Rabu, 29 Juli 2009

Perayaan Asadha 2009 : YM Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera

Perayaan Asadha 2009
Rest. Alam Sari Karawang
Panitia : Vihara Buddha Guna Karawang
Dhammadesana : Y. M. Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera
Penulis : Grace Chandra (facebook)

Pada hari sabtu malam minggu tanggal 25 juli 2009 merupakan hari berbahagia bagi umat Buddha kota Karawang dan sekitarnya. Hal ini dikarenakan pada hari tersebut diadakan suatu Perayaan Hari raya Asadha 2553 B. E. di Rest. Alam sari yang diselenggarakan oleh Vihara Buddha Guna Karawang. Pada acara perayaan dihadiri oleh sekitar dua belas anggota sangha dan Dhammadesana pada acara tersebut diisi oleh Y. M. Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera.
Acara ini dimulai dengan sekilas profil Vihara Buddha Guna dan kegiatan yang telah dilakukannya dari masa lalu hingga masa yang sekarang. Kemudian setelah itu Bhikkhu Sangha memasuki ruang puja bakti dimana pada saat itu semua umat berdiri untuk menyambut kehadiran Bhikkhu Sangha. Setelah itu acara dilanjutkan dengan acara laporan Ketua Panitia oleh Sdri. Rita.
Usai acara penyampaian laporan Ketua Panitia, acara dilanjutkan dengan penyalaan lilin altar oleh Bhikkhu Sangha dan pembacaan paritta-paritta suci yang terdiri dari Namaskara Patha, Aradhana Tisarana dan Pancasila, Buddhanussati, Dhammanussati, Sanghanussati, Saccakiriya Gatha dan Asadha Puja. Kemudian setelah membacakan Asadha puja, acara dilanjutkan dengan meditasi yang dipadu oleh Bhikkhu Sangha.
Usai bermeditasi, para umat memanjatkan Aradhana Dhammadesana untuk meminta tuntunan Dhamma dari Bhikkhu Sangha. Akhirnya Dhammadesana disampaikan oleh Y. M. Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera. Beliau mengawali Dhammadesana dengan bersikap hening sejenak dan dengan tenang para umat menunggu bimbingan Dhamma yang akan Beliau sampaikan. Beliau lalu mengatakan bahwa seperti yang kita ketahui hari raya Asadha yang jatuh pada bulan Juli ini mempunyai arti yang sangat penting. Pada Asalha Purnama, Guru kita yaitu Guru Buddha membabarkan Dhamma untuk pertama kalinya kepada lima orang pertapa di Taman Rusa Isipatana. Oleh karena itu kita sering menyebut hari raya Asadha sebagai hari Dhamma.
Akan tetapi sebenarnya hari raya Asadha perlu dikenal sebagai hari Sangha juga. Mengapa???.
Hal ini dikarenakan pada Asalha Purnama Guru Buddha untuk pertama kalinya mengangkat murid yaitu lima orang pertapa yang terdiri dari Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanamma, dan Asajji. Pengangkatan murid ini dilakukan dengan pentahbisan yang sederhana yaitu pentahbisan Ehi Bhiikkhu. Pada hari raya Asadha inilah awal terbentuknya Sangha. Pada saat itulah Tiratana telah menjadi lengkap yaitu Buddharatana, Dhammaratana, dan Sangharatana.
Kondanna merupakan murid Buddha yang paling tua dan merupakan murid yang paling pertama kali mencapai tingkat kesucian pertama yaitu Sotapanna. Panca Vaggiya ini mencapai tingkat kesucian pertamanya setelah mendengarkan khotbah Sang Buddha tentang empat kebenaran mulia (Cattari Arya Saccani). Empat kebenaran mulia ini terdiri dari Dukkha, sebab Dukkha, lenyapnya Dukkha dan jalan menuju lenyapnya Dukkha.
Guru Buddha pernah berkata kepada Anuradha dalam Samyutta Nikaya, “Anuradha, dahulu dan sekarang hanya ini yang Aku ajarkan yaitu tentang Dukkha dan lenyapnya Dukkha.” Dalam 25 abad ini sudah banyak pemikiran-pemikiran baru dan sudah banyak pemikiran yang tenggelam. Walaupun demikian ajaran Buddha tetap ada, TIDAK TENGGELAM. Ajaran Buddha makin lama semakin menarik bagi setiap orang untuk semakin mendalaminya lebih dalam…dalam… dan dalam lagi. Hal ini dikarenakan oleh ajaran Buddha yang bersinggungan langsung dengan kehidupan kita yaitu penderitaan.
Di dalam kehidupan bermasyarakat ini tentu saja tidak ada dari kita yang mau hidup menderita. Semua orang ingin melenyapkan Dukkha, penderitaan yang ada dalam diri kita. Akan tetapi ironisnya saat ini banyak sekali orang-orang yang bukan berjuang melenyapkan penderitaan secara total tetapi hanya menutup-nutupi penderitaannya. Pada saat kita tertekan kadang perbuatan yang spontan kita lakukan adalah sesegera mungkin menutup penderitaan tersebut. Sebenarnya menutup penderitaan yang kita lakukan adalah sesungguhnya adalah menutupi penderitaan yang satu dengan penderitaan yang lainnya yang jauh lebih besar dan dasyat.
Contoh : Ketika kita marah dan bermasalah dengan seseorang kita menutupi masalah itu dengan pura-pura tersenyum walaupun di hati tidak memaafkan orang tersebut dengan tulus. Penderitaan yang awalnya kita tutup-tutupi ternyata tanpa kita sadari muncul suatu dendam yang baru yang lebih besar dan lebih dasyat dibandingkan sebelumnya. Hal ini dapat terjadi karena kita tidak mengetahui dengan benar apa sebab penderitaan kita dan bagaimana mengatasinya dengan benar. Guru Buddha telah mengajarkan kebenaran (Ariya Sacca) ini kepada kita. Guru agung telah memberikan suatu petunjuk nyata bagaimana mengatasi penderitaan yang benar.
Buddha mengajarkan kepada kita agar jangan berbuat jahat hindarilah perbuatan membunuh, mencuri, Asusila, berbohong, memfitnah, dan mabuk-mabukan yang menyebabkan lenyapnya kesadaran. Janganlah kita suka merendahkan kejahatan dengan menganggap berbuat kejahatan kecil tidaklah masalah. Hal ini dikarenakan jika kita selalu terbiasa dengan kejahatan-kejahatan kecil yang selalu kita lakukan maka kejahatan kecil itu menjadi suatu sifat kebiasaan kita. Dengan begitu maka kita akan terbiasa untuk selalu berbuat kejahatan.
Sesuai dengan bunyi Dhammapada gatha 121, “Jangan meremehkan kejahatan walaupun kecil, dengan berkata: ‘Perbuatan jahat tidak akan membawa akibat.’ Bagaikan sebuah tempayan akan terisi oleh air yang keruh yang dijatuhkan setetes demi setetes, demikian pula orang bodoh yang sedikit demi sedikit memenuhi dirinya dengan kejahatan .”
Kita juga jangan suka meremehkan kebajikan kecil yang telah kita lakukan. Hal ini sesuai dengan bunyi Dhammapada gatha 122, “Janganlah meremehkan kebajikan walaupun kecil, dengan berkata: ‘Perbuatan bajik tidak akan membawa akibat.’ Bagaikan sebuah tempayan akan terisi oleh air yang jernih yang dijatuhkan setetes demi setetes., demikian pula orang bijaksana yang sedikit demi sedikit memenuhi dirinya dengan kebajikan.”
Di dalam kehidupan sehari-hari biasakanlah diri kita dengan jangan bepikiran buruk. Awalnya berpikir yang buruk saja tetapi lama kelamaan perbuatan dan ucapan kita sama buruknya denga pikiran kita. Hal ini sesuai dengan peribahasa inggris yang berkata, “Awalnya hanya I want….I want… I want… lama kelamaan berubah menjadi I will… I will… I will..” Oleh karena itulah jangan pernah membiasakan diri kita dengan mempunyai keinginan-keinginan dan pikiran yang jahat.
Lalu setelah menjalankan perbuatan-perbuatan kebajikan apakah kita akan langsung terlepas dari penderitaan????. Memang benar dan baik kita berbuat bajik terus menerus tetapi sudah cukupkah untuk mengatasi penderitaan???., Memang benar dan sunguh sungguh benar orang yang tidak berbuat jahat… dan memang benar seseorang berbuat kebajikan. Akan tetapi sesungguhnya hal itu tidak cukup untuk melenyapkan penderitaan.
Penderitaan tetap berjalan walaupun seseorang telah banyak berbuat kebajikan jika Ia tetap memiliki keinginan-keinginan yang tidak dapat dibendung. Segala keinginan-keinginan yan tidak terbendung dapat menimbulkan kebencian, kemarahan dan kejahatan baru. Keinginan timbul karena keakuan yang tidak dapat dikendalikan.
