Minggu, 31 Mei 2009

Waisaka Puja Candi Jiwa - Batujaya 2009

Klik di sini untuk Melihat Foto Lainnya
























Klik di sini untuk Melihat Foto Lainnya
Waisaka Puja se Jawa Barat Candi Jiwa - Batujaya

31 Mei 2009.. Kegiatan ini di dukung oleh banyak pihak, baik dari pihak pemerintah kabupaten karawang, para simpatisan Buddhis dan umat Buddha di Kabupaten Karawang.



Sabtu, 30 Mei 2009

Ferry Karsilo : Jasa Mama & Papa

Kebaktian Remaja – Sabtu, 30 Mei 2009
Pemimpin Kebaktian = Ratnasari
Dhammapada = Dwitya & Nanda
Pembicara = Ferry Karsilo
Penulis = Tommy

Hari ini yang datang kebaktian sangat sedikit, hanya 21 orang.. Tapi beruntung remaja Vihara Surya Adhi Guna kedatangan pembicara yang sangat baik, yakni Ferry Karsilo, Pembicara yang sudah banyak dikenal di kalangan Buddhist se-kabupaten Karawang.
Pada awal mula sesi, Ferry melontarkan pertanyaan: “ Apa tujuan anda semua datang ke Vihara? ” ..Dharma menjawab:”supaya bisa berdana”. “Motivasi yang sangat baik”, sambut ferry,Pertanyaan seperti ini sebenarnya adalah pertanyaan untuk kita semua. Banyak orang datang ke vihara karena banyak motivasi. Lalu Ferry bertanya kembali : “ Semua yang hadir, siapa yang sudah punya KTP? ”.. Hampir sebagian besar yang hadir sudah memiliki KTP, “ Pasti di KTP tersebut tertulis Agama = Buddha” lanjut Ferry, kenapa kita beragama Buddha? Kebanyakan orang beragama Buddha karena memang sudah dari kecilnya ( karena orang tua ). Banyak orang beragama Buddha Seumur hidup, tapi apa kita benar-benar tahu bahwa agama Buddha benar-benar cocok dengan kita? Bagaimana mengukur kecocokan diri kita dengan agama-agama yang ada?apa tolok ukurnya? Mendengar pertanyaan seperti itu saya pun terenyuh, berpikir apa tolok ukur kita betul-betul cocok beragama Buddha?..
Setelah beberapa saat, Ferry memberikan jawaban, tolok ukur nya adalah,
“ kita harus renungkan sendiri pada diri kita, apa dengan beragama Buddha, pola hidup kita menjadi lebih baik? Apa dengan semakin banyak belajar Dhamma, emosi kita bisa lebih terkendali?apa dengan mengenal ajaran Buddha, hidup kita menjadi lebih bermanfaat untuk banyak orang?” Kalo jawabannya tidak, berarti jawabannya tidak cocok. Kalo setelah beragama Buddha, kehidupan anda tak kunjung membaik, apabila setelah belajar Dhamma emosi anda lebih tidak terkendali, sebaiknya saya sarankan anda untuk memilih agama lain.” Jawaban tersebut memberikan saya pencerahan, seumur hidup saya beragama Buddha, tapi tidak pernah merenungkan hal tersebut.
Jawaban tersebut dilanjutkan dengan cerita dari Ajahn Brahm, Ada seorang Ayah yang sangat sibuk bekerja. Pergi pagi-pagi sekali disaat anaknya masih tidur, dan pulang larut malam saat anaknya sudah tidur, kesibukan sang ayah membuat anaknya sangat merindukan sang ayah.
Suatu saat dikala senggang, ketika ada waktu antara sang anak dan Ayahnya bertemu, Sang anak bertanya pada sang Ayah, “Ayah berapa gaji mu?”.. Sang ayah merasa aneh anaknya bertanya demikian, Ia hanya menggelengkan kapalanya, beberapa saat kemudian, sang anak bertanya lagi “berapa gaji ayah se-jam?”.. Mendengar pertanyaan tersebut sang ayah menjadi marah dan membentak sang anak, “tidur sana, anak kecil gak perlu tahu urusan orang dewasa, lebih baik kamu naik dan tidur.” Beberapa saat kemudian sang Ayah berpikir, “Kasian juga ya, kenapa saya harus marah?” Lalu sang Ayah bergegas naik ke lantai atas menuju kamar anaknya. Dia temui anaknya yang sedang menangis, lalu dia berkata, “maafin ayah ya nak, Gaji ayah Rp.100 Ribu perjam..Memang ada apa kamu tanya gaji ayah?” Seketika sang anak berhenti menangis dan mulai tersenyum, lalu sang anak berkata pada ayahnya, “Ayah, saya minta uang!” “Loh, habis nangis kok minta uang?” tapi dengan maksud agar anaknya tidak sedih lagi, sang ayah bertanya, “berapa uang yang kamu mau?”.. sang anak menjawab: “ Rp 50 ribu ”.. “ Wah banyak sekali, untuk apa? ” jawab sang Ayah, tanpa berlama-lama, sang ayah langsung memberikan uang tersebut. Lalu diambilnya uang tersebut, si anak bergegas menuju lemarinya dan mengambil uang Rp 50 ribu, disatukannya uang tersebut dengan uang yang diminta pada ayahnya, hingga jumlahnya genap menjadi Rp 100 Ribu, Lalu disodorkannya uang tersebut pada sang Ayah, “ Ayah uang ini untuk membayar waktu ayah selama satu jam, untuk menemani saya bermain! ”...
Cerita ini mungkin sudah banyak didengar oleh banyak orang.. tapi hal yang Ferry tekankan adalah Sang ayah yang bersedia meminta maaf pada anaknya. Sesaat Ferry bertanya pada umat yang hadir, “ siapa diantara kalian yang Ayahnya pernah dengan berjiwa besar meminta maaf pada anaknya, disaat melakukan kesalahan?”.. Dari 21 orang yang hadir, hanya seorang yang menyatakan bahwa ayahnya pernah meminta maaf pada anaknya, yakni Dwitya. Ayah kita adalah orang yang sangat berjasa dalam hidup kita. “Jadi pada anda sekalian yang ayahnya masih ada, sayangilah beliau, karena disaat beliau sudah tidak ada, anda akan menyesal dan tidak bisa berbuat apa-apa.”
Cerita mengenai mengenai bakti kepada orang tua, tidak berhenti sampai disitu.. Ada sosok yang sama pentingnya dalam hidup kita, bahkan sangat penting, yakni mama.
Ada seorang Ibu yang sangat menyayangi anaknya, ia merawat anaknya dari kecil dengan penuh kasih sayang, menyuapi makan, menyusui, memakaikan baju, memandikan dan sebagainya.. beranjak umur 6 tahun, di bangku sekolah dasar, anak tersebut mulai bisa melakukan segala sesuatunya sendiri. Bantuan ibunya yang ia butuhkan agak berkurang, ia sudah mulai bisa memakai baju sendiri, makan sendiri dan mandi sendiri. Seiring dengan berjalannya waktu, sang anak semakin dewasa, sampai pada akhirnya anak tersebut berkata : “Mama terima kasih, saya sudah bisa mandiri sekarang,saya tidak mau merepotkan mama lagi.” Di satu sisi pernyataan tersebut membuat pekerjaan sang Ibu menjadi lebih ringan, lebih sedikit, tapi sang ibu malah menangis, kenapa? Ia bersedih karena beliau sudah tidak mempunyai kesempatan untuk melayani anaknya. Anak yang ia sayangi, Sang ibu rela melayani sang anak walau dia sudah besar.
“Di dunia ini adakah orang lain yang rela mati untuk kita?” Pastinya tidak ada seorang pun yang rela mati untuk kita, Tapi ada satu orang, yaitu Mama kita. Ia bertaruh nyawa saat melahirkan kita, saat kritis melahirkan, apabila ia bisa memilih siapa yang selamat antara Bayi dan dirinya, mama lebih rela memilih dirinya yang mati ketimbangan sang anak. Bagi yang masih memiliki mama, setelah pulang dari vihara ini, di rumah, lihat lah mama mu, dia lah orang yang rela mati untuk mu.
Pesan utama dari cerita-cerita ini, adalah sayangi orang tua kita dengan sepenuh hati. Berbakti bagi yang orang tua nya masih ada. Dan lakukanleh pelimpahan jasa, pada orang tua yang telah meninggal dengan cara yang terbaik. Mungkin yang kita tahu pelimpahan jasa adalah dengan membubuhkan nama almarhum/ah orang tua kita pada buku paritta yang kita sumbang, tapi sebenarnya ada cara yang lebih baik untuk melakukan pelimpahan jasa, yakni dengan mengikuti nasehat baik orang tua kita yang sudah meninggal semasa hidup. Menjadikannya tauladan, apabila orang tua kita adalah pekerja keras, kita juga harus pekerja keras, apabila orang tua kita mempunyai silla yang baik, kita juga harus memiliki silla yang baik.
Terima kasih , Semoga bermanfaat.

