Jumat, 31 Juli 2009

Ayya Santini Talkshow : Bertemu Penderitaan, bertemu kebijaksanaan?

Talkshow,
Bertemu Penderitaan, bertemu kebijaksanaan?
Tanggerang, 26 Juli 2009
Pembicara :
1.Y.M. Bhikkhuni Santini Thera
2.Bpk. Dr Cornelis Wowor
3.Harry Sutanto

Penulis : Tommy ( Facebook )

Pada hari minggu tanggal 26 Juli 2009, kami remaja PMV Surya Adhi Guna, mendapatkan kesempatan yang sangat baik untuk mengikuti Talkshow dengan tema : “Bertemu Penderitaan, Bertemu kebijaksanaan?”.. Talkshow ini diadakan oleh para pengurus Vihara Sanghamitta Karawang dalam rangka penggalangan dana pembangunan Vihara Sanghamitta. Talkshow sebelumnya diadakan di Kota Karawang beberapa bulan yang lalu.
Progress pembangunan Vihara Sanghamitta hingga saat ini sudah pada berdirinya bangunan Vihara yang begitu megah. Di kompleks perumahan Resinda Karawang.
Tapi tentu pembangunan masih membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk itulah panitia pembangunan Vihara Sanghamitta mengadakan Talkshow ini sebagai salah satu langkah untuk mencari dukungan berupa Biaya pembangunan.

Kami begitu bersemangat pergi ke kota Tanggerang walaupun agak jauh dari kota kami, Rengasdengklok. Perjalanan yang menempuh jarak hampir 150 Km dengan waktu lebih dari 2 Jam 30 Menit. Beberapa anak SMP pun bersemangat untuk mengikuti Talkshow ini. Mungkin karena rasa ketertarikan mereka untuk belajar Dhamma, membuat mereka tetap semangat walau jarak & waktu yang begitu jauh dan lama.

Sesampai di lokasi, panitia menyambut kami dengan bingkisan kue dan salam sambil menunjukan tempat duduk yang tersedia untuk kami. Banyak tokoh dari kalangan Buddhist terlihat menghadiri talkshow amal ini. Diantaranya Pak Handaka Vijananda, Bpk Oka Diputra, Para Pengurus Vihara Sanghamitta Karawang dan para Upasaka kota Tanggerang. Setelah beramah tamah dan kata sambutan, Beberapa saat kemudian talkshow yang kami tunggu-tunggu pun dimulai.

Pada Sesi pertama ini, diawali oleh Bpk Cornelis Wowor. Beliau adalah seorang tokoh Buddhist yang sudah tidak asing lagi. Beliau memulai sesi ini dengan berbicara tentang kebijaksanaan.
Kebijaksanaan antara satu orang dengan orang yang lain sungguh sangat berbeda, sehingga, mengajar Dhamma pada banyak orang sekaligus adalah hal yang sangat sulit dilakukan, dengan pertimbangan perbedaan tingkat kebijaksanaan orang-orang tersebut.
Suatu ketika, saat di bandara, Bpk Wowor bertemu dengan umat non-Buddhist yang menanyakan tentang sebuah pertanyaan yang sengaja untuk menjatuhkan umat Buddha, umat tersebut bertanya : “ Pak, kenapa umat Buddha mau mengikuti Pangeran Siddharta? Padahal, Pangeran Siddharta adalah orang Konyol yang meninggalkan anaknya yang baru lahir,istri dan keluarganya untuk mencari sesuatu yang belum pasti Ia dapatkan, bukan kah itu tindakan Konyol?.. ” Mendengar pertanyaan tersebut, Pak Wowor mengerti bahwa orang tersebut bertanya untuk sengaja bertanya untuk menjatuhkan konsep Buddhisme, tapi dengan pintarnya, Pak Wowor menjawab : “ Saya Setuju dengan anda!” Mendengar pertanyaan tersebut, orang tersebut melongo, lalu Pak Wowor meneruskan, “ Agama Buddha meneladani dan mencontoh apa yang diajarkan oleh Buddha Gautama, bukan Pangeran Sidharta, Pangeran Sidharta belum sempurna.”
Pak wowor juga berbicara tentang berbagai macam manusia dalam hal kebijaksanaan,

Ada 4 tipe manusia dalam hal perkembangan kebijaksanaannya, yakni:
1. Orang yang tanpa diberitahu, bisa muncul kebijaksanaan dengan sendirinya
2. Orang yang harus diberitahu sedikit, lalu baru muncul pengetahuan dan kebijaksanaannya.
3. Orang yang harus dilatih, diberitahu secara berkesinambungan sampai pada akhirnya tumbuhlah kebijaksanaanya.
4. Orang yang sudah dilatih secara berkesinambungan, diberitahu dengan cara apapun, tapi tetap tidak mendapatkan pencerahan & kebijaksanaan.

Tipe orang yang ke-4 inilah yang sangat sulit untuk menemukan kebijaksanaan.
Ada cerita menarik mengenai 4 tipe manusia dalam hal kebijaksanaan. Kita semua mungkin sering mendengar nama SOCRATES, filsuf Yunani kuno yang merupakan pemikir dan bisa memberikan banyak solusi untuk banyak orang.
Istri Socrates adalah istri yang sangat cerewet pada suaminya, orang lain yang melihat Socrates yang sering dimarahi oleh istrinya, berpikir bahwa Socrates hidup dengan penuh penderitaan. Kehidupan keseharian Socrates adalah dengan memberikan pengajaran ditempat-tempat umum kepada banyak orang. Suatu ketika, istri Socrates yang cerewet sakit, lalu Socrates menjadi murung dan tidak bersemangat. Socrates tidak lagi banyak memberikan ide-ide cemerlangnya di depan umum. Lalu salah seorang temannya bertanya pada nya, “ Kenapa engkau menjadi murung dan tidak bersemangat? ” lalu Socrates menjawab, “ Hari ini istri ku sedang sakit. ” Temannya keheranan , “Loh bukannya bagus kalo istrimu sedang sakit, jadi tidak ada lagi yang cerewet dan sering memarahimu?”.. Lalu Socrates menjawab, “ Justru itu dia, Ide-ide cemerlangku ikut hilang bersama dengan cerewetnya istriku. Jadi aku menjadi sangat tidak bersemangat. ”

Dari kisah ini, kita mengetahui bahwa kebijaksanaan seseorang dalam menyikapi setiap kejadian, sangat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pak Wowor sambil bercanda berkata : “ Maka dari itu, anda semua, seorang istri, haruslah cerewet pada suami, supaya muncul ide-ide suami yang cemerlang. Yang sudah cerewet, harus labih cerewet lagi. ” Para umat yang hadir pun tertawa.

Lalu Talkshow ini dilanjutkan dengan pelelangan sebuah Puisi Dharma, karya Bapak Oka Diputra. Beliau merupakan sesepuh umat Buddha Indonesia, beliau pernah menjabat sebagai Anggora MPR-RI pada masa Presiden B.J. Habiebie dan pernah menjabat sebagai DirJen PemBimas Hindu-Budha.

Sebelum lelangnya dimulai, Bapak Oka diputra sengaja tampilkan ke depan untuk bercerita tentang sejarah latar belakang sajak Dharma tersebut.

Dulu ketika beliau masih tinggal di tempat asalnya di Bali, beliau mempunyai kekasih yang sangat cantik. Lalu Pak Oka, harus kuliah ke Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karena hal ini lah, membuat pasangan ini harus menjalani pacaran jarak jauh. Hanya setahun sekali Pak Oka pulang ke Bali. Tahun pertama, tahun ke-dua, perjalan mereka berjalan lancar-lancar saja, tapi setelah tahun ke-tiga, ternyata sang kekasih Pak Oka, diam-diam berpacaran lagi dengan teman Pak Oka sendiri. Rasa sakit hati pun tak tertahankan, karena kesal, pak Oka berniat untuk bunuh diri dengan mencemplungkan diri di selat Bali. Pada saat beliau bersiap di kapal laut untuk mencemplungkan dirinya, beliau melihat ombak yang sangat besar, ombak tersebutlah yang membuat Pak Oka menjadi takut dan mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Beberapa waktu kemudian, ada sebuah kegiatan latihan meditasi Vipassana yang dibimbing langsung oleh Ashin Jinarakhita di Vihara Watugong Semarang. 18 hari beliau mengikuti meditasi tersebut dengan sabar dan sampai pada selesainya, beliau mendapatkan pelajaran amat berharga mengenai kehidupan dari meditasinya, bahwa hidup terus berubah dan harus siap untuk menerima perubahan tersebut. Setelah meditasi selesai, akhirnya beliau berniat untuk bertemu dengan mantan kekasihnya dan temannya untuk berdamai. Lalu niatnya itu pun terkabul, lalu beliau membuat sajak yang berjudul “Sinar Dhamma yang menyelamatkan hidupku” .
Pak Oka berkata “Semoga Puisi ini bermanfaat untuk pembangunan Vihara Sanghamitta.” Lalu lelang pun dimulai, lelang sajak ini dimulai dengan harga Rp. 1 Juta Rupiah. Lelang berlangsung seru hingga harga sajak tersebut menjadi Rp. 10 Juta Rupiah yang dimenangkan oleh Handaka Vijjananda.

