Protokol : Silvia Indra Jaya (facebook)
Penyalaan Lilin Altar : Bpk. Aen
Dhammapada : Grace Chandra (facebook)
Dhammadesana : Fery Karsilo (facebook)
penulis : Grace Chandra (facebook)
Pada awal sharing dhamma, Saudara Ferry berkata bahwa saat ini makin banyak kejahatan yang terjadi. Dahulu sikap ramah dan toleransi mudah ditemui, sedangkan pada saat ini sudah susah untuk ditemui. Saat ini orang sangat mudah sekali terpancing emosinya.
Saudara Fery lalu melanjutkan sharing dhammanya dengan cerita “Hidup ini Bukan Seperti VCD Player.” Cerita ini mengisahkan seorang anak yang kehilangan tangannya akibat emosi ayahnya yang tak terkontrol. Pada suatu hari sang ayah pulang ke rumah sambil membawa truk baru. Sang anak yang melihat truk baru tersebut merasa penasaran dan bermain-main dengan truk tersebut layaknya mainan baru baginya. Sang anak yang sedang memegang palu lalu memukul-mukulkan palunya ke truk tersebut hingga truk baru itu menjadi rusak. Ayah anak tersebut marah melihat kelakuan anaknya ini. Sang ayah karena emosi lalu mengambil palu dan memukulkan palu tersebut ke tangan anaknya sampai tangan anak tersebut berdarah-darah.
Melihat kondisi anaknya tersebut sang ayah tersadar dan kemudian segera membawa anaknya ke rumah sakit. Sayang sekali kondisi tangan anak tersebut tidak dapat diselamatkan lagi. Tangan anaknya harus diamputasi karena tulang-tulang tangannya sudah hancur akibar dihantam palu. Anak kecil itu setelah sadar lalu berkata pada ayahnya, “Ayah.., aku minta maaf karena telah merusak truk baru ayah. Lain kali aku tidak akan nakal lagi dan tidak akan pernah merusak barang ayah lagi. Sekarang aku sudah minta maaf ayah, sekarang kembalikanlah tanganku, ayah. Tolong ayah kembalikan tanganku!!.” Sang ayah yang mendengar perkataan ini menjadi
sedih dan menyesal akan perbuatannya. Melihat kenyataan bahwa tangan anaknya tak mungkin dapat utuh seperti semula maka ayah ini pun depresi dan memutuskan untuk bunuh diri.
Cerita ini menggugah kita untuk bertanya kepada diri kita masing-masing, “Sudah berapa banyakkah kita menyakiti orang tua, pasangan, dan teman kita sendiri?.” Hidup ini tidak seperi VCD yang dapat diputar balik. Segala ucapan dan perbuatan yang buruk, yang menyakitkan orang tua, pasangan, dan teman kita sangatlah tidak mungkin kita tarik kembali. Oleh karena itu kontollah emosi diri kita sendiri. Jangan sampai emosi yang tak terkontrol menyakitkan orang lain.
Setelah cerita ini saudara Fery lalu bercerita tentang sang anak yang meminta waktu ayahnya untuk menemaninya selama satu jam. Di sebuah keluarga terdapat seorang kepala keluarga yang sukses dan mapan sehingga selalu tidak ada waktu untuk menemani anaknya. Akhirnya pada suatu hari ketika Ia baru saja pulang dari kantor, anak laki-lakinya bertanya, “Ayah…, sebenarnya berapa gaji ayah selama satu jam?.” Sang ayah yang capai dan mendengar pertanyaan anaknya ini langsung marah dan menghardik anaknya, “Untuk apa kamu bertanya mengenai hal itu. Anak kecil tidak perlu tahu. Sana pergi kamu ke kamar dan tidur.” Sang anak dengan lesunya beranjak dan di dalam kamarnya anak tersebut menangis.