Jumat, 29 Mei 2009

Launching Buletin Setetes Embun

Kebaktian Umum: Jumat, 29 Mei 2009









Sungguh suatu berkah, di suasana bulan waisak..banyak acara digelar dan satu lagi tak ketinggalan kado bingkisan manis dari hasil jerih karja keras Grace Chandra & anak-anak remaja membuahkan hasil " Setetes Embun " yang menyegarkan dan bermanfaat untuk banyak orang khususnya umat Buddha Vihara Surya Adhi Guna Rengasdengklok

Senin, 25 Mei 2009

Bapak Rajiman : Bekal Kehidupan

Kebaktian remaja, 23 Mei 2004
Protokol : Indra & Dwi
Lilin Altar : Sidhi
Dhammadesana : Bapak Rajiman
Penulis : Tommy

Hari ini adalah hari yang saya tunggu-tunggu, kenapa? Karena di jadwal, saudara Errick yang akan mengisi ceramah di kebaktian remaja kali ini. Tapi sayang beliau berhalangan hadir, karena ada urusan keluarga, kenapa saya sangat menunggu-nunggu giliran saudara Errick ceramah? Alasan ini akan terjawab saat beliau sudah mengisi ceramah di Kebaktian Remaja Vihara Surya Adhi Guna nanti.

Sangat beruntung remaja Vihara Surya Adhi Guna, kedatangan Guru Agama Buddha yang sudah tidak asing lagi Di kabupaten Karawang, Yakni Bapak Rajiman. Beberapa orang memanggil bapak rajiman dengan sebutan romo, tapi anak-anak sekolah agama memanggil beliau dengan sebutan Bapak Rajiman.

Bapak Rajiman: “Saya kagum,pada remaja yang hadir pada malam hari ini, harusnya malam minggu adalah malam yang spesial bagi kaum remaja, tapi kalian rela meninggalakan televisi, hiburan dan lain-lain untuk datang ke vihara berbuat baik. Mungkin berbeda – beda antara orang yang satu dengan orang yang lain, Mungkin Sidhi datang ke vihara dengan motivasi untuk ..
berdana, begitu juga dengan Irwin, kalo Tasya mungkin mempunyai motivasi datang ke vihara untuk bertemu dangan Angga, dan lain sebagainya…”

Bapak Rajiman Memulai ceramah ini bukan dengan dhammadesana, melainkan dengan sebuah renungan tentang kehidupan. “ Sampai kapan kita hidup? ” pertanyaan ini jarang sekali dipertanyakan oleh banyak orang, apalagi bagi anak remaja. Banyak orang berpikir, hidup saya masih lama, 80 tahun? Atau 75 tahun rata-rata, umur manusia sekarang ini. Yang perlu direnungi adalah kematian bisa dating kapan saja. Kematian adalah kekasih yang paling sabar menunggu kita. Kalo kekasih seperti biasanya, malas menunggu, tapi kematian adalah kekasih yang palin setia menunggu kita sampai akhir hayat. Tak ada cara untuk menghindar dari kematian. Bahkan Guru Buddha pun mengalami kematian. Kematian adalah hal paling baik untuk kita renungi. Bekal apa saja yang sudah kita persiapkan untuk menyambut kematian?

Perbuatan baik apa yang sudah kita tanamkan untuk bekal di kehidupan selanjutnya?
“ Sungguh beruntung kita sebagai umat Buddha, bisa mengenal Dhamma, Mungkin kalian ( Para Remaja ) sudah belajar Dhamma dari kecil, kalo saya, kenal agama Buddha di tahun 1991. Waktu itu tidak ada vihara di kampung saya, ada sebuah rumah umat yang digunakan untuk kebaktian. Saat itu Ada Bhikkhu Joti Dhammo, yang sekarang adalah Y.M. Bhikkhu Joti Dhammo Mahathera, Ketua Umum Sangha Theravada Indonesia, hari pertama saya mengikuti kebaktian adalah saat Khatina Puja, saat itu Bhante Joti yang ceramah, awalnya saya belum begitu tertarik, tapi lama kelamaan saya merasakan seperti menemukan jalan yang saya cari selama ini. 7 tahun saya belajar dengan Bhante Joti, beliau adalah Guru Spiritual saya.”

Rasa ketertarikan Bapak Rajiman pada Buddha Dhamma tidak berhenti sampai disitu sampai sekarang beliau bekerja di Departemen Pemerintah sebagai Guru Agama Buddha di kabupaten Karawang. Di pemerintahan, di Kabupaten Karawang, hanya ada 2 orang yang beragama Buddha, kalo ditanya, agama apa? Bapak Rajiman menjawab tanpa minder :” Saya Agama Buddha.”
Banyak pertanyaan-pertanyaan yang sering dilontarkan oleh teman-teman beliau, tapi beliau selalu menjawabnya dengan tanpa emosi,sabar dan bijaksana.

Pesan Terakhir dari Bapak Rajiman:
“ Sungguh beruntung kita lahir sebagai manusia dan sebagai umat Buddha, persiapkanlah bekal dalam bentuk perbuatan bajik, jadikanlah Guru Buddha sebagai tauladan kita.”
Semoga renungan saya bermanfaat.

Sdri. Rita : Manfaat Cinta Kasih tanpa batas

Kebhaktian Umum, 17 Mei 2009
Protokol : Romo Pannajayo
Penyalaan Lilin Altar : Bpk. Embeng Sutiono
Pembacaan Dhammapada : Upasika Sumiati (Ibu Soan Karuna Susanto)
Dhammadessana : Sdri. Rita dari Karawang
Namo Buddhaya

Pada awal dhammadessananya Saudari Rita menceritakan dua kisah nyata tentang manfaatnya fangshen. Kisah pertama mengenai sebuah keluarga yang ibunya menderita kencing manis dan memiliki luka kaki yang sangat parah sehingga kakinya pun diamputasi. Luka bekas amputasi sang ibu tersebut selalu basah dan selalu dikerubungi oleh semut. Suatu hari anak sang Ibu berhasil membujuk ibunya untuk mau melakukan fangshen. Setelah beberapa kali melakukan kegiatan fangshen dengan itikad sendiri akhirnya
lambat laun luka sang ibu pun kering dan tidak dikerubungi atau digigit semut lagi. Sedangkan kisah kedua mengenai seseorang yang divonis terkena leukemia dapat sembuh setelah melakukan fangshen secara rutin. Padahal seperti yang kita ketahui penyakit leukemia sangat sulit disembuhkan. Dapat kita lihat bahwa kekuatan cinta kasih yang kita pancarkan saat melakukan fangshen dapat membuat diri kita menjadi lebih sehat dalam spiritual dan jasmani.
Di dalam dhammapada syair 221 diterangkan seharusnya kita membuang kemarahan karena kemarahan bersifat merusak. Dalam dhammapada attakatha syair 221 diterangkan bahwa pada saat Anuruddha Thera mengunjungi keluarganya ada salah satu familinya yang tidak menemuinya karena familinya tersebut menderita sakit kusta. Anuruddha Thera mengatakan agar familinya tersebut melakukan kebajikan. Setelah melakukan kebajikan, saudara Anuruddha thera tersebut berangsur pulih dari penyakit kusta yang dideritanya. Mengapa saudara Anuruddha thera dapat menderita kusta??. Ternyata pada kehidupannya yang lalu saudara Anuruddha thera adalah seorang permaisuri raja yang membenci seorang penari. Permaisuri raja ini dahulu pernah menaruh bubuk gatal kepada seorang penari sehingga penari tersebut mati karena menderita kesakitan. Akibat perbuatan yang penuh dengan kemarahan maka sang permaisuri pun terlahir kembali sebagai seseorang yang menderita kusta.
Kemarahan perlu dihindari sedangkan sifat cinta kasih perlu kita kembangkan. Kita dapat melatih mengembangkan cinta kasih dengan praktik metta bhavana. Pada awal meditasi metta bhavana kita pancarkan cinta kasih pada diri kita sendiri dahulu. Lalu setelah membahagiakan diri sendiri maka kita dapat membahagiakan orang lain. Cinta kasih kemudian kita pancarkan cinta kasih kepada orang tua kita yang masih hidup, kemudian kepada guru kita dan yang terakhir kepada semua makhluk. Orang tua kita yang meninggal kita masukkan dalam kategori terakhir yaitu semua makhluk.
Diceritakan pada masa Sang Buddha, hiduplah seorang Thera yang bernama Visakha. Thera ini selalu mengembangkan metta. Suatu hari, dia bertekad untuk mempraktekkan meditasi metta selama beliau duduk, berdiri, berjalan dan berbaring. Ketika Visakha Thera mempraktekkan meditasi metta dengan cara ini, kekuatan metta memancar ke seluruh gunung. Semua makhluk yang hidup disana menjadi damai dan tenang Tidak ada perkelahian dan pertengkaran, setiap orang hidup dalam harmoni. Dengan cara ini, dia melewatkan empat bulan masa ret-retnya. Ketika masa empat bulan berlalu, Visakha Thera memutuskan untuk pindah ke tempat yang lain. Disaat tersebut, terdengarlah suara isak tangis dewa pohon yang sedih karena Visakha Thera akan pergi. Akhirnya setelah dewa pohon memohon maka Bhante Visakha pun tidak jadi meninggalkan tempat tersebut. Dari cerita ini dapat dilihat bagaimana seorang meditator metta begitu dicintai oleh para dewa.
Selain dengan meditasi metta bhavana dan fangshen, cinta kasih pun dapat dikembangkan dengan biasa melafalkan kata-kata yang penuh cinta kasih. Pada kesempatan ini saudari Rita juga mengenalkan “Chat Metta” kepada umat Vihara Surya adhi Guna. Pada malam tersebut kami bersama-sama mendengarkan CD “Chant Metta” dan bersama-sama berlatih mengucapkannya.
Pada akhir dhammadessana, saudari Rita menegaskan bahwa kita sebagai perumah tangga haruslah berjuang dengan giat di dalam dhamma. Beliau berkata bahwa kita harus selalu mempraktekkan kesadaran dalam kehidupan kita sehari-hari. Dengan selalu sadar dalam setiap segala hal yang kita lakukan maka dapat memungkinkan kita mencapai tingkat kesucian pada kehidupan kita sekarang ini. Saudari Rita berkata terdapat kisah nyata seorang wanita perumah tangga yang selalu mempraktekkan kesadaran dalam segala hal yang dia lakukan. Dengan perbuatan yang dilatihnya ini menuntun ia mencapai tingkat kesucian dan menuntunnya untuk meninggalkan kehidupan umat awam. Oleh sebab itu, selalulah sadar dalam segala tindakan yang kita lakukan sehingga kita dapat menjadi manusia yang lebih baik.
Demikianlah ringkasan dhammadessana pada tanggal 17 mei 2009, semoga bermanfaat.

Minggu, 24 Mei 2009

Bapak Hemartha Virya Jaya : Kenangan Kehidupan

Kebhaktian Remaja, 16 Mei 2009
Protokol : Ratna Sari
Penyalaan Lilin Altar : Tri Atmaja (Yang-Yang)
Pembacaan Dhammapada : Melisa dan Nita
Penyampaian Dhammadessana : Bapak Hemartha Virya Jaya
(Ketua MBI Cab. Rengasdengklok)
Penulis : Grace Chandra

Svathi Hottu, Namo Buddhaya
Sekitar lima tahun yang lalu Bapak Hemertha pernah mengisi dhammadessana di kebhaktian remaja. Kebhaktian remaja saat ini dibandingkan dengan lima tahun yang lalu mengalami kemajuan dalam hal kualitas walaupun kuantitasnya masih tidak terlalu jauh meningkat. Kemajuannya saat ini para remaja tidak ada yang berkeliaran atau berbicara di luar pada saat kebhaktian sudah dimulai. Ini merupakan kemajuan kualitas yang sangat bagus dan perlu dipertahankan dan ditingkatkan lagi.

Setelah itu, Bapak Hemartha meneruskan dhammadessananya dengan bertanya “Apakah kalian semua mempunyai kenangan dalam hidup ini?.” “Ya, pasti kalian mempunyai kenangan dalam hidup ini, baik kenangan baik ataupun kenangan buruk.” Kenangan-kenangan indah biasanya tidak mudah dilupakan sehingga terkadang terbawa mimpi, sedangkan kenangan buruk biasanya tidak ingin kita ingat-ingat kembali.

Bapak Hemartha mempunyai kenangan indah yang tidak terlupakan. Kenangan ini terjadi sekitar 20 tahun yang lalu, ketika beliau berbicara dengan Bhante Uttamo. Saat itu dalam perjalanan mengantar Bhante Uttamo ke daerah Indramayu yang memakan waktu ± 3-4 jam, Bapak Hemartha menanyakan sesuatu kepada Bhante Uttamo. Beliau bertanya tentang bagaimana cara beliau agar dapat mengetahui kelahirannya di masa lalu.

Bhante Uttamo mengatakan Beliau mempunyai cara agar seseorang dapat mengetahui kehidupannya di masa yang lalu. Bapak Hemartha sungguh antusias mendengar jawaban ini lalu beliau kembali bertanya bagaimana caranya. Bhante Uttamo berkata, “Ko Cacan (nama panggilan sehari-hari Bapak Hemartha) mudah untuk mengetahui kehidupan kita di masa lalu. Caranya cukup mudah setiap pagi hari, Ko Cacan harus ingat kaki mana yang pertama kali menyentuh lantai ketika ko Cacan bangun dari tempat tidur.” Bapak Hemartha berpikir cara ini cukup mudah, anak kecil pun dapat melakukannya.

Keesokan harinya, Bapak Hemartha mulai mempraktekkan apa yang dikatakan Bhante Uttamo kepadanya. Hari demi hari pak Hemarta, melewatinya dengan memperhatikan kaki pertamanya yang menyentuh lantai. Akhirnya hari terus berjalan dan tiba pada hari ke tiga belas, Bapak Hemartha lupa dengan kaki apa dia pertama kali menginjak lantai. Akhirnya selesai dan terhentilah pengamatan beliau selama ini. Semenjak saat itu, Beliau tersadar bahwa sebenarnya apa yang terjadi pada beliau di kehidupan masa lalu tidaklah penting untuk diketahui.

Yang penting dan yang harus kita jalani penuh dengan perhatian adalah kehidupan kita saat ini. Masa lalu hanyalah suatu kenangan sedangkan masa depan masihlah misteri. Oleh sebab itu, kita harus mawas diri dalam kekinian. Perbuatlah kebajikan sebanyak mungkin di masa saat ini. Ingatlah kita memang perlu cita-cita setinggi langit (masa depan) tapi tetaplah melangkah pada saat ini. Marilah berjuang dalam kekinian.
Semoga Bermanfaat.

Jumat, 22 Mei 2009

Dhammadesana Waisak 2009

Penulis : Grace Chandra
Pada hari Jumat, 15 Mei 2009 dilaksanakan acara perayaan Waisak yang dihadiri oleh Yang Mulia Bhante Dharma Surya Bhumi. Acara diawali dengan pradaksina yang dipimpin langsung oleh Bhante Surya Bhumi. Setelah itu, acara prosesi puja dan penyalaan lilin lima warna pun dilakukan. Setelah kelima lilin warna telah dinyalakan maka acara dilanjutkan dengan pembacaan paritta-paritta suci dan bermeditasi.
Setelah bermeditasi dengan hidmat dilakukan, maka acara dilanjutkan dengan dhammadessana yang disampaikan oleh Yang Mulia Bhante Dharma Surya Bhumi. Pada awal dhammadessananya, bhante mengatakan bahwa pada saat ini kita merayakan kelahiran seorang Buddha. Sebenarnya pada jaman dahulu kelahiran seorang Buddha juga selalu diperingati oleh para dewa-dewi dan makhluk-makhluk suci. Mereka semua melakukan hal ini karena munculnya seorang Buddha itu sangatlah jarang. Pernah dahulu kala dalam rentang waktu satu kalpa tidak muncul seorang Buddha. Buddha pada masa saat ini adalah Buddha Gautama sedangkan Buddha yang akan datang adalah Buddha Maitreya.
Usaha Buddha Gautama dalam berjuang untuk mencapai kebuddhaannya sangatlah..
panjang dan sangat memerlukan suatu tekad yang kuat. Buddha Gautama mencapai kebuddhaannya setelah bertemu 139 orang Buddha. Pada saat Ia telah bertemu 135 orang Buddha, barulah Ia mempunyai tekad untuk mencapai kebebasan. Pada kelahiran-Nya tersebut calon Buddha Maitreya yang merupakan saudara tiri-Nya meninggalkan kehidupan umat awam untuk menjadi bhikkhu. Sedangkan saat itu calon Buddha Gautama tidak dapat menjadi bhikkhu karena Ia terlahir sebagai wanita. Sejak saat itu Ia bertekad agar pada kehidupan-Nya yang berikutnya Ia terlahir sebagai laki-laki sehingga dapat menjadi bhikkhu.
Setelah itu Ia bertemu dengan tiga orang Buddha untuk memantapkan tekadnya. Lalu setelah itu, ia terlahir menjadi pertapa Sumedha yang bertemu dengan Buddha Dipankara. Setelah bertemu dengan 139 Buddha pun Ia masih menunggu 100 ribu kalpa untuk terlahir sebagai Pangeran Siddharta.
Perjuangan Buddha Gautama sangat sungguh berbeda jauh dengan kita. Perjuangan kita dalam kehidupan ini masih tunggang-langgang. Sungguh capai kita mengalami kelahiran yang berulang-ulang di dua puluh tujuh alam kehidupan. Sungguh beruntung pada kehidupan saat ini kita dapat terlahir di alam manusia. Oleh karena itu, di kehidupan sebagai manusia ini kita harus belajar menjadi manusia mulia. Bila gagal kita akan terlahir di alam rendah selama jutaan kalpa. Apabila hal itu terjadi maka kita tidak dapat bertemu dengan Buddha Maitreya.
Kehidupan sebagai manusia sungguh sulit dan singkat. Hal ini pernah diterangkan oleh Buddha kepada muridnya. Buddha bertanya pada muridnya.., “Oh para bhikkhu menurut kalian lebih banyak mana debu yang ada di ujung kakiku atau debu yang ada di dunia ini?.” Muridnya menjawab, “Tentu saja lebih banyak debu yang ada di dunia.” Sang Buddha lalu berkata, “Oh para bhikkhu, begitu pula dengan makhluk yang terlahir di alam yang berbahagia lebih sedikit seperti debu yang ada di ujung kakiku dan begitu banyak makhluk yang terlahir di alam 4 alam yang menyedihkan sama seperti debu yang ada begitu banyak di dunia ini.”
Kehidupan manusia juga sangat singkat dibandingkan dengan masa di alam kehidupan yang lain. Apalagi jika dibandingkan dengan masa kehidupan di alam Brahma. Dalam kehidupan sebagai manusia, kita juga sangat sulit mempertahankan hidup kita. Kita masih saja mengalami sakit walaupun kita makan kenyang dan menikmati makanan. Terkadang makanan yang kita makan itu tidak memenuhi kesehatan sehingga kita pun jatuh sakit.
Dengan melihat fenomena ini dapat kita lihat betapa sulitnya kita mempertahankan hidup kita. Seberapa keras pun kita berusaha, kita masih saja mengalami sakit, tua dan kematian. Selain itu juga dapat melihat bahwa batas umur manusia makin lama makin berkurang. 2553 tahun yang lalu batas umur manusia adalah 100 tahun, sedangkan saat ini batas umur manusia sekitar 75 yahun. Dapat dilihat bahwa setiap 100 tahun batas umur manusia berkurang 1 tahun. Walaupun pengetahuan terhadap kesehatan dan gizi telah meningkat akan tetapi hal itu tidak dapat membuat batas umur manusia menjadi lebuh panjang. Fenomena ini terjadi karena pada saat ini terjadi begitu banyak pelanggaran-pelanggaran sila dibandingkan dengan 2500 tahun yang lalu.
Semoga dengan merenungi bahwa kita sulit mempertahankan hidup kita, dapat membuat kita menjadi bersemangat dalam mempraktekkan dhamma. Latihlah sila dan Samadhi sehingga diperoleh kebijaksanaan yang dapat menutup pintu neraka. Maka jika dunia kita mengalami kehancuran kita akan tetap selamat. Selagi kita mempunyai panca indera yang lengkap, jalankanlah dhamma dengan benar. Dengan cara inilah kita dapat menjadi manusia yang luhur.
Setelah pambabaran dhamma selesai, acara dilanjutkan dengan pemercikan air berkah oleh Bhante Surya Bhumi dan kata sambutan oleh Romo Ang dan Bapak Hemartha. Setelah itu acara peringatan waisak pun ditutup.
Demikianlah uraian peringatan Waisak 2553 B. E. di Vihara Surya Adhi Guna. Semoga bermanfaat.

Selasa, 12 Mei 2009

Wisma Kusalayani


Detik - Detik waisak di wisma kusalayani - Lembang
Pada tanggal 9 Mei 2009 pukul 06.30 WIB, kami PMV SAG (13 orang) berangkat ke Maribaya untuk menghadiri detik-detik Waisak di Wisma Kusalayani. Saat kami tiba, umat yang datang ke tempat Ayya Santini dan Ayya Sila belum terlalu banyak. Akan tetapi, sekitar pukul 10.20 WIB, satu bus umat dari Jakarta pun tiba. Pada akhirnya, Wisma Kusalayani dipenuhi oleh umat dari berbagai penjuru kota. Sungguh luar biasa!

Acara detik-detik Waisak di tempat Ayya Santini dan Ayya Sila ini dimulai tepat pada pukul 10.00 yang diawali dengan acara Pindapatta. Semua umat berdiri mengitari daerah bawah dhammasala untuk memberikan Pindapatta kepada Ayya, para Samaneri dan Anagarika.
Setelah acara Pindapatta selesai, Pukul 10.45 acara dilanjutkan dengan meditasi bersama selama kurang lebih 45 menit yang dipimpin langsung oleh Ayya Santini. Selesai bermeditasi Ayya Santini berkata bahwa memperingati detik-detik waisak adalah untuk memperingati kemenangan Pangeran Siddharta yang merupakan calon Buddha menjadi Buddha. Dahulu ketika Pangeran Siddharta bermeditasi untuk mencapai kebuddhaan, beliau selalu digoda oleh Mara. Mara mengeluarkan berbagai senjata ampuhnya untuk menggagalkan Pangeran Siddharta mencapai kebuddhaan.
Pada saat tadi bermeditasi, kita mungkin mengalami banyak gangguan. Walaupun gangguan kita masih sebatas bunyi panci, suara air, suara anak kecil, dan orang yang batuk. Apabila ketika mendengar suara tersebut kita merasa terganggu berarti diri kita masih belum bisa mengendalikan diri kita. Seharusnya walaupun di luar ramai, tetapi didalam hati kita harus tetap tenang. Janganlah situasi tenang pun di dalam pikiran kita berkecamuk memikirkan sesuatu.
Semoga saja suatu saat kita dapat memenangkan detik-detik kemenangan diri kita sendiri. Detik-detik dimana kita dapat memenangkan diri kita sendiri dan menaklukan diri sendiri.
Setelah mendengarkan masukan dari Ayya santini, Acara lalu dilanjutkan dengan makan siang bersama. Setelah usai makan siang, sekitar pukul 12.00 WIB kami memulai acara kebhaktian Waisak 2553 B.E yang dibuka dengan Prosesi Puja dan Penyalaan Lilin Lima Warna.
Dhammadesana pada acara Waisak ini dimulai oleh pertanyaan dari Ayya Santini. Ayya bertanya kepada kami semua, mengapa Pangeran Siddharta begitu spesial??. Pangeran Siddharta spesial karena pada saat itu merupakan kelahirannya yang terakhir karena Ia akan menjadi Buddha. Seorang calon Buddha mengalami perjuangan yang tidak pernah berhenti. Seperti ketika orang yang akan melewati suatu sungai maka orang tersebut harus berenang tanpa berhenti. Apabila orang tersebut berhenti berenang di tengah-tengah perjalanan maka ia akan tenggelam. Usahakan berenang dengan pelan akan tetapi tanpa henti. Perjuangan yang pelan tetapi tanpa henti akan menghasilkan hasil yang lebih baik daripada cepat di awal tetapi berhenti di tengah jalan. Proses menyeberang yang tanpa berhenti sangat memerlukan suatu kekutan yang besar, kekuatan yang tanpa henti. Siapkanlah perjuangan karena hidup ini adalah suatu perjuangan.
Persiapan untuk menjadi Buddha tidaklah gampang karena diperlukan persiapan yang matang. Kita tidak dapat menjadi hanya karena hanya ingin saja. Keinginan yang tanpa ditindak lanjuti dengan persiapan akan menjadi sia-sia. Ketika jaman Buddha Dipankara, banyak orang yang berkeinginan menjadi Buddha seperti Buddha Dipankara. Akan tetapi mereka semua gagal menjadi Buddha karena mereka hanya berkeinginan saja tanpa disertai persiapan.
Pada kehidupan ini kita sangat beruntung dapat terlahir di alam manusia dan dapat mengenal dharma. Tingkatkanlah sila kita jangan sampai kita merosot. Dahulu ketika Pertapa Asita melihat Pangeran Siddharta pada awalnya beliau tertawa dan lalu menangis. Sang pertapa tertawa karena ia melihat tanda Maha Purisa di badan Pangeran Siddharta dan menangis karena Beliau menyadari bahwa dirinya sudah lanjut dan tidak akan dapat mendengarkan Dhamma yang nantinya akan dibabarkan oleh Buddha.
Nah.., bagaimana dengan diri kita sendiri, apakah kita sama dengan Pertapa Asita??. Kita tertawa karena merasa bahagia karena sudah mengenal dhamma akan tetapi kita menangis karena kita menyadari sudah dekat dengan kematian/ajal kita akan tetapi kita belum juga mempraktekkan dhamma. Jangan sampai kita menangis karena menyesal belum pernah mempraktekan dhamma. Kita hidup sebaiknya jangan asal hidup, akan tetapi harus hidup dengan tujuan. Dengan adanya tujuan hidup yang jelas maka kita dapat bangun bila kita mengalami kegetiran dan kepahitan. Buatlah kegetiran dan kepahitan yang kita alami ini menjadi suatu motivasi untuk membuat diri kita semakin mantap. Janganlah menjadikan uang sebagai tujuan hidup kita. Uang hanyalah merupakan alat untuk membuat hidup kita menjadi lebih baik.
Ayya Santini bercerita di pelatihan meditasi Vipasanna terakhir, yaitu sekitar bulan maret terdapat peserta Vipasanna yang Non Buddhis. Peserta ini selalu bernamaskara di depan rupang Buddha setiap ia memasuki ruang Dharmasala. Awalnya ia melakukan kegiatan namaskara ini karena merasa itu sudah tradisi umat Buddha yang selalu bernamaskara di depan rupang Buddha. Akan tetapi setelah ia melakukan praktek meditasi Vipasanna, ketika acara wawancara ia berkata, “Pantesan umat Buddha namaskara karena Buddha memang pantas untuk dihormati karena ajaran-ajarannya yang sungguh mulia.” Apabila kita sudah mempraktekan dhamma yang kita kenal maka kita akan tahu betapa mulianya dan luhurnya Buddha, Dhamma dan Sangha.
Ada suatu kisah tentang seorang anak bertanya kepada kakeknya bahwa bagaimana ia menjadi baik??. Sang kakek lalu bercerita jika ada dua ekor serigala yang satu serigala putih dan yang satu lagi serigala hitam. Serigala tersebut dapat hidup jika kita beri makan. Oleh sebab itu, jika kau ingin serigala putih yang hidup maka selalu beri makanlah serigala putih dan jangan pernah kau beri makan serigala hitam. Jika kau ingin menjadi baik, kau harus selalu memberi makan benih-benih kebajikan dengan selalu berbuat kebaikan.
Pada akhir dhammadesana ini, Ayya Santini menambahkan cerita tentang pengemis. Kita apabila memberi uang kepada pengemis biasanya hanya uang receh saja. Jika tidak ada uang receh kita tidak jadi berdana. Terkadang kita juga memperlakukan diri kita seperti kita memperlakukan pengemis. Kita selalu menyempatkan diri kita untuk sesuatu yang menyenangkan nafsu indria kita tetapi terkadang sulit menyempatkan diri untuk memberi makan spiritual kita. Kita sempat untuk menonton TV, jalan-jalan di mall akan tetapi sulit untuk datang ke Vihara, bermeditasi. Perlakukan diri kita dengan lebih baik, sempatkan diri untuk hal-hal yang spiritual, yang menembah benih-benih kebajikan kita sehingga kita dapat berenang tanpa henti untuk menyeberangi lautan samsara ini.
Demikian ringkasan detik-detik Waisak di Maribaya, Lembang Bandung.
Semoga bermanfaat bagi kita semuanya.
Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia.