Harry Sutanto

Setelah lelang Sajak selesai, Sesi pembicara berikutnya pun dimulai, pembicara yang selanjutnya adalah Bapak Harry Sutanto. Beliau merupakan salah satu pembicara dan motivator yang berasal dari kalangan Buddhist. Sejumlah prestasi pernah beliau raih dan sekarang aktif sebagai pembicara motivasi ke berbagai instansi, Pemerintah, swasta, Universitas dan lain-lain.

Pada sesi ini Bpk Harry Sutanto bercerita mengenai MARA dan Buddha,
Suatu ketika Buddha sedang berdiam diri di gua tempatnya untuk bermeditasi. Banyak orang yang dating ke gua tersebut untuk meminta nasehat kepada Sang Tathagatha. Salah satunya adalah MARA sang penggoda. Dari kejauhan Bhante Ananda melihat Mara dan kebinggungan apa yang harus dilakukan apabila Mara bernit untuk menemui Sang Tathagatha, lalu Bhante Ananda bertanya pada Sang Tathagatha, apa Mara diijinkan masuk untuk menemui Sang Tathagatha? Lalu Sang Tathagatha menjawab, “ Persilahkan masuk Ananda, sediakan teh juga untuk kami.” Lalu Mara pun dipersilahkan masuk untuk berbincang-bincang dengan Sang Tathagatha. Mara mengatakan, “Sang Tathagatha aku Iri melihat mu begitu dipuja oleh banyak orang karena mereka menganggap Engkau sangat berguna bagi mereka, bagaimana kalo kita bertukar posisi saja? Aku menjadi Sang Tathagatha dan engkau menjadi Mara” Lalu Sang Tathagatha menjawab “ Oh, Mara, kita tidak perlu bertukar posisi, ” Aku tetaplah Sang Tathagatha dan enkau tetap lah Mara. Engkau pun sangat berguna bagi kehidupan mereka. Rasa kesal, Amarah, Penderitaan yang ,mereka hadapi sangat bermanfaat sebagai tantangan untuk perkembangan bathin mereka untuk menjadi lebih baik lagi. Arti sebuah kesuksesan adalah bisa melewati tantangan tersebut. Jadi engkau pun sangat bermanfaat untuk mereka.”
Harry Sutanto menegaskan bahwa, penderitaan, kesusahan yang kita dapatkan adalah vitamin yang menguatkan kita untuk terus menjadi lebih baik.
Lalu Pak Harry Sutanto kembali bercerita tentang sebuah cerita di kerajaan,
Kerajaan jaman dahulu, biasanya dikelilingi oleh sebuah sungai yang besar, dan untuk memasuki istana, kita harus melewati sungai tersebut dengan jembatan yang bisa dibuka dan ditutup di istana.
Sang Raja pada masa itu sudah berusia tua, dan raja tersebut hanya memiliki seorang putri tunggalnya. Sang raja kebingungan, siapa yang akan meneruskan tahta kerajaannya. Ditengah kebingungannya, para mentri kerajaan menyarankan Sang raja untuk menikahkan putrinya dengan laki-laki terbaik di negrinya untuk meneruskan tahtanya. Dan sang Raja pun menyetujui hal tersebut. Lalu diumumkan lah ke seluruh negri tentang sayembara untuk menjadi menantu Raja. Raja mencari laki-laki terbaik yang mampu melewati tantangannya untuk menjadi Suami dari putrinya, yang dikemudian hari nanti akan menjadi raja.

Pada saat hari sayembara tersebut, pintu dan jembatan menuju istana ditutup rapat. Sehingga orang tidak dapat memasuki istana. Orang-orang dari seluruh negri berdatangan. Lalu tantangan pun diumumkan, barang siapa mampu masuk ke istana untuk menemui Sang raja di istana, dialah yang akan menjadi Menantu raja. Orang berpikir, tantangan tersebut sangat lah mudah, tapi ternyata jembatan dan pintu masuk istana ditutup, sehingga untuk memasuki istana, harus melewati sungai yang mengelilingi istana. Orang-orang bersiap berenang, tapi,.. ternyata kesulitan itu makin menjadi ketika terlihat ada buaya yang kelaparan menunggu di sungai. Kerumunan orang semakin banyak, tapi tak ada satu pun yang berani berenang menuju istana. Beberapa saat yang agak lama, orang-orang hanya melihat ke sungai dan Sang raja dari atas istana pun hanya memperhatikan orang-orang yang berdatangan semakin banyak, tapi tidak satupun berani untuk berenang. Lalu tiba-tiba ada suara sesuatu yang masuk ke dalam sungai, perhatian semua orang tertuju ke sumber bunyi tersebut, dan ternyata yang jatuh ke sungai itu adalah orang, sebutlah “ Acun ”, Acun berenang sekuat tenaga untuk mencapai sungai di tepi istana. Sampai akhirnya Acun berhasil mencapai tepi dengan selamat. Setibanya di tepi istana, orang-orang bertepuk tangan, dan Sang raja menyambut Acun,
“ Selamat, anda telah berhasil melewati tantangan saya, sekarang apa yang anda inginkan?.. ” sambil mengigil dan kecapean, Acun terdiam. Lalu Sang raja berkata “ jendral di kerajaan kita sudah sudah tua, anda masih sangat muda, apa anda mau menggantikan jendral di kerjaan ini?”.. sambil mengigil, Acun menjawab : “ Ti ti tidak Raja, saya tidak mau! ”.. lalu Sang raja menawarkan Acun menjadi perdana mentri di istananya , lalu Acun menjawab : “ ti ti tidak Baginda, saya tidak mau posisi itu. ”..
“ohhhhhh, anda mau menikahi putri saya kalo begitu?..” Lalu acun menjawab: “ Ju ju juga tidak Baginda. ”… “ Lancang kamu Acun ”, marah Sang raja. “ Lalu apa yang kamu mau?.. kenapa kamu rela berenang kesini? Dan berhasil melewatinya. ”.. lalu acun menjawab : “ sa sa saya hanya ingin tau siapa yang mendorong saya sampai jatuh ke sungai itu.”.. mendenger jawaban Acun para umat tertawa.

Dan maksud dari cerita ini adalah, begitu banyak orang yang sejak lahir atau pada waktu tertentu mengalami keadaan yang terpaksa, terpaksa hidup susah, terpaksa harus bekerja keras, tapi apabila orang tersebut dapat menyikapnya dengan bijaksana, maka ia akan bertemu dengan jalan yang baik.
Penderitaan adalah obat untuk menjadi semakin kuat untuk melewati kehidupan ini.
Semoga bermanfaat.

Lalu talksshow dilanjutkan dengan pelelangan sebuah lukisan. Dan lukisan ini berhasil dijual dengan harga Rp. 11.500.000,-.

Selanjutnya, pembicara yang saya tunggu-tunggu, mungkin sudah agak lama, sudah hamper 2 tahun saya tidak pernah lagi menghadiri ceramah Ayya Santini. Ayya santini adalah Bhikkhuni kelahiran Rengasdengklok beliau juga pernah mendapat pernghargaan dari PBB sebagai salah satu wanita yang luar biasa.

Pada awal Dhammadesananya, Ayya santini menjelaskan bahwa kunjungannya kali ini di kota tanggerang bukanlah semata-mata untuk mencari dana. Tapi juga untuk berbagi Dhamma.

“ Pada talkshow kali ini saya meminta panitia untuk berbicara diawal, kenapa?.. karena kalo bicara diawal, berarti saya tinggal menarik kesimpulan pada pembicara-pembicara sebelumnya. Sama halnya dengan yang saya lakukan saat menjadi pembicara di Manado. ”
Pada Talkshow kali ini, Ayya santini menjelaskan ada 4 tipe manusia dalam hal perkembangan kualitas bathin atau kebjiksanaan.

1. Orang yang kualitas bathin nya dari terang ke terang.
2. Orang yang kualitas bathin nya dari gelap ke terang.
3. Orang yang kualitas bathin nya dari terang ke gelap.
4. Orang yang kualitas bathin nya dari gelap ke gelap.