Sebagai contoh ada seorang donatur besar yang memiliki nama besar dan cukup banyak dihormati oleh masyarakat datang telat di suatu acara sehingga ia tidak mendapatkan tempat duduk paling depan. Ia merasa tersinggung dan segera pulang, tidak mau mengikuti acara tersebut dan menuntut kepada panitia agar memohon maaf kepadanya. Masyarakat yang melihat kelakuan sang donatur merasa jengkel dan menganggap rendah sang donatur. Dapat dilihat dari kejadian ini keakuan sang donatur yang tidak dapat dikendalikan membuat dirinya menderita oleh kemarahannya dan menderita karena dianggap tak beretika dan sombong oleh masyarakat.
Lalu pada kesempatan acara lainnya sang donatur kembali diundang dan Ia kembali datang terlambat sehingga tidak dapat tempat duduk. Akan tetapi pada kesempatan ini Ia tidak marah karena tidak mendapat tempat duduk. Ia malah dengan rendah hatinya bersedia duduk di belakang dengan umat biasa. Umat yang melihat kejadian ini menjadi menaruh hormat dan kagum kepadanya. Sang donatur yang melepas keakuannya maka Ia dapat terbebas dari penderitaan.
Kemelekatan dengan keakuan mendatangkan penderitaan kepada kita. Lalu bagaimana caranya agar kita dapat menghilangkan keakuan sehingga kita dapat terbebas dari penderitaan???. Keakuan tidak dapat dilenyapkan dengan pengetahuan filosofis dan intelektual saja. Mengerti dengan terang dan jelas tentang aku (ANATTA) tidak dapat menyebabkan keakuan lenyap.
Keakuan dapat dilenyapkan dengan kesadaran. Kewaspadaan yang ada dalam diri kita akan membuat keakuan tenggelam. Oleh karena itu ketika keakuan muncul dalam diri kita SADARI….SADARI… KETAHUI….KETAHUI….. Jangan menghakimi keakuan, jangan membencinya tetapi cukup sadari dan ketahui saja kehadirannya. Semakin disadari maka sedikit demi sedikit Ia akan tenggelam dan lenyap dari diri kita. Begitu juga bila kemunculan keserakahan, kebencian dan kebodohan di dalam diri kita selalu kita sadari dan ketahui maka sifat-sifat jahat ini akan tenggelam dan lenyap diri kita. Dengan begitu maka kita akan terbebas dari penderitaan.
Kesadaran atau kewaspadaan dapat kita peroleh dengan jalan meditasi. Oleh karena itu berlatihlah meditasi dalam kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan kewaspadaan kita. Jangan pernah berpikir bahwa kita bermeditasi hanya untuk memperoleh ketenangan, keheningan ataupun wahyu. Pemikiran serperti itu adalah salah. Meditasi kita latih dan kembangkan guna meningkatkan kewapadaan sehingga kita dapat hidup berbahagia.
Dengan bermeditasi kita akan mencapai suatu kebijaksanaan yang menuntun kita kepada kebebasan sejati. Oleh karena itu latihlah meditasi dan kembangkanlah dalam kehidupan sehari-hari. Memang benar walaupun kita sudah bermeditasi kita akan tetap merasakan suatu kesakitan (Contoh walaupun sudah bermeditasi kaki kita tetap terluka bila jatuh) akan tetapi kita tidak menderita. Sesuai dengan bahasa inggris yang mengatakan “It’s Pain But No Suffer.”
Demikianlah Dhammadesana dari Y. M. Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera. Kemudian acara dilanjutkan dengan persembahan lagu dari paduan suara Vihara Bodhi Diepa, Cikampe, dana paramita, penyerahan amisa puja dan pelimpahan jasa. Setelah itu pemercikan tirta oleh Bhikkhu Sangha kepada umat pun dilakukan. Sebagai penutup, acara ditutup dengan pembacaan paritta Ettavata dan Namaskara Patha.
Ternyata masih ada satu acara kejutan sebelum Bhikkhu Sangha meninggalkan ruangan. Acara kejutan tersebut adalah acara ungkapan mudita cita atas ulang tahun ke-55 Y. M. Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera. Sungguh acara terakhir yang tak kalah menarik dari acara-acara sebelumnya. Kami seluruh umat bernyanyi dan berdoa bersama agar Y. M. Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera selalu sehat dan berbahagia.
Demikianlah ringkasan acara perayaan Asadha 2553 B. E. yang diselenggarakan oleh Vihara Buddha Guna, Karawang. Sebagai penutup kami sangat mengucapkan terima kasih kepada Vihara Buddha Guna yang telah menyelenggarakan suatu kegiatan yang sungguh luar biasa dan bermanfaat. Semoga kita semua dapat memetik semua manfaat dari kegiatan yang telah dilakukan dan Semoga ringkasan ini bermanfaat. Sadhu…Sadhu…Sadhu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search