Senin, 11 Mei 2009

Dharmashanti waisak 2009


Dhammasanti Waisak ini diselenggarakan hari Jumat, 8 Mei 2009. Pada malam tersebut digelar drama, tari-tarian, dan nyanyi-nyanyian yang dipersembahkan oleh GABI, Remaja dan Muda-Mudi, serta Bapak dan Ibu Vihara Surya Adhi Guna. Dhammasanti ini diselenggarakan dengan tujuan agar kreativitas yang dimiliki oleh para umat Vihara Surya Adhi Guna dapat tersalurkan. Acara ini juga diharapkan dapat memperat kebersamaan antara para umat Vihara Surya Adhi Guna pada khususnya dan para umat antar Vihara pada umumnya.

Detik - Detik waisak 2009

Detik - detik waisak di Vihara Surya Adhi Guna, Rengasdengklok Sabtu, 9 Mei 2009 berlangsung dengan sangat baik dan tenang. Acara Diawali dengan Penyalaan lilin 5 warna Bapak Hemarta selaku Ketua MBI - Rengasdengklok, lalu Pemimpin kebaktian, Romo Pannajayo, memulai kebaktian dengan pembacaan paritta suci dan Bermeditas selama kurang lebih 30 menit sesaat sebelum detik-detik waisak yang pada tahun ini jatuh pada pukul 11:01:10 Suasana tenang & sejuk terasa pada saat meditasi, umat yang hadir memenuhi seluruh karpet vihara surya adhi guna, sangat padat. Beberapa tamu dari vihara lain terlihat datang mengunjungi vihara untuk ikut merenungi detik-detik waisak. Setelah detik-detik waisak berlalu, tibalah Romo Pannajayo memberikan kata sambutan dan membacakan pesan Waisak dari Ketua Umum Sangha Agung Indonesia, Mahathera Nyana Surya Nadi. ( pesan waisak klik disini! ) Setelah pembacaan pesan waisak, Bpk Hemarta memberikan kata sambutan selamat waisak kepada para umat Buddha yang hadir. Ada pesan yang paling beliau tekankan adalah mengenai kegiatan Dharmashanti waisak yang berlangsung malam sebelumnya, " Sungguh suatu berkah bagi kita semua, khususnya bagi umat vihara surya adhi guna dimana mulai tahun ini kegiatan remaja aktif kembali, setelah beberapa tahun Drama tidak digelar di vihara, waisak tahun ini Drama kembali diadakan. Walaupun kita akui masih banyak kekurangan dari sisi teknis, tapi kita dari pihak pengurus, majelis dan orang tua, sangat mendukung kegiatan ini. Banyak segi positif yang didapat dan yang paling penting adalah kebersamaan dan rasa kekeluargaan antar umat vihara . Generasi muda-mudi adalah generasi penerus pada masa yang akan datang. Kita harus terus memantau dan mendukung semua kegiatan positif yang akan dilakukan oleh para remaja Vihara" Setelah pelimpahan jasa dan penutupan kebaktian, Acara dilanjutkan pada ramah tamah santap siang di vihara. Semoga Bermanfaat

Jumat, 08 Mei 2009

Selamat Waisak 2009

Kami segenap Pengurus :
Majelis Buddhayana Indonesia - Rengasdengklok
Vihara Surya Adhi Guna - Rengasdengklok
Wanita Buddhis Indonesia - Rengsdengklok
PMV Surya Adhi Guna - Rengasdengklok
IPGABI Surya Adhi Guna - Rengasdengklok
beserta simpatisan dan seluruh umat Buddha Vihara Surya Adhi Guna,
Mengucapkan :
Selamat hari Tri Suci Waisak 2009 - 2553 BE
Semoga berkah waisak membuat kita semua terus semangat belajar dan mempraktekan Dhamma.

Selasa, 05 Mei 2009

Bhikkhu silaguto : Banyak masalah jadi Strees?

Kebaktian umum Jumat, 1 mei 2009
Protokol : ibu soan
Penyalahan lilin : Romo Pannavato
Dammapada : ibu lilayani (gatha 103 & 104)
Dhammadesana : Bhikkhu silaguto
Tema: STRESS
Penulis Yessi & Fhanny

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhasa 3X

Kebaktian hari jumat, 1 mei 2009, kali ini dhammadesana di isi oleh bhante silaguto.
Bhante silaguto ini baru berumur 27thn, beliau berasal dari lombok
Bhante mengawali dhammadesananya dengan pertanyaan “apa tujuan kita ke vihara?”
Tujuan kita ke vihara adalah untuk belajar Dhamma ajaran sang Buddha.

Dari minggu ke minggu kita selalu sibuk dengan rutinitas kita setiap hari. Setiap hari kita memberi makan kepada fisik kita, tetepi kita jarang sekali memberi makan kepada batin kita.karena kita terlalu sibuk dengan rutinitas kita setiap harinya. Kesibukan kita sehari-hari menyebabkan kita mudah sekali stress.

Batin seseorang diberi makan dengan cara datang ke vihara, mendengarkan dhamma.

Jika batin kita tidak diberi makan maka kita akan stress. Oleh karena itu memberi makan kepada batin kita itu sangat penting sekali.

Orang yang stress mudah sekali terserang penyakit, dari penyakit yang ringan sampai
dengan yang
serius.

Semua orang pasti pernah mengalami stress,tidak ada 1 orang pun yang tidak pernah stress (Bhante pun pernah mengalami stress), bahkan dulu Sidharta Gautama kita pernah mengalami stress sebelum beliau mencapai penerangan sempurna.

Memiliki pasangan bisa menjadi stress, memiliki anak juga bisa mengalami stress, sekolah bisa stress, memiliki harta yang banyak juga bisa stress karena takut kehilangan hartanya.

Ciri-ciri orang yang stress : tidak bisa tidur dengan nyenyak, makan terasa tidak enak dan tidak bisa menikmatinya, resah, gelisah, takut dan sebagainya.

Banyak orang yang mengalami stress berat sehingga menjadi gila.

Orang yang mengalami stress disebabkan karena tidak bisa menerima apa yang terjadi, tidak bisa menerima perubahan, perbedaan dan sebagainya.

Sebenarnya jika mengalami stress bukan salah siapa-siapa, tetapi itu balik lagi kepada diri kita sendiri, jika kita tidak bisa menerima apa yang terjadi dan selalu menuntut pada orang lain untuk menjadi seperti apa yang kita inginkan

Stress tidak selamanya berdampak buruk tetapi, bagi beberapa orang yang dapat menerima perubahan dan apa yang terjadi dapat menjadi sebuah motivasi di dalam hidupnya agar menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Karena seseorang belajar dari pengalamannya maka orang tersebut merubah pola pikirnya menjadi lebih baik lagi dan semakin maju, inilah yang menjadikan sebuah motivasi.

Pada suatu ketika ada seorang ibu yang terserang penyakit parah, dokter mengatakan bahwa harapan hidupnya tipis, kemungkinan ia hanya bisa hidup beberapa bulan lagi.

Suatu hari ia bertemu seorang bhante, lalu bhante itu memberikan ia beberapa nasehat agar ia bisa sembuh dari sakitnya. Nasehat itu adalah, jangan marah-marah, berpikirlah yang baik, jangan mudah stress, dan selalu tersenyum.

Setelah beberapa bulan kemudian, setelah ia melaksanakan apa yang di katakana bhante tersebut dan mjengubah pola pikirnya dan juga memancarkan metta. Ternyata apa yang di duga oleh dokter ternyata salah. Ia dapat sembuh total dari penyakitnya.

Dari cerita di atas dapat disimpulkan bahwa jika kita stress kita harus berusaha merubah pola pikir kita, kita harus melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk orang-orang di sekitar kita, kita harus belajar menerima perbedaan dan perubahan yang terjadi, jangan mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan.