Kualitas bathin yang patut dicontoh adalah kualitas bathin yang pertama. “ Saya sering kali bertemu dengan orang yang seperti nomor diatas. Terlahir dari keluarga yang baik, lalu membawa diri ke kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Saya juga percaya bahwa anda semua yang hadir pada talkshow hari ini, ada yang seperti itu. ”

Apabila kita bukan menjadi orang dalam kualitas bathin yang pertama, menjadi golongan yang ke dua pun tidak apa. Karena orang tersebut tetap mendorong diri untuk ke arah yang lebih baik.

Tipe orang yang nomor 3 ini, sungguh sangat disayangkan. Terlahir di keluarga yang sangat baik dari sisi ekonomi, dari sisi spiritual dan dari keharmonisan keluarga, tapi karena bergaul dengan orang yang salah dan menyenangi kehidupan yang kurang bermanfaat, sehingga akhirnya menuju ke jalan yang gelap. Sungguh hal ini sangat disayangkan.

“Tapi dari 3 tipe yang saya sebutkan barusan, tipe yang nomor 4 adalah tipe yang paling-paling sangat tidak baik.” Tandas Ayya Santini.

Hendaknya kita sebagai umat Buddha terus berjuang untuk mencapai pembebasan. Menuju kearah yang terang.

Demikianlah ringkasan yang dapat saya tuliskan.
Semoga bermanfaat.

Rabu, 29 Juli 2009

Perayaan Asadha 2009 : YM Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera

Perayaan Asadha 2009
Rest. Alam Sari Karawang
Panitia : Vihara Buddha Guna Karawang
Dhammadesana : Y. M. Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera
Penulis : Grace Chandra (facebook)

Pada hari sabtu malam minggu tanggal 25 juli 2009 merupakan hari berbahagia bagi umat Buddha kota Karawang dan sekitarnya. Hal ini dikarenakan pada hari tersebut diadakan suatu Perayaan Hari raya Asadha 2553 B. E. di Rest. Alam sari yang diselenggarakan oleh Vihara Buddha Guna Karawang. Pada acara perayaan dihadiri oleh sekitar dua belas anggota sangha dan Dhammadesana pada acara tersebut diisi oleh Y. M. Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera.
Acara ini dimulai dengan sekilas profil Vihara Buddha Guna dan kegiatan yang telah dilakukannya dari masa lalu hingga masa yang sekarang. Kemudian setelah itu Bhikkhu Sangha memasuki ruang puja bakti dimana pada saat itu semua umat berdiri untuk menyambut kehadiran Bhikkhu Sangha. Setelah itu acara dilanjutkan dengan acara laporan Ketua Panitia oleh Sdri. Rita.
Usai acara penyampaian laporan Ketua Panitia, acara dilanjutkan dengan penyalaan lilin altar oleh Bhikkhu Sangha dan pembacaan paritta-paritta suci yang terdiri dari Namaskara Patha, Aradhana Tisarana dan Pancasila, Buddhanussati, Dhammanussati, Sanghanussati, Saccakiriya Gatha dan Asadha Puja. Kemudian setelah membacakan Asadha puja, acara dilanjutkan dengan meditasi yang dipadu oleh Bhikkhu Sangha.
Usai bermeditasi, para umat memanjatkan Aradhana Dhammadesana untuk meminta tuntunan Dhamma dari Bhikkhu Sangha. Akhirnya Dhammadesana disampaikan oleh Y. M. Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera. Beliau mengawali Dhammadesana dengan bersikap hening sejenak dan dengan tenang para umat menunggu bimbingan Dhamma yang akan Beliau sampaikan. Beliau lalu mengatakan bahwa seperti yang kita ketahui hari raya Asadha yang jatuh pada bulan Juli ini mempunyai arti yang sangat penting. Pada Asalha Purnama, Guru kita yaitu Guru Buddha membabarkan Dhamma untuk pertama kalinya kepada lima orang pertapa di Taman Rusa Isipatana. Oleh karena itu kita sering menyebut hari raya Asadha sebagai hari Dhamma.
Akan tetapi sebenarnya hari raya Asadha perlu dikenal sebagai hari Sangha juga. Mengapa???.
Hal ini dikarenakan pada Asalha Purnama Guru Buddha untuk pertama kalinya mengangkat murid yaitu lima orang pertapa yang terdiri dari Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanamma, dan Asajji. Pengangkatan murid ini dilakukan dengan pentahbisan yang sederhana yaitu pentahbisan Ehi Bhiikkhu. Pada hari raya Asadha inilah awal terbentuknya Sangha. Pada saat itulah Tiratana telah menjadi lengkap yaitu Buddharatana, Dhammaratana, dan Sangharatana.
Kondanna merupakan murid Buddha yang paling tua dan merupakan murid yang paling pertama kali mencapai tingkat kesucian pertama yaitu Sotapanna. Panca Vaggiya ini mencapai tingkat kesucian pertamanya setelah mendengarkan khotbah Sang Buddha tentang empat kebenaran mulia (Cattari Arya Saccani). Empat kebenaran mulia ini terdiri dari Dukkha, sebab Dukkha, lenyapnya Dukkha dan jalan menuju lenyapnya Dukkha.
Guru Buddha pernah berkata kepada Anuradha dalam Samyutta Nikaya, “Anuradha, dahulu dan sekarang hanya ini yang Aku ajarkan yaitu tentang Dukkha dan lenyapnya Dukkha.” Dalam 25 abad ini sudah banyak pemikiran-pemikiran baru dan sudah banyak pemikiran yang tenggelam. Walaupun demikian ajaran Buddha tetap ada, TIDAK TENGGELAM. Ajaran Buddha makin lama semakin menarik bagi setiap orang untuk semakin mendalaminya lebih dalam…dalam… dan dalam lagi. Hal ini dikarenakan oleh ajaran Buddha yang bersinggungan langsung dengan kehidupan kita yaitu penderitaan.
Di dalam kehidupan bermasyarakat ini tentu saja tidak ada dari kita yang mau hidup menderita. Semua orang ingin melenyapkan Dukkha, penderitaan yang ada dalam diri kita. Akan tetapi ironisnya saat ini banyak sekali orang-orang yang bukan berjuang melenyapkan penderitaan secara total tetapi hanya menutup-nutupi penderitaannya. Pada saat kita tertekan kadang perbuatan yang spontan kita lakukan adalah sesegera mungkin menutup penderitaan tersebut. Sebenarnya menutup penderitaan yang kita lakukan adalah sesungguhnya adalah menutupi penderitaan yang satu dengan penderitaan yang lainnya yang jauh lebih besar dan dasyat.
Contoh : Ketika kita marah dan bermasalah dengan seseorang kita menutupi masalah itu dengan pura-pura tersenyum walaupun di hati tidak memaafkan orang tersebut dengan tulus. Penderitaan yang awalnya kita tutup-tutupi ternyata tanpa kita sadari muncul suatu dendam yang baru yang lebih besar dan lebih dasyat dibandingkan sebelumnya. Hal ini dapat terjadi karena kita tidak mengetahui dengan benar apa sebab penderitaan kita dan bagaimana mengatasinya dengan benar. Guru Buddha telah mengajarkan kebenaran (Ariya Sacca) ini kepada kita. Guru agung telah memberikan suatu petunjuk nyata bagaimana mengatasi penderitaan yang benar.
Buddha mengajarkan kepada kita agar jangan berbuat jahat hindarilah perbuatan membunuh, mencuri, Asusila, berbohong, memfitnah, dan mabuk-mabukan yang menyebabkan lenyapnya kesadaran. Janganlah kita suka merendahkan kejahatan dengan menganggap berbuat kejahatan kecil tidaklah masalah. Hal ini dikarenakan jika kita selalu terbiasa dengan kejahatan-kejahatan kecil yang selalu kita lakukan maka kejahatan kecil itu menjadi suatu sifat kebiasaan kita. Dengan begitu maka kita akan terbiasa untuk selalu berbuat kejahatan.
Sesuai dengan bunyi Dhammapada gatha 121, “Jangan meremehkan kejahatan walaupun kecil, dengan berkata: ‘Perbuatan jahat tidak akan membawa akibat.’ Bagaikan sebuah tempayan akan terisi oleh air yang keruh yang dijatuhkan setetes demi setetes, demikian pula orang bodoh yang sedikit demi sedikit memenuhi dirinya dengan kejahatan .”
Kita juga jangan suka meremehkan kebajikan kecil yang telah kita lakukan. Hal ini sesuai dengan bunyi Dhammapada gatha 122, “Janganlah meremehkan kebajikan walaupun kecil, dengan berkata: ‘Perbuatan bajik tidak akan membawa akibat.’ Bagaikan sebuah tempayan akan terisi oleh air yang jernih yang dijatuhkan setetes demi setetes., demikian pula orang bijaksana yang sedikit demi sedikit memenuhi dirinya dengan kebajikan.”
Di dalam kehidupan sehari-hari biasakanlah diri kita dengan jangan bepikiran buruk. Awalnya berpikir yang buruk saja tetapi lama kelamaan perbuatan dan ucapan kita sama buruknya denga pikiran kita. Hal ini sesuai dengan peribahasa inggris yang berkata, “Awalnya hanya I want….I want… I want… lama kelamaan berubah menjadi I will… I will… I will..” Oleh karena itulah jangan pernah membiasakan diri kita dengan mempunyai keinginan-keinginan dan pikiran yang jahat.
Lalu setelah menjalankan perbuatan-perbuatan kebajikan apakah kita akan langsung terlepas dari penderitaan????. Memang benar dan baik kita berbuat bajik terus menerus tetapi sudah cukupkah untuk mengatasi penderitaan???., Memang benar dan sunguh sungguh benar orang yang tidak berbuat jahat… dan memang benar seseorang berbuat kebajikan. Akan tetapi sesungguhnya hal itu tidak cukup untuk melenyapkan penderitaan.
Penderitaan tetap berjalan walaupun seseorang telah banyak berbuat kebajikan jika Ia tetap memiliki keinginan-keinginan yang tidak dapat dibendung. Segala keinginan-keinginan yan tidak terbendung dapat menimbulkan kebencian, kemarahan dan kejahatan baru. Keinginan timbul karena keakuan yang tidak dapat dikendalikan.
Sebagai contoh ada seorang donatur besar yang memiliki nama besar dan cukup banyak dihormati oleh masyarakat datang telat di suatu acara sehingga ia tidak mendapatkan tempat duduk paling depan. Ia merasa tersinggung dan segera pulang, tidak mau mengikuti acara tersebut dan menuntut kepada panitia agar memohon maaf kepadanya. Masyarakat yang melihat kelakuan sang donatur merasa jengkel dan menganggap rendah sang donatur. Dapat dilihat dari kejadian ini keakuan sang donatur yang tidak dapat dikendalikan membuat dirinya menderita oleh kemarahannya dan menderita karena dianggap tak beretika dan sombong oleh masyarakat.
Lalu pada kesempatan acara lainnya sang donatur kembali diundang dan Ia kembali datang terlambat sehingga tidak dapat tempat duduk. Akan tetapi pada kesempatan ini Ia tidak marah karena tidak mendapat tempat duduk. Ia malah dengan rendah hatinya bersedia duduk di belakang dengan umat biasa. Umat yang melihat kejadian ini menjadi menaruh hormat dan kagum kepadanya. Sang donatur yang melepas keakuannya maka Ia dapat terbebas dari penderitaan.
Kemelekatan dengan keakuan mendatangkan penderitaan kepada kita. Lalu bagaimana caranya agar kita dapat menghilangkan keakuan sehingga kita dapat terbebas dari penderitaan???. Keakuan tidak dapat dilenyapkan dengan pengetahuan filosofis dan intelektual saja. Mengerti dengan terang dan jelas tentang aku (ANATTA) tidak dapat menyebabkan keakuan lenyap.
Keakuan dapat dilenyapkan dengan kesadaran. Kewaspadaan yang ada dalam diri kita akan membuat keakuan tenggelam. Oleh karena itu ketika keakuan muncul dalam diri kita SADARI….SADARI… KETAHUI….KETAHUI….. Jangan menghakimi keakuan, jangan membencinya tetapi cukup sadari dan ketahui saja kehadirannya. Semakin disadari maka sedikit demi sedikit Ia akan tenggelam dan lenyap dari diri kita. Begitu juga bila kemunculan keserakahan, kebencian dan kebodohan di dalam diri kita selalu kita sadari dan ketahui maka sifat-sifat jahat ini akan tenggelam dan lenyap diri kita. Dengan begitu maka kita akan terbebas dari penderitaan.
Kesadaran atau kewaspadaan dapat kita peroleh dengan jalan meditasi. Oleh karena itu berlatihlah meditasi dalam kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan kewaspadaan kita. Jangan pernah berpikir bahwa kita bermeditasi hanya untuk memperoleh ketenangan, keheningan ataupun wahyu. Pemikiran serperti itu adalah salah. Meditasi kita latih dan kembangkan guna meningkatkan kewapadaan sehingga kita dapat hidup berbahagia.
Dengan bermeditasi kita akan mencapai suatu kebijaksanaan yang menuntun kita kepada kebebasan sejati. Oleh karena itu latihlah meditasi dan kembangkanlah dalam kehidupan sehari-hari. Memang benar walaupun kita sudah bermeditasi kita akan tetap merasakan suatu kesakitan (Contoh walaupun sudah bermeditasi kaki kita tetap terluka bila jatuh) akan tetapi kita tidak menderita. Sesuai dengan bahasa inggris yang mengatakan “It’s Pain But No Suffer.”
Demikianlah Dhammadesana dari Y. M. Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera. Kemudian acara dilanjutkan dengan persembahan lagu dari paduan suara Vihara Bodhi Diepa, Cikampe, dana paramita, penyerahan amisa puja dan pelimpahan jasa. Setelah itu pemercikan tirta oleh Bhikkhu Sangha kepada umat pun dilakukan. Sebagai penutup, acara ditutup dengan pembacaan paritta Ettavata dan Namaskara Patha.
Ternyata masih ada satu acara kejutan sebelum Bhikkhu Sangha meninggalkan ruangan. Acara kejutan tersebut adalah acara ungkapan mudita cita atas ulang tahun ke-55 Y. M. Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera. Sungguh acara terakhir yang tak kalah menarik dari acara-acara sebelumnya. Kami seluruh umat bernyanyi dan berdoa bersama agar Y. M. Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera selalu sehat dan berbahagia.
Demikianlah ringkasan acara perayaan Asadha 2553 B. E. yang diselenggarakan oleh Vihara Buddha Guna, Karawang. Sebagai penutup kami sangat mengucapkan terima kasih kepada Vihara Buddha Guna yang telah menyelenggarakan suatu kegiatan yang sungguh luar biasa dan bermanfaat. Semoga kita semua dapat memetik semua manfaat dari kegiatan yang telah dilakukan dan Semoga ringkasan ini bermanfaat. Sadhu…Sadhu…Sadhu…

Selasa, 28 Juli 2009

Romo Pannajayo : 10 Racun kehidupan

Kebhaktian umum, 24 juli 2009

Protokol : Romo Pannajayo
Pembaca Dhammapada : Ibu Empang (Gatha 197 dan 198)
Dhammadesana : Romo Pannajayo
penulis : Grace Chandra

Malam ini dalam Dhammadesananya, Romo Pannajayo membahas tentang “Sepuluh Racun Kehidupan”. Artikel ini merupakan karya Pdt. D. M. Peter Lim S. Ag, MBA, Msc. yang beliau baca dari media cetak Lumbini Edisi 03/V/2009.

Mengapa kita tidak bahagia? Penyebabnya kita hanya tahu apa yang harus kita lakukan untuk menjadi orang yang bahagia, tetapi tidak tahu mengapa kita tidak bahagia. Perasaan tidak bahagia sebenarnya adalah “Penyakit” yang harus segera disirnakan, antara lain:
1. LARI DARI KENYATAAN. Salah satu wujud nyata ketidak-dewasaan adalah lari dari kenyataan, dan ada kalanya mengkambing hitamkan atau menuding orang lain atas kesalahan yang diperbuat. Kondisi ini, selain merugikan orang lain, juga diri sendiri, karena kelemahan yang dimiliki akan semakin menambah, serta dibenci oleh siapapun juga.

2. TAKUT. Ingatlah 99 % hal yang kita cemaskan tidak pernah terjadi. Keberanian adalah pertahan diri paling ampuh. Gunakan analisis intelektual dan carilah solusi dari setiap masalah melalu sikap mental yang benar. Keberanian merupakan proses re-edukasi. Yang perlu ditakuti dalam hidup ini, hanyalah hiri: malu berbuat jahat dan ottappa: takut akan akibat dari perbuatan jahat.

3. EGOIS. Selain, selalu mengganggap bahwa bahwa dirinya adalah yang terbaik, juga tidak peduli dengan kesusahan atau penderitaan orang lain adalah salah satu ciri khas dari orang-orang yang egois. Orang yang egois, pasti akan jauh dari kebahagiaan karena ketidak mampuannya memberi atau membuat orang lain bahagia.

4. BOSAN. Agar kondisi ini tidak sampai timbul, satu-satunya cara adalah kreatif, yang selain senang/suka mengawali sesuatu yang baru juga mau menerima tantangan serta menghadapi tantangan serta menghadapi rintangan.

5. RENDAH DIRI. Untuk menghilangkan kondisi ini, tiada cara lain yang harus diperbuat selain meyakini bahwa setiap orang selalu memiliki 2 (dua) sisi yang bertolak-belakang. Si A bisa saja plus (lebih) di bidang A, B, dan C, tetapi di bidang D, E atau F, bisa saja dia minus (kurang). Ringkasnya, sebodoh-bodohnya orang. Pasti ada kelebihannya. Pantaskah kita rendah diri?.

6. SOMBONG. Dalam hidup ini, tidak satupun yang pantas disombongkan karena selain keberadaanya tidak kekal, juga tidak menjamin akan menimbulkan kebahagiaan. Misalnya: Si A kaya raya, pintar atau rupawan, pastikah dia akan bahagia dengan kondisi ini? Atau akankah kondisi ini permanen keberadaannya?.

7. TIDAK PERCAYA DIRI. Umumnya, orang-orang yang sukses tidak hanya semata-mata mengandalkan keahlian yang dimiliki, tetapi juga didukung dengan rasa percaya diri. Contoh yang paling sederhana adalah akankah si A, B, atau C yang piawai di bidang komputer meraih sukses karena tidak adanya percaya diri?.

8. MALAS. Salah satu faktor penyebab kegagalan adalah kemalasan, yang enggan atau tidak mau mengawali atau berusaha lebih optimal. Bagaimanapun piawai/ pakarnya diri seseorang, jika penyakit malas selalu berada di sisinya, maka semua peluang akan sirna dari kehidupannya. Dia akan senantiasa berada di jalur gagal/derita.

9. PICIK. Berwawasan sempit, picik dan selalu berkeyakinan bahwa dirinya adalah yang terbaik, merupakan salah satu penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan untuk meraih kesuksesan atau kebahagiaan hidup, Realitanya, baik atau tidaknya diri seseorang sangatlah ditentukan oleh apa yang ia kontribusikan dan bukan semata-mata karena penampilan luar.

10. BENCI. Penyakit kronis ini selain menurunkan stamina fisik (jantung berdebar, sulit tidur atau berkonsentrasi, dll), tetapi juga akan menghilangkan sifat-sifat mulia. Logikanya penyakit batin yang sangat destruktif ini, sudah seharusnya disirnakan sendini mungkin, karena seharusnya disirnakan sedini mungkin, karena keberadaanya selain menyusahkan diri sendiri, juga makhluk hidup lainnya. Satu-satunya cara yang tepat adalah dengan senantiasa mengembangkan cinta kasih yang universal.

Jika Kita ingin meraih kebahagiaan yang hakiki maka sirnakanlah segera sepuluh racun kehidupan ini. Demikianlah ringkasan kebhaktian umum, 24 Juli 2009. Semoga Bermanfaat.

Vihara Sepi : 20 Menit?.. Terasa Lama..

Kebaktian remaja, Sabtu 25 Juli 2009
Penulis : Tommy

Sebelum hari ini, Grace Chandra meminta saya untuk mengisi kebaktian remaja kali ini, karena sebagian pengurus PMV Surya Adhi Guna, mengikuti Perayaan Hari Asadha 2553 B.E./2009 yang diadakan oleh Vihara Buddha Guna Karawang di Restoran Alam Sari Karawang, Y.M. Bhikkhu Pannavaro Mahathera menjadi Magnet para umat Buddha kabupaten Karawang dan sekitarnya. Kepiawaian, Kebijaksanaan dan pengetahuan dalam membabarkan Dhamma yang membuat para umat berbondong-bondong bersemangat mengikuti perayaan Asadha ini. Begitu pula yang terjadi di Vihara Kami, 2 mobil bis disediakan Vihara untuk mengantar umat Vihara Surya Adhi Guna ke Restoran Alam Sari yang berjarak sekitar 30 KM. Karena itulah, kebaktian remaja kali ini menjadi sepi.

Saya datang pukul 19:30, Antoni sudah mengatakan bahwa, hari ini tidak ada kebaktian, tapi mengingat amanat yang diberikan oleh Saudari Grace Chandra, saya pun tetap datang. Sesampainya di Vihara, ternyata benar, hanya ada Tommy Efendi dan Irwin Vj. Ditambah saya, Antoni & Agil kami menjadi hanya 5 Orang saja. Tapi walau hanya dengan 5 orang, kami tetap semangat, kami berniat untuk berlatih meditasi bersama. Sebelum berlatih meditasi, kami membaca parrita yang dipimpin oleh Saudara Antoni.

Diawal meditasi, kami sepakat durasi untuk bermeditasi adalah 20 menit. Timer pun saya input angka 20 menit, dan saya menekan tombol start untuk memulai meditasi.

Beberapa menit berlalu, pikiran saya mulai berkelana, berpikir tentang kerjaan dikantor, berpikir tentang tulisan apa yang akan saya muat di BLOG ini, karena hanya meditasi dengan umat 5 orang ini apa yang bisa saya tulis??... Tidak lama kemudian,
sakitlah kaki saya, kesemutan, pegel dan perasaan yang mengatakan untuk menyudahi meditasi yang saya lakukan. Tapi teman-teman yang lain tetap tenang, hal itu lah yang membuat saya tetap bertahan untuk tidak bergerak dan sabar menahan rasa sakit dari kaki, apalagi sekarang perut saya yang semakin gendut, membuat duduk semakin tidak nyaman ditambah pula sekarang jarang bermeditasi, 20 menit terasa amat lama, kadang saya berpikir, apa Timer nya tadi lupa saya START, apa timer nya RUSAK? kok gak bunyi-bunyi, 20 menit terasa lama sekali.

Sampai akhirnya terdengarlah suara yang membuat hati saya terasa LEGA, yakni bunyi TIMER yang menunjukan waktu bermeditasi selama 20 menit sudah usai.

20 Menit menjadi sangat lama, karena saya sudah sangat jarang bermeditasi. Saya renungkan, "hidup ini kan mesti dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk bermeditasi, kapan saya bisa mulai konsisten berlatih?..kalo 20 menit saja terasa amat lama dan membuat resah."

Saya harus mampu meluangkan waktu untuk berlatih meditasi.

Setelah beberapa saat, Irwin berkata "Saya kira TIMER nya sengaja dimatiin sama Ko. Tommy, lama banget, sampe sakit neh kaki."
Teman-teman yang lain ketawa, lalu Antoni berkata " Meditasi se-jam, 30 menit,dan 20 menit, rasanya sama ya,
sama-sama lama!".

Sesi yang memang keliatan kurang menarik, tapi apabila direnungkan, meditasi 20 menit kali ini menjadi bermanfaat untuk saya dan teman-teman yang lain. Meskipun tidak dalam hal peningkatan kualitas bathin, tapi minimal dalam 20 menit tersebut kami menjalankan Pancasila Buddhis dengan baik. seusai sesi 20 menit tersebut juga membuat rasa persaudaraan antara teman-teman yang lain menjadi lebih baik dan berkesan.

Akhirnya kami menutup sesi meditasi kali ini dengan membacakan Namaskara Gatha.
Semoga Bermanfaat.

Rabu, 22 Juli 2009

Nyanagupta Shi Xue Zhi : Aplikasikanlah Buddha Dhamma dalam kehidupan sehari-hari

Perayaan Hari Raya Asadha 2553 B. E. / 19 Juli 2009
Vihara Surya Adhi Guna, Rengasdengklok

Protokol : Romo Pannajayo
Dihadiri Anggota Sangha :
Y. M. Bhante Dhammacando
Y. M. Bhante Nyanagupta
Dhammadesana : Y. M. Bhante Nyanagupta (facebook)
Penulis : Grace Chandra
(facebook)

Hari raya Asadha merupakan hari pemutaran roda Dhamma untuk pertama kalinya kepada lima orang pertapa di Taman Rusa Isipatana. Sebenarnya hari Asadha merupakan hari raya yang penting tapi terkadang Hari Asadha terkesan biasa-biasa saja dan malah terkadang dilupakan. Hari Asadha sebenarnya hari ulang tahun Buddha Sasana. Dengan adanya peristiwa pemutaran roda Dhamma maka kita saat ini mengenal Dhamma.
Dhamma membuat kita tidak mempunyai cara pandang yang salah dalam mengarungi kehidupan sehari-hari. Cara pandang yang salah contohnya adalah pemboman J. W. Marriot. Pelaku yang melakukan pemboman tersebut mempunyai pandangan yang salah sehingga melakukan tindakan pengeboman yang memakan korban nyawa.
Saat pertama kali kita mendengar berita pengeboman ini mungkin kita merasa kesal kepada pelaku pengeboman dan merasa kasihan dengan para korban. Sebenarnya kita seharusnya jangan merasa kesal kepada sang pelaku melainkan merasa kasihan juga kepada para pelaku. Mengapa??. Kita kasihan karena sungguh malang diri mereka sudah terlahir di lingkungan yang salah sehingga membuat mereka mempunyai pandangan salah. Kasihan kepada mereka karena tidak dapat mengerti Dhamma sehingga mampu melakukan tindakan yang menyakitkan. Seharusnya kita mengasihi dan mencintai mereka yang telah berbuat kesalahan kepada kita??. Mampukah kita melakukan cinta kasih tanpa batas??. Apakah kita mampu mengembangkan cinta kasih kepada orang yang melakukan kejahatan pembunuhan??

