya akan terlahir di alam bahagia.

Dengan konsentrasi kita dapat mengontrol diri kita. Sebagai contoh ketika kita akan marah, kita dapat meredam kemarahan kita. Konsentrasi membuat kita mengamati segala sensasi yang timbul di dalam diri kita karena faktor luar. Kita mengamati sebuah sensasi hanya sebagai sesuatu hal yang timbul, lenyap dan padam. Konsentrasi juga dapat meredam sifat keegoisan kita, sehingga kita dapat hidup berbahagia di tengah-tengah masyarakat. Konsentrasi dapat dikembangkan dengan berlatih meditasi. Konsentrasi pun dapat dipupuk dengan sikap yang selalu melakukan keputusan dengan tidak tergesa-gesa dan penuh pertimbangan.

Diakhir Dhammadesananya Y. M. Bhante Citavaro bercerita tentang perbincangan seorang pemuda yang tak terpelajar dengan seorang profesor yang pintar sekali di sebuah kapal pesiar. Malam pertama sang pemuda tak terpelajar datang mendatangi kamar profesor. Mereka berbincang-bincang dan akhirnya profesor bertanya, “Apakah kamu mempelajari tentang Oceanografi?”. Pemuda tak terpelajar menjawab, “Tidak, saya tidak pernah mempelajarinya. Memangnya Oceanografi ilmu tentang apa??.” Sang profesor menjawab, “Wah, sayang sekali. Oceanografi adalah ilmu yang mempelajari tentang kelautan. Sungguh kasihan diri kamu tidak mempelajarinya. Berarti 25 % hidupmu telah terbuang sia-sia karena tidak pernah mempelajari ilmu Oceanografi.” Pemuda terpelajar akhirnya kembali ke kamarnya dengan sedih dan tidak dapat tidur karena memikirkan bahwa 25 % hidupnya telah terbuang sia-sia.

Akan tetapi, sang pemuda tidak patah semangat dan malam berikutnya (malam kedua) pemuda tersebut kembali mendatangi kamar profesor. Pada malam ini profesor kembali bertanya, ““Apakah kamu pernah mempelajari tentang Geologi?”. Pemuda tak terpelajar menjawab, “Tidak, saya tidak pernah mempelajarinya. Memangnya apa yang dipelajari dari ilmu Geoleogi?” Sang profesor menjawab, “Wah, sayang sekali. Geologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi. Sungguh kasihan diri kamu tidak mempelajarinya. Berarti 25 % lagi dari hidupmu telah terbuang sia-sia karena tidak pernah mempelajari ilmu Geologi.” Pemuda terpelajar kembali bersedih karena saat ini 50 % dari hidupnya telah terbuang sia-sia.

Keesokan harinya kembali pemuda tersebut kembali mendatangi kamar profesor. Pada malam ketiga ini profesor bertanya, ““Apakah kamu pernah mempelajari tentang Meteorologi dan Geofisika?”. Pemuda tak terpelajar menjawab, “Tidak, saya tidak pernah mempelajarinya. Memangnya apa yang dipelajari dari ilmu Meteorologi dan Geofisika?” Sang profesor kembali menjawab, “Wah, sayang sekali. Meteorologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perbintangan dan cuaca. Sungguh kasihan diri kamu tidak mempelajarinya. Berarti 25 % lagi dari hidupmu telah terbuang sia-sia karena tidak pernah mempelajari ilmu tersebut.” Pemuda terpelajar kembali bersedih karena saat ini 75 % dari hidupnya telah terbuang sia-sia.

Keesokan harinya tiba-tiba kapal pesiar yang mereka tumpangi menabrak sebuah karam dan membuat kapal bocor dan akan segera tenggelam. Melihat keadaan ini secara spontan pemuda tersebut lari dan cepat-cepat mengetuk pintu kamar profesor. Sang profesor akhirnya membukakan pintu dan berkata, “Ada-apa nih, pagi-pagi kamu mengetuk pintu saya?. Memangnya ada apa?.” Pemuda tersebut berkata, “Prof, sekarang giliran saya yang bertanya kepada prof. Apakah prof pernah mempelajari tentang “Swimmologi”?.” Profesor itu bingung dan menjawab, “Saya tidak pernah mendengar dan mempelajari ilmu itu. Memangnya imu tentang apa “Swimmologi”?” Sang pemuda menjawab, “Wah sungguh kasihan sekali profesor ini, hidup prof 100 % telah terbuang sia-sia. “Swimmologi” adalah ilmu tentang bagaimana caranya kita berenang. Sang profesor menjawab, “Oh.., itu mah tidak penting. Ilmu itu tidak penting untuk apa saya mempelajari ilmu seperti itu. Kita tidak perlu dapat berenang untuk mengarungi lautan, sekarang kan sudah ada kapal pesiar untuk menyebrangi lautan. Pemuda berkata, “Oh.., prof salah besar ilmu itu sangat penting, terutama pada saat sekarang ini. Sekarang kapal kita akan tenggelam dan kita harus berenang mengarungi lautan agar selamat menuju daratan. Hidup prof 100 % telah terbuang sia-sia.”

Demikianlah cerita tentang sang pemuda tak terpelajar dengan sang profesor. Semoga dengan cerita ini dapat membuat diri kita tersadar untuk segera belajar “BERENANG” untuk mengarungi lautan kehidupan menuju daratan yaitu pantai Nibbana dengan selamat. Hal ini dikarenakan tubuh kita akan segera tenggelam karena usia kita yang makin tua. Kelapukan sedikit demi sedikit telah menghampiri tubuh kita. Olahlah batin kita dan praktekkan dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara inilah kita dapat sampai ke daratan dengan selamat.

Demikianlah ringkasan Dhammadesana kebhaktian umum tanggal 03 juli 2009. Semoga bermanfaat.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search