Jangan selalu kita menyalahkan orang lain tetapi hendaknya kita memeriksa diri kita sendiri, melihat kesalahan orang lain itu sangat mudah tetapi untuk melihat kesalahan sendiri amat lah sulit.

Jika kita memiliki masalah jangan lah kita berlarut-larut dalam kesedihan. Ada sebuah istilah yang berbunyi “kita boleh berpikir tetapi jangan sampai kepikiran”

Berpikir sebelum melakukan sesuatu itu adalah orang yang bijaksana

Guru Buddha mengatakan kita harus mempraktekan Dhamma mulai dari hal-hal yang kecil. Karena dari hal-hal yang kecil kita akan terbiasa dengan hal-hal yang besar

Percuma kalau kita mengerti teori tapi tidak pernah memperaktekannya, maka tidak akan membawa manfaat.

Semoga bermanfaat.

Sabbe satta bhavantu sukhitatta

Minggu, 03 Mei 2009

Kebaktian-Umum 29 Mei 2009 ( launching Buletin )

Kebhaktian Umum, 29 Mei 2009
Protokol : Romo Pannajayo
Penyalaan Lilin Altar : Bapak Aen
Pembacaan Dhammapada : Ibu Enpang
Dhammadesana : Bapak Hemartha

Namo Buddhaya..!

Bapak/Ibu serta saudara/i sedhamma jika kita bertemu dengan kenalan, saudara, atau teman-teman yang sudah lama tidak kita jumpai maka kita dan kenalan, saudara, ataupun teman-teman kita akan saling berkata, “apa kabar?, sekarang kerja dimana?, sudah punya anak berapa?.” Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang akan keluar dari mulut kita dan kenalan, saudara ataupun teman-teman kita. Berbeda jika kita bertemu dengan anggota sangha yang sudah sekian lama tidak berjumpa dengan kita. Beliau akan bertanya, “Sudah sejauh mana tingkat kebijaksanaanmu?, Apakah sudah ada peningkatan kebijaksanaan dibandingkan dulu?.” Apakah selama rentang waktu kita tidak berjumpa dengan anggota sangha kita telah melakukan kegiatan-kegiatan yan menunjang peningkatan kebijaksanaan.
Peningkatan kebijaksanan merupakan tujuan kita agar kita dapat menjadi manusia yang lebih baik dan mulia. Setiap minggu, kita selalu ke Vihara untuk melakukan puja bhakti yang dimana saat puja bhakti kita melakukan pembacaan paritta, meditasi, mendengarkan dhammadesana dan dhammapada. Semoga saja kegiatan ini dapat membuat dirikita menuju peningkatan kebijaksanaan. Semoga kegiatan puja bhakti bukan hanya sebuah ritual saja tetapi menjadi sebuah kegiatan rutinitas yang dapa membuat diri kita menjadi lebih bijaksana.
Bapak Hemartha juga mengatakan bahwa di kebhaktian umum dan remaja sekarang telah terdapat peningkatan tingkat kebijaksanan dalam diri remaja dan bapak/ibu serta saudara/i sekalian. Hal ini merupakan peningkatan yang sangat baik dan perlu dipertahankan dan ditingkatkan lebih lanjut lagi.
Pada kebhaktian malam ini juga buletin setetes embun perdana terbit dan dibagikan secara gratis kepada setiap umat yang hadir. Sebagai tanda launchingnya buletin untuk pertama kali maka dilakukan seremonial penyerahan buletin dari pihak redaksi kepada Ketua MBI cabang Rengasdengklok, Bapak Hemartha Viryajaya dan Ketua WBI Cabang Rengasdengklok Ibu Liangih.
Demikianlah ringkasan kebhaktian umum tanggal 29 Mei 2009. Semoga bermanfaat.

Hari Pendidikan

Kebaktian Remaja - Sabtu, 2 Mei 2009
Protokol : Radhita
Dhammapada : Dwi & Indra
Lilin Altar : Yessica F.S.
Pengarah diskusi : Tommy
Penulis : Tommy

Kebaktian hari Sabtu, 2 Mei 2009 kali ini bertepatan dengan hari pendidikan. Maka dari itu, Saya, yang hari ini diminta untuk mengisi Dhammadesana kebaktian remaja, mengajak para umat untuk berdiskusi tentang pendidikan. Kenapa berdiskusi, karena ada 3 tradisi penting dalam Buddha – Dhamma, yakni :

1. Baca Parrita / mengulang ajaran Guru Buddha.
2. Berdiskusi Dhamma / Ajaran Guru Buddha.
3. Meditasi.

Dengan tradisi tersebut, saya mengarahkan diskusi tentang pendidikan yang kita rasakan dari masa kecil hingga sekarang.
Pada kebaktian kali ini umat yang hadir cukup banyak, mungkin lebih dari 50 orang.
Untuk membagi kelompok diskusi, kelompok dibagi dengan cara pertanyaan sederhana, yakni, kelompok yang sewaktu masa kecil ( masa SD ) sangat niat sekolah, rajin, tanpa harus disuruh oleh orang tua. Ada lebih dari 50 orang yang hadir pada kebaktian kali ini, tapi hanya ada 5 orang yang menyatakan diri nya semasa kecil rajin bersekolah. Grace, Sri Rahayu, Dewi, Angga & Nitta. Hanya kelima orang ini yang dari masa kecil memiliki motivasi untuk belajar ke sekolah.

Kelompok selanjutnya, kelompok yang semasa kecil tidak punya motivasi, bahkan gak kepengen sekolah, dari pertanyaan yang saya tanyakan, tak seorang pun yang menyatakan diri nya semasa SD malas atau bahkan tidak mau sekolah. Saya rasa dari 45 orang ini saya sangat yakin pasti beberapa pasti malas untuk bersekolah, tapi karena gengsi mungkin, jadi tidak ada yang menyatakan dirinya malas untuk sekolah semasa kecill.

Kelompok terakhir, adalah kelompok yang semasa SD, biasa-biasa saja, dalam arti, ya ada males nya, ada rajin nya, tergantung mut, ada juga yang ke sekolah karena paksaan orang tua, ada yang karena ke sekolah ingin bermain bersama teman yang lainnya dan banyak alasan lainnya, yang kesekolah bukan karena motivasi nya untuk betul-betul belajar.

Dari 50 orang yang hadir :
5 Orang menyatakan rajin dan punya motivasi untuk sekolah.

45 orang lainnya, menyatakan ya biasa – biasa saja.

Perbandingan yang saya rasa sangat signifikan. Hanya ada 10 % anak – anak yang sejak SD mempunyai kesadaran yang tinggi untuk belajar.

Dari 45 orang dibagi menjadi 3 kelompok besar, sekitar 15 orang masing-masing dalam satu kelompok.

Setelah kelompok sudah siap untuk berdiskusi, saya melemparkan pertanyaan pada kelompok yang selanjutnya akan mereka diskusikan.

Pertanyaan :

1. Untuk kelompok yang menyatakan dirinya rajin : Kenapa dari masa SD sudah
punya kesadaran untuk rajin & niat sekolah?
Untuk kelompok yang biasa saja, ya kenapa kurang termotivasi untuk datang ke sekolah?

2. Untuk kedua kelompok, Cita – cita atau angan – angan apa yang semada SD dipikirkan?

3. Seberapa pentingkah pendidikan?

Tiga pertanyaan tersebut dilemparkan pada kelompok dalam waktu 5 menit, setelah itu juru bicara dari masing2 kelompok akan memaparkan jawaban mereka pada 3 pertanyan tersebut. Yang agak berbeda pada diskusi-diskusi sebelum nya, kali ini saya sendiri memilih juru bicara dari masing-masing kelompok, kenapa? Karena banyak orang yang mempunyai potensi berbicara di depan umum tapi biasanya, saat diskusi mereka hanya diam, mengandalakan temannya yang sudah biasa berbicara. Pada diskusi kali ini, saya menunjuk secara acak dan mendadak pada saat kelompok tersebut mendapat giliran.