Ayah anak tersebut akhirnya tersadar dan merasa kasihan dengan anaknya. Ia langsung mendatangi kamar anaknya dan berkata, “Maaf nak, Ayah sudah memarahi kamu. Kalau kamu ingin tahu gaji ayah 50 ribu selama satu jam.” Anak tersebut berkata, “Oh.., ternyata gaji ayah 50 ribu selama satu jam. Ayah, boleh tidak aku minta uang sebesar 25 ribu. Tolong ayah berikan aku uang sebesar 25 ribu saja..” Sang ayah yang sudah merasa bersalah dan kasihan dengan anaknya maka langsung saja memberikan 25 ribu kepada anaknya. Anak tersebut gembira dan kemudian membuka lemari belajarnya untuk mengambil uang tabungannya yang sebesar 25 ribu juga. Lalu anak tersebut memberikan uang tabungannya dan uang pemberian ayahnya dan lalu berkata, “Ayah ini ada uang 50 ribu untuk ayah. Tolong ayah, setelah ayah menerima uang ini, tolong temani aku selama satu jam saja. Aku kangen dengan ayah.”
Dari cerita ini kita dapat melihat bahwa seorang anak perlu perhatian untuk disayangi. Lalu saudara Fery bertanya, “Sudah cukup atau belum perhatian Bapak/Ibu kepada anak?.” Pertanyaan ini tentu saja dapat kita jawab dan renungkan di dalam diri kita masing-masing.
Kemudian saudara Fery membahas tentang fenomena-fenomena yang banyak terjadi pada masa sekarang ini. Fenomena-fenomena bencana yang terjadi sebenarnya merupakan akibat dari moralitas diri kita sebagai manusia telah menurun. Fenomena ini telah diatur oleh lima hukum niyama.yang terdiri dari Utu Niyama, Bija Niyama, Kamma Niyama, Cita Niyama dan Dhamma Niyama.
Sebenarnya kita dapat terhindar dari fenomena-fenomena alam yang membahayakan seperti fenomena gempa bumi, gunung meletus, dll dengan jalan mempraktekkan cinta kasih tanpa batas. Saudara Fery bercerita tentang Buddha Tsu Zhi yang mampu menyebarkan cinta kasih tanpa batas. Hal ini perlulah kita contoh dan praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mempraktekkan cinta kasih dapat dipastikan kita dapat terhindar dari fenomena-fenomena alam yang membahayakan seperti fenomena gempa bumi, gunung meletus, dll. Lalu Ia bertanya apakah kita sudah sanggup menyebarkan cinta kasih tanpa batas. Hal ini perlu kta renungkan sehingga kita semakin terpacu untuk memancarkan cinta kasih tanpa batas di dalam kehidupan kita sehari-hari.
Salah satu praktek memancarkan cinta kasih adalah dengan memberikan maaf kepada orang lain. Kita kadang sering kali berpikir bahwa dengan memberikan maaf berarti kita telah kehilangan sesuatu karena telah memberikan sesuatu kepada orang lain. Pemikiran ini salah karena sesungguhnya tidaklah demikian. Sesungguhnya dengan memberi maaf kita mendapatkan sesuatu untuk batin kita. Dengan memberikan maaf berarti kita telah mengurangi sifat dosa dalam diri kita.
Sebagai akhir dari sharing dhammanya, saudara Fery mengatakan bahwa kesimpulan dari sharing dhammanya adalah bahwa kita harus waspada karena nilai-nilai moral, cinta kasih dan susila telah merosot. Oleh Karena itu tebarkanlah “Metta”. Jadilah umat Buddha yang sejati.
Demikianlah Sharing Dhamma pada kebhaktian umum 10 Juli 2009. Semoga bermanfaat.
Cerita ini menggugah kita untuk bertanya kepada diri kita masing-masing, “Sudah berapa banyakkah kita menyakiti orang tua, pasangan, dan teman kita sendiri?.” Hidup ini tidak seperi VCD yang dapat diputar balik. Segala ucapan dan perbuatan yang buruk, yang menyakitkan orang tua, pasangan, dan teman kita sangatlah tidak mungkin kita tarik kembali. Oleh karena itu kontollah emosi diri kita sendiri. Jangan sampai emosi yang tak terkontrol menyakitkan orang lain.