Lalu Y. M. Bhante bercerita bahwa Beliau pernah membaca sebuah cerita mengenai perang Vietnam dari Y. M Thich Nhat Hanh. Dahulu pada perang Vietnam terdapat seorang gadis berumur 20 tahun yang diperkosa oleh bajak laut. Sang gadis belia yang masih polos dan tidak mengerti apa-apa lalu bunuh diri dengan terjun ke laut. Ketika mendengar cerita ini Y. M. Thich Nhat Hanh awalnya merasa jengkel tetapi setelah mengembangkan cinta kasih tanpa batas akhirnya beliau malah berbalik kasihan kepada para bajak laut.
Y. M. Thich Nhat Hanh akhirnya berpikir para bajak laut sungguh kejam dan tidak bermoral karena pada saat itu mereka tumbuh dalam lingkungan yang tidak kondusif. Mereka tidak mengenal dhamma sehingga mereka tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Sunggguh kasihan mereka yang tidak mengerti akan Dhamma.
Pada dewasa ini orang hanya mengerti Dhamma sampai intelektual saja. Mereka mengenal Dhamma hanya sebagai religi dan tidak mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Seharusnya dhamma dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga bisa mengubah diri kita menjadi seseorang yang lebih baik.
Dalam mengarungi kehidupan kita mempunyai suatu kebiasaan. Biasanya energi kebiasaan kita yang kita miliki sangat kuat dan kita terbiasa akan sifat-sifat jelek kita. Tidak gampang untuk mengikis energi kebiasaan jelek yang kita miliki. Proses mengikis energi kebiasaan yang jelek tidaklah segampang seperti kita membalikkan tangan. Perlu proses yang kontinu dan kesabaran sehingga kita dapat mengikis energi-energi kebiasaan yang tidak baik.
Para praktisi yang berlatih mempraktekkan Dhamma diibaratkan seperti bunga mangga atau telur ikan. Seperti yang kita ketahui bahwa pohon mangga ketika berbunga banyak sekali bunganya tetapi tidak semua bunga mangga yang berhasil menjadi buah mangga. Hanya sebagian kecil dari bunga mangga yang berhasil menjadi buah mangga. Begitu juga dengan ikan ketika bertelur sungguh banyak bisa mencapai ribuan telur ikan. Tetapi dari ribuan telur ikan yang menjadi ikan hanya sebagian kecil. Seperti itulah para praktisi dhamma, memang banyak praktisi dhamma tetapi yang mencapai keberhasilan (tingkat kesucian) sangatlah sedikit.
Lalu bagaimana caranya agar kita para praktisi dapat berhasil dalam berlatih??. Sang Buddha sudah memikirkan hal ini yaitu dengan membuat suatu komunitas Sangha. Guru Buddha mengetahui bahwa berlatih bersama dengan suatu komunitas lebih mudah dibandingkan berlatih sendiri-sendiri. Sebagai contoh bila tidak berada dalam komunitas yang mendukung terkadang kita lebih mudah terserang oleh rasa malas. Kita mungkin malas bangun jam 4 pagi untuk langsung melakukan meditasi tetapi ketika kita melakukannya dalam suatu komunitas maka kita mampu melakukannya.
Suatu komunitas bukanlah hanya komunitas Sangha Monastik juga. Kita haruslah membangun suatu komunitas pesamuan umat awam. Pesamuan umat awam ini berguna untuk mengontrol dan tempat untuk berjuang bersama-sama. Bagi yang menyukai meditasi buatlah komunitas meditasi bersama-sama, begitu juga bagi yang menyukai paritta buatlah komunitas membaca paritta, dan seterusnya. Dengan adanya komunitas ini maka Dhamma akan semakin sering dipraktekkan.
Dalam mengarungi kehidupan pastilah mengalami permasalahan. Jika kita mengalami permasalahan yang tidak menyenangkan janganlah kita tidak menyukai dan membencinya. Sebenarnya dibalik sesuatu yang tidak menyenangkan tersebut ada pelajaran yang dapat kita ambil. Sebagai contoh Buddha tidak pernah membenci Mara walaupun Mara selalu mengusik dan mengganggu-Nya. Perlu kita tilik bahwa dengan mengetahui dan waspada adanya Mara suatu sifat yang tidak baik maka Buddha pun berusaha untuk selalu tidak terpengaruh oleh Mara. Dengan usaha Guru Buddha maka Guru Buddha mencapai Nibbana.
Lalu Y. M. Bhante memberikan empat tips yang dapat kita lakukan jika kita dihadapi suatu masalah, yaitu:
1. Kita harus belajar menghadapi permasalahan itu. Terkadang jika ada masalah kita sering kali menutup mata dan tidak mau tahu. Atau walaupun menerima, kita menerima permasalahan dengan rasa jengkel. Kedua sikap seperti ini jangan kita lakukan. Kita harus mampu menerima permasalahan dengan perasaan tulus.
2. Belajar untuk menerima permasalahan itu
3. Menyelesaikan permasalahan
4. Melepaskan permasalahan

Semoga dengan cara ini maka semoga gesekan-gesekan dengan orang lain dapat berkurang. Aplikasikanlah Buddha Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari diri kita lalu keluarga lalu komunitas kia sehingga mereka merasakan indahnya Dhamma. Semoga kita dapat merealisasikan Tanah Suci Kita.

Demikianlah ringkasan Dhammadesana pada perayaan Asadha 2553 B. E. di Vihara Surya Adhi Guna, Rengasdengklok. Semoga bermanfaat.

Senin, 20 Juli 2009

Samanera Abhasaro : Perubahan

Kebaktian Remaja, 18 Juli 2009
Protokol : Widya
Dhammadesana : Samanera Abhasaro
Penulis : Tommy ( Facebook )

Hari ini adalah hari yang sungguh sangat istimewa, Kami dengan bangga dan berbahagia kedatangan Samanera Abhasaro, Samanera yang nama sebelumnya adalah Mirad Nurdin, sekarang menjadi Samanera Tetap di Vihara Mendut Jawa Tengah.
Samanera sebelumnya adalah salah satu umat Buddha yang berasal dari Vihara Surya Adhi Guna, kepemimpinan, prestasi, kesabaran, ide dan banyak sumbangsih Mirad Nurdin, sangat berperan besar untuk Persaudaran Muda-mudi Vihara Surya Adhi Guna. Hingga sekarang menjadi Samanera, beliau tidak lupa untuk menengok kami untuk sharing Dhamma di saat liburan semesternya di Lembaga Pendidikan Sangha di Vihara Mendut.

Pada pagi hari, tepat pukul 08.00 WIB, umat Vihara Surya Adhi Guna, diberikan kesempatan oleh Samanera untuk memberikan dana makanan, kegiatan ini disambut baik oleh umat Vihara Surya Adhi Guna dengan berdana makanan.

Pada Awal Dhammadesananya, Samanera memulainya dengan Video Liputan Bhante Adiratano tentang kehidupan sehari-harinya sebagai Bhikkhu. Video ini tidak jauh berbeda dengan rutinitas dan kegiatan sehari-hari Samanera di Vihara Mendut.

Kegiatan sehari-hari Samanera saat ini adalah belajar di Lembaga Pendidikan Sangha Vihara Mendut, Senin sampai Jumat digunakan untuk belajar berbagai macam mata kuliah. Bahasa, Sutta, Meditasi dan lain lain sebagai nya. Pada hari sabtu & minggu, kadang keluar ceramah ke daerah Temanggung , Muntilan dan sekitarnya.
>

Disiplin dan bersikap anggun Sangha, terus dilaksanakan oleh Samanera dalam kegiatan sehari-harinya sekarang di Vihara Mendut.

Video Pembukaan Kegiatan Bhante Adhiratano tersebut membuka tema Dhammadesana mengenai perubahan. Lagi-lagi Video ditayangkan untuk memudahkan Para umat yang hadir untuk mengerti perubahan apa yang dimaksud, video tersebut menyangkan tentang seorang wanita yang melahirkan seorang anak yang terbang, lalu pada saat terbang tersebut menjadi remaja ,dewasa, tua dan akhirnya jatuh di kuburan. Seperti itulah hidup.
Lahir – Tua – Sakit dan Mati. Kahidupan ini tidak pasti, yang pasti adalah perubahan itu sendiri.
Yang terpenting adalah proses dalam menjalani kehidupan ini. Ada banyak jalan, sebagai perumah tangga, atau sebagai Bhikkhu atau samanera. Tapi Guru Buddha menyarankan untuk melakukan 3 hal :
1. Berbuat kebaikan dengan berdana.
2. Berbakti pada orang tua
3. Fokus melatih diri dengan menjadi Bhikkhu, Samanera atau Athasilani.

Lalu pertanyaan Samanera bertanya pada para umat yang hadir : “ Anda mau mempraktekan semua nya? ”… Kebanyakan umat menjawab, “dua sudah cukup samanera!”.. Bhante menjawab : “ Menjadi umat perumah tangga sebenarnya lebih sulit ketimbang menjadi Bhikkhu atau samanera, Banyak masalah yang akan timbul dalam kehidupan perumah tangga.Tapi kenapa anda semua, yang masih muda, lebih memilih untuk mencoba hidup berumah tangga?.. ”

Memang betul, menjadi umat pun bisa mencapai kesucian, tapi sungguh sulit.
Banyak urusan ini, urusan itu. Kalau menjadi Bhikkhu atau samanera, waktu nya lebih banyak dan lebih focus.

Hidup kita terus berubah,

Dulu menggunakan minyak wangi, sekarang minyak angin.
Dulu mengorbankan kesehatan demi kekayaan, sekarang mengorbankan kekayaan demi kesehatan.
Dulu mengintip melalui lubang kunci, sekarang melihat melalui kacamata.
Dulu menuntun orang, sekarang dituntun orang.

Pesan Samanera :
Untuk anak-anak yang masih muda, belajarlah, kejar impiannya. Sebagai contoh seorang dokter, yang praktek memerikasa pasiennya, hanya bekerja sebentar sudah mendapat banyak uang. Kelihatannya enak, tapi harusnya kita melihat dari sisi perjuangannya saat masih kuliah, sekolah menuntut ilmu. Motivasi tersebut yang harus di teladani dan dipraktekan.
Semoga Bermanfaat.

Rabu, 15 Juli 2009

Fery Karsilo : Nilai Moral & Asusila telah merosot

Kebhaktian Umum, 10 Juli 2009

Protokol : Silvia Indra Jaya (facebook)
Penyalaan Lilin Altar : Bpk. Aen
Dhammapada : Grace Chandra
(facebook)
Dhammadesana : Fery Karsilo (facebook)
penulis : Grace Chandra
(facebook)

Pada awal sharing dhamma, Saudara Ferry berkata bahwa saat ini makin banyak kejahatan yang terjadi. Dahulu sikap ramah dan toleransi mudah ditemui, sedangkan pada saat ini sudah susah untuk ditemui. Saat ini orang sangat mudah sekali terpancing emosinya.
Saudara Fery lalu melanjutkan sharing dhammanya dengan cerita “Hidup ini Bukan Seperti VCD Player.” Cerita ini mengisahkan seorang anak yang kehilangan tangannya akibat emosi ayahnya yang tak terkontrol. Pada suatu hari sang ayah pulang ke rumah sambil membawa truk baru. Sang anak yang melihat truk baru tersebut merasa penasaran dan bermain-main dengan truk tersebut layaknya mainan baru baginya. Sang anak yang sedang memegang palu lalu memukul-mukulkan palunya ke truk tersebut hingga truk baru itu menjadi rusak. Ayah anak tersebut marah melihat kelakuan anaknya ini. Sang ayah karena emosi lalu mengambil palu dan memukulkan palu tersebut ke tangan anaknya sampai tangan anak tersebut berdarah-darah.
Melihat kondisi anaknya tersebut sang ayah tersadar dan kemudian segera membawa anaknya ke rumah sakit. Sayang sekali kondisi tangan anak tersebut tidak dapat diselamatkan lagi. Tangan anaknya harus diamputasi karena tulang-tulang tangannya sudah hancur akibar dihantam palu. Anak kecil itu setelah sadar lalu berkata pada ayahnya, “Ayah.., aku minta maaf karena telah merusak truk baru ayah. Lain kali aku tidak akan nakal lagi dan tidak akan pernah merusak barang ayah lagi. Sekarang aku sudah minta maaf ayah, sekarang kembalikanlah tanganku, ayah. Tolong ayah kembalikan tanganku!!.” Sang ayah yang mendengar perkataan ini menjadi
sedih dan menyesal akan perbuatannya. Melihat kenyataan bahwa tangan anaknya tak mungkin dapat utuh seperti semula maka ayah ini pun depresi dan memutuskan untuk bunuh diri.
Cerita ini menggugah kita untuk bertanya kepada diri kita masing-masing, “Sudah berapa banyakkah kita menyakiti orang tua, pasangan, dan teman kita sendiri?.” Hidup ini tidak seperi VCD yang dapat diputar balik. Segala ucapan dan perbuatan yang buruk, yang menyakitkan orang tua, pasangan, dan teman kita sangatlah tidak mungkin kita tarik kembali. Oleh karena itu kontollah emosi diri kita sendiri. Jangan sampai emosi yang tak terkontrol menyakitkan orang lain.
Setelah cerita ini saudara Fery lalu bercerita tentang sang anak yang meminta waktu ayahnya untuk menemaninya selama satu jam. Di sebuah keluarga terdapat seorang kepala keluarga yang sukses dan mapan sehingga selalu tidak ada waktu untuk menemani anaknya. Akhirnya pada suatu hari ketika Ia baru saja pulang dari kantor, anak laki-lakinya bertanya, “Ayah…, sebenarnya berapa gaji ayah selama satu jam?.” Sang ayah yang capai dan mendengar pertanyaan anaknya ini langsung marah dan menghardik anaknya, “Untuk apa kamu bertanya mengenai hal itu. Anak kecil tidak perlu tahu. Sana pergi kamu ke kamar dan tidur.” Sang anak dengan lesunya beranjak dan di dalam kamarnya anak tersebut menangis.
Ayah anak tersebut akhirnya tersadar dan merasa kasihan dengan anaknya. Ia langsung mendatangi kamar anaknya dan berkata, “Maaf nak, Ayah sudah memarahi kamu. Kalau kamu ingin tahu gaji ayah 50 ribu selama satu jam.” Anak tersebut berkata, “Oh.., ternyata gaji ayah 50 ribu selama satu jam. Ayah, boleh tidak aku minta uang sebesar 25 ribu. Tolong ayah berikan aku uang sebesar 25 ribu saja..” Sang ayah yang sudah merasa bersalah dan kasihan dengan anaknya maka langsung saja memberikan 25 ribu kepada anaknya. Anak tersebut gembira dan kemudian membuka lemari belajarnya untuk mengambil uang tabungannya yang sebesar 25 ribu juga. Lalu anak tersebut memberikan uang tabungannya dan uang pemberian ayahnya dan lalu berkata, “Ayah ini ada uang 50 ribu untuk ayah. Tolong ayah, setelah ayah menerima uang ini, tolong temani aku selama satu jam saja. Aku kangen dengan ayah.”
Dari cerita ini kita dapat melihat bahwa seorang anak perlu perhatian untuk disayangi. Lalu saudara Fery bertanya, “Sudah cukup atau belum perhatian Bapak/Ibu kepada anak?.” Pertanyaan ini tentu saja dapat kita jawab dan renungkan di dalam diri kita masing-masing.

Kemudian saudara Fery membahas tentang fenomena-fenomena yang banyak terjadi pada masa sekarang ini. Fenomena-fenomena bencana yang terjadi sebenarnya merupakan akibat dari moralitas diri kita sebagai manusia telah menurun. Fenomena ini telah diatur oleh lima hukum niyama.yang terdiri dari Utu Niyama, Bija Niyama, Kamma Niyama, Cita Niyama dan Dhamma Niyama.
Sebenarnya kita dapat terhindar dari fenomena-fenomena alam yang membahayakan seperti fenomena gempa bumi, gunung meletus, dll dengan jalan mempraktekkan cinta kasih tanpa batas. Saudara Fery bercerita tentang Buddha Tsu Zhi yang mampu menyebarkan cinta kasih tanpa batas. Hal ini perlulah kita contoh dan praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mempraktekkan cinta kasih dapat dipastikan kita dapat terhindar dari fenomena-fenomena alam yang membahayakan seperti fenomena gempa bumi, gunung meletus, dll. Lalu Ia bertanya apakah kita sudah sanggup menyebarkan cinta kasih tanpa batas. Hal ini perlu kta renungkan sehingga kita semakin terpacu untuk memancarkan cinta kasih tanpa batas di dalam kehidupan kita sehari-hari.
Salah satu praktek memancarkan cinta kasih adalah dengan memberikan maaf kepada orang lain. Kita kadang sering kali berpikir bahwa dengan memberikan maaf berarti kita telah kehilangan sesuatu karena telah memberikan sesuatu kepada orang lain. Pemikiran ini salah karena sesungguhnya tidaklah demikian. Sesungguhnya dengan memberi maaf kita mendapatkan sesuatu untuk batin kita. Dengan memberikan maaf berarti kita telah mengurangi sifat dosa dalam diri kita.
Sebagai akhir dari sharing dhammanya, saudara Fery mengatakan bahwa kesimpulan dari sharing dhammanya adalah bahwa kita harus waspada karena nilai-nilai moral, cinta kasih dan susila telah merosot. Oleh Karena itu tebarkanlah “Metta”. Jadilah umat Buddha yang sejati.
Demikianlah Sharing Dhamma pada kebhaktian umum 10 Juli 2009. Semoga bermanfaat.

Senin, 13 Juli 2009

Yogi Gunawaro Diskusi : Pancasila Buddhis

Kebaktian Remaja 11 Juli 2009
Protokol : Tommi Effendi
( Facebook )
Dhammapada : Nanda & Mira
Pengarah Diskusi : Yogi Gunawaro ( Facebook )
Penulis : Tommy ( Facebook )

Kebaktian kali sungguh menarik, seminggu sebelumnya sudah direncanakan akan diisi oleh saudara Errick atau Saudara Putu, apabila Errick tidak bisa hadir, tapi lagi-lagi Saudara Errick tidak dapat hadir dan sehari sebelum kebaktian, saudara Putu pun mengonfirmasi tidak dapat mengisi kebaktian remaja di Vihara Surya Adhi Guna.
Tapi sangat beruntung Kebaktian remaja kali ini tetap kedatangan tamu dari Vihara Buddha Dhamma karawang, Yogi Gunawaro.

Yogi adalah salah satu remaja di Vihara Buddha Dhamma yang sangat aktif untuk membabarkan Dhamma, keliling dari satu vihara ke vihara lain nya di kabupaten karawang, dengan dukungan dari sang ayah, Romo Khanti Guna, Yogi mendapatkan banyak ilmu dalam menyampaikan Dhamma dan berbicara di depan. Beberapa hari yang lalu, Yogi mengikuti Silacarini, Anagarika di wisma Kusalayani yang diadakan oleh Y.M. Ayya Santini, banyak ilmu dan pengalaman yang Yogi dapatkan, dan salah satunya yang Ia bawakan menjadi Sharing & diskusi Dhamma pada kebaktian kali ini.

Tema yang dibawakan Yogi bukanlah tema yang berat, tapi sering kali kita sebagai umat Buddha melalaikannya. Kali ini Yogi membahas tentang Pancasila.

Dalam Agama Buddha tentu kita mengenal lima latihan kemoralan
( Pancasila):

1. Panatipata Veramani Sikkhapadam samadiyami
2. Adinnadana Veramani Sikkhapadam samadiyami
3. Kamesu micchacara Veramani Sikkhapadam samadiyami
4. Musavada Veramani Sikkhapadam samadiyami
5. Sura-meraya-majja-pamadatthana Veramani Sikkhapadam samadiyami

Pada diskusi kali ini, para umat yang hadir diminta memecahkan berbagai macam kasus, untuk meneliti kasus tersebut termasuk pelanggaran sila ke-berapa dan bagaimana solusinya,


Dari sekitar 40 orang umat yang hadir, dibagi menjadi 5 kelompok besar, dan masing-masing kelompok mendapatkan 2 kasus dari 10 kasus yang ada di bawah ini:

a. Seseorang yang bekerja sebagai nelayan.
Pada kasus ini setiap kelompok setuju bahwa Nelayan adalah pekerjaan yang melanggar sila. Tapi ada pertanyaan yang timbul dari kelompok Grace Chandra, “bagaimana dengan nelayan ikan hias? Apa melanggar sila? Kan sesuai dengan syarat-syarat pelanggaran sila pertama, salah satunya adalah matinya makhluk tersebut.”

Setelah dirundingkan, kasus ini, sebagian menjawab , tetap melanggar sila pertama, karena sudah ada cetana dan usaha serta merupakan salah satu factor pendorong kematian ikan-ikan tersebut mati saat proses penangkapan ataupun pada saat dijual.
Tapi sebagian ada sanggahan, “bagaimana jika proses penangkapannya dilakukan dengan sangat hati-hati?..”
Kelompok Andriyan menjawab, “ Ya diliat dari cetana nya juga, kalo tujuan nya untuk menyelamatkan binatang tersebut dari habitatnya yang sudah kurang bagus, ya tidak melanggar sila.”

b. Hukuman Mati ( Pengeksekusi hukuman mati )
Kelompok Dwi, menjawab bahwa Algojo pengeksekusi hukuman mati tersebut tidak lah melanggar sila pertama, dengan alasan tidak adanya cetana untuk membunuh.
Kelompok Antoni menjawab : “ Eksekusi matinya dimana dulu? Kalo di Arab Saudi eksekusi mati dilakukan dengan hukuman pancung, tapi kalo di Indonesia eksekusi mati dilakukan oleh 7 orang snipper yang salah satu penembaknya mempunya peluru, sedangkan yang lainnya tidak. Jadi pengeksekusi mati di Indonesia setidaknya tidak mengetahui siapa yang akan membunuh pengeksekusi, sedangkan yang dilakukan dengan hukuman pancung, sudah jelas. ”

c. Seseorang yang melakukan hubungan sex dengan binatang.
Nanda menjawab, “seseorang yang melakukan sex dengan binatang adalah melanggar sila, karena walaupun tidak termasuk dalam syarat-syarat pelanggaran, tapi dilihat dari tujuan sila ke-3 dipraktekan adalah untuk terbebas dari penyakit kelamin, lalu harus sesuai dengan Norma masyarakat. Nah, dengan seseorang melakukan sex dengan binatang, otomatis tujuan dari pelaksanaan sila ke – 3 tidak akan tercapai.“
Kelompok Antoni menyanggah : “ Melanggar sila yang mana dulu? Kalo Dasa ( 10 ) sila atau Atha (8) sila sudah pasti melanggar. Tapi kalo diliat dari sisi pancasila, tidak melanggar. Tapi yang harus dipertimbangkan oleh Umat awam yang melaksanakan pancasila, perbuatan sex yang menyimpang adalah perbuatan yang memperbesar LOBHA ( Keserakahan ) jadi hendaknya, umat awam menghindari perbuatan yang menambah LOBHA, DOSA dan MOHA”.
saya bertanya kepada semua kelompok untuk didiskusikan :
“ Apakah Onani yang biasa dilakukan oleh pria, melanggar sila ke 3? ”..
Salah seorang umat ( Wanita ) menjawab : “ Onani melanggar sila ke 3 dalam pancasila, karena ada cetana.”
Antoni menjawab : “ Jawaban nya sama dengan pertanyaan pada sex pada binatang, tidak melanggar sila ke 3 dalam pancasila dengan alas an, tidak ada orang/objek lain, perbuatan dilakukan oleh diri sendiri. Untuk umat awam tidak, tapi untuk para samana dan orang yang melatih diri, hal ini adalah pelanggaran sila ke-3 yakni menghindari perbuatan yang tidak suci. ”

d. Berbohong demi kebaikan
Berbohong demi kebaikan adalah 2 perbuatan yang berbeda, berbohong tetap lah berbohong dan melanggar sila, tapi berbuat dengan tujuan kebaikan, tetap kebaikan, maka hasil dari kebaikan tetap akan mendapatkan hasil yang baik.

e. Berdongeng untuk mengarang cerita yang tidak benar.
Kelompok Grace Chandra menjawab: “