Untuk kelompok yang biasa saja, ya kenapa kurang termotivasi untuk datang ke sekolah?

Fanny : Saya biasa-biasa aja ke sekolah, karena mama saya juga gak menekankan untuk jadi juara kelas, yang penting setelah lulus sekolah , gak bodo- boda banget.
Nanda: Biasa – biasa aja, karena emang tidak ada yang terlalu menarik di sekolah.
Adrian: Sekolah itu kadang ada Mut dan gak Mutnya, kalo lagi mut, ya jadi rajin, tapi kalo gak mut, ya males belajar, kalo dari orang tua saya she, mama saya sering nyuruh saya belajar.Tapi ya balik lagi sama Mut nya tadi.
Errick: Saya memang dari kecil males untuk pergi ke sekolah.

Untuk kelompok yang menyatakan dirinya rajin : Kenapa dari masa SD sudah punya kesadaran untuk rajin & niat sekolah?

Sri Rahayu : Kenapa dari kecil rajin ke sekolah, karena banyak hal menyenangkan di sekolah, trus lagi kalo saat nya masuk sekolah, kita dapet uang jajan, kalo liburkan, gak dapet…, lalu setiap kenaikan kelas bisa beli tas dan peralatan sekolah yang baru, dan kalo dari masalah belajarnya, sangat termotivasi untuk dapet nilai yang lebih bagus kalo ada temen yang lain dapet nilai lebih bagus dari saya.

Untuk kedua kelompok, Cita – cita atau angan – angan apa yang semada SD dipikirkan?

Grace : Waktu kecil cita-cita saya kepengen jadi Dokter, tapi dengan berjalan seiringnya waktu, pada masa SMA, pelajaran biologi, saya tidak suka pada saat bedah – membedah, ngeliat suntikan aja ngeri, apalagi membedah, jadi saya urungkan niat saya untuk jadi dokter. Lalu terpikir untuk jadi Konsultan kimia, ya dari situ saya masuk ke fakultas teknik kimia di Umniversitas Parahyangan. Setelah lulus saya bekerja beberapa tahun dan sekarang saya membantu usaha orang tua saya. Jadi, cita-cita saya terus berubah, Anicca.

Melissa: Kalo saya mah, pengen jadi apa aja, yang penting bisa ngebahagiain orang tua.
Sidhi: Saya pengen jadi apa aja deh yang penting bisa ngebahagiain orang tua. Abisnya kalo mikirin cita-cita, keburu pusing kalo ngeliat nilai-nilai di sekolah. Jadi dokter, nilai biologi saya jelek, jadi arsitek, nilai matematika juga jelek. Pusing lah kalo mikirin cita – cita.
Irwin: Waktu kecil , cita-cita saya kepengen jadi tentara, karena seru maen tembak-tembakan, tapi sekarang saya malah takut tembak-tembakan.Jadi cita-cita saya sekarang , masih bingung.
Errick: Kalo dari kecil, saya gak punya cita-cita. Tujuan saya Cuma satu, mengikuti procedural keluarga saya, yakni, lulus SD, SMP, SMA dan S1, setelah itu cita-cita saya sekarang adalah punya duit banyak.
Sri Rahayu: Sebagian anak bilang mau ngebahagiain orang tua, tapi sebagian bilang gak dipaksa sama orang tua untuk dapet nilai bagus/dapet juara kelas, tapi justru yang bisa anak-anak yang masih sekolah lakuin untuk membahagiakan orang tua, ya dengan dapet nilai yang bagus.

Seberapa pentingkah pendidikan?

Yessica F.S.: Pendidikan penting banget, apalagi jaman sekarang.
Antoni: Pendidikan formal gak gitu penting, contoh nya mama saya , Cuma lulusan SD, tapi bisa sekolahin anak nya sampe lulus universitas.
Tommi E : Pendidikan formal penting, tapi ada gak pentingnya juga, contohnya bahasa sunda, buat apa kita belajar bahasa sunda?pas kerja kan gak kepake.Lalu pada matematika, buat apa kita belajar MATRIKS? Jadi pendidikan formal itu harusnya, pendidikan yang penting dan kepake pas kita lulus sekolah nanti untuk bekal kerja.
Errick: Pendidikan sangat penting. Jaman dulu mungkin orang lulus SD bisa punya toko, bisa sekolahin anak-anaknya sampe tinggi, tapi jaman sekarang sulit.,tanpa pendidikan, anda akan jadi sampah!
Dewi: Pendidikan penting.
Nitta: Pendidikan sekolah sangat penting baik yang formal/informal.
Angga: Kalo pendidikan nya bagus, pasti masa depan nya bagus.
Sri Rahayu : pendidikan formal n informal itu menurut saya penting banget
kenapa formal penting ? y karena klo kita ga skul, pasti otak kita itu jd tumpul
jd klo bisa, sekolah itu harus setinggi2nya
ampe s2, s3, s4, atau bahkan es teler kalo ada
selama mash sanggup biaya nya dan ada niat, harus skolah setinggi2nya
terus yg informal knp penting??
ya karena pendidikan formal yang ga di barengin sama pendidikan nonformal itu, ga bagus juga
contoh : ada anak yang di skul nya pinterrrrr banget tapi sopan santun nya ga ada
kan sopan santun itu lebih di ajarin di home
terus contoh nya ke vihara
meskipun pinter tapi moral nya jelek pun jadi ga bagus
jadi harus sama seimbang antara pendidikan formal & nonformal ,jadi intinya dua-dua nya itu penting!

Banyak sekali opini tentang pendidikan , orang tua kita akan bangga jika anak-anaknya sekolah tinggi, dari status sosial, saya sendiri, memandang pendidikan sangat penting,

Pendidikan yang dimaksud bukan hanya pendidikan uang didapat di sekolah, tapi juga pendidikan dari orang tua, pendidikan dari orang tua, vihara, kursus, seminar, organisasi, tempat kerja, dan lain-lain.

seperti pada Manggal Sutta,

Berpengetahuan dan berketerampilan,
Terlatih baik dalam tata susila,
Dan bertutur kata dengan baik,
Itulah berkah utama.

Guru Buddha, pada manggala sutta menyatakan bahwa pendidikan sangat penting. Untuk kualitas kehidupan yang lebih baik. Dengan semakin majunya pendidikan, semakin maju pula teknologi, tapi proses ini belum tentu pula diimbangin dengan kemajuan kualitas hidup manusia. Kenapa? Karena hasil dari teknologi seperti pisau, apabila digunakan dengan benar, pisau akan sangat bermanfaat, jika difungsikan sebagai pemotong sayuran, buah , tambang dll.. tapi pisau juga juga bisa digunakan sebagai alat pembunuh. Pada teknologi yang sekarang sangat berkembang, yakni internet, internet sangat bermanfaat dalam hal informasi, tapi internet juga bisa disalah gunakan pada penggunaan situs-situs dewasa, virus dan penipuan kartu kredit. Pembuat situs-situs tersebut, orang pintar, apa orang bodoh?

Yang pasti mereka adalah orang pintar, tapi tidak memiliki prinsip :

kemajuan teknologi = kemajuan kualitas hidup

Sama hal nya dengan pendidikan, pendidikan yang baik menghasilkan teknologi yang baik, tapi hasil dari teknologi harus betul-betul didasari pada dasar nya, yakni kemajuan teknologi untuk kemajuan kualitas hidup.

Semoga terus maju pendidikan Bangsa, pendidikan Umat Buddha, dan terus mengembangkan teknologi demi kemajuan kualitas hidup.

Semoga Bermanfaat.

Search