Setelah cerita ini saudara Fery lalu bercerita tentang sang anak yang meminta waktu ayahnya untuk menemaninya selama satu jam. Di sebuah keluarga terdapat seorang kepala keluarga yang sukses dan mapan sehingga selalu tidak ada waktu untuk menemani anaknya. Akhirnya pada suatu hari ketika Ia baru saja pulang dari kantor, anak laki-lakinya bertanya, “Ayah…, sebenarnya berapa gaji ayah selama satu jam?.” Sang ayah yang capai dan mendengar pertanyaan anaknya ini langsung marah dan menghardik anaknya, “Untuk apa kamu bertanya mengenai hal itu. Anak kecil tidak perlu tahu. Sana pergi kamu ke kamar dan tidur.” Sang anak dengan lesunya beranjak dan di dalam kamarnya anak tersebut menangis.
Ayah anak tersebut akhirnya tersadar dan merasa kasihan dengan anaknya. Ia langsung mendatangi kamar anaknya dan berkata, “Maaf nak, Ayah sudah memarahi kamu. Kalau kamu ingin tahu gaji ayah 50 ribu selama satu jam.” Anak tersebut berkata, “Oh.., ternyata gaji ayah 50 ribu selama satu jam. Ayah, boleh tidak aku minta uang sebesar 25 ribu. Tolong ayah berikan aku uang sebesar 25 ribu saja..” Sang ayah yang sudah merasa bersalah dan kasihan dengan anaknya maka langsung saja memberikan 25 ribu kepada anaknya. Anak tersebut gembira dan kemudian membuka lemari belajarnya untuk mengambil uang tabungannya yang sebesar 25 ribu juga. Lalu anak tersebut memberikan uang tabungannya dan uang pemberian ayahnya dan lalu berkata, “Ayah ini ada uang 50 ribu untuk ayah. Tolong ayah, setelah ayah menerima uang ini, tolong temani aku selama satu jam saja. Aku kangen dengan ayah.”
Dari cerita ini kita dapat melihat bahwa seorang anak perlu perhatian untuk disayangi. Lalu saudara Fery bertanya, “Sudah cukup atau belum perhatian Bapak/Ibu kepada anak?.” Pertanyaan ini tentu saja dapat kita jawab dan renungkan di dalam diri kita masing-masing.
Kemudian saudara Fery membahas tentang fenomena-fenomena yang banyak terjadi pada masa sekarang ini. Fenomena-fenomena bencana yang terjadi sebenarnya merupakan akibat dari moralitas diri kita sebagai manusia telah menurun. Fenomena ini telah diatur oleh lima hukum niyama.yang terdiri dari Utu Niyama, Bija Niyama, Kamma Niyama, Cita Niyama dan Dhamma Niyama.
Sebenarnya kita dapat terhindar dari fenomena-fenomena alam yang membahayakan seperti fenomena gempa bumi, gunung meletus, dll dengan jalan mempraktekkan cinta kasih tanpa batas. Saudara Fery bercerita tentang Buddha Tsu Zhi yang mampu menyebarkan cinta kasih tanpa batas. Hal ini perlulah kita contoh dan praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mempraktekkan cinta kasih dapat dipastikan kita dapat terhindar dari fenomena-fenomena alam yang membahayakan seperti fenomena gempa bumi, gunung meletus, dll. Lalu Ia bertanya apakah kita sudah sanggup menyebarkan cinta kasih tanpa batas. Hal ini perlu kta renungkan sehingga kita semakin terpacu untuk memancarkan cinta kasih tanpa batas di dalam kehidupan kita sehari-hari.
Salah satu praktek memancarkan cinta kasih adalah dengan memberikan maaf kepada orang lain. Kita kadang sering kali berpikir bahwa dengan memberikan maaf berarti kita telah kehilangan sesuatu karena telah memberikan sesuatu kepada orang lain. Pemikiran ini salah karena sesungguhnya tidaklah demikian. Sesungguhnya dengan memberi maaf kita mendapatkan sesuatu untuk batin kita. Dengan memberikan maaf berarti kita telah mengurangi sifat dosa dalam diri kita.
Sebagai akhir dari sharing dhammanya, saudara Fery mengatakan bahwa kesimpulan dari sharing dhammanya adalah bahwa kita harus waspada karena nilai-nilai moral, cinta kasih dan susila telah merosot. Oleh Karena itu tebarkanlah “Metta”. Jadilah umat Buddha yang sejati.
Demikianlah Sharing Dhamma pada kebhaktian umum 10 Juli 2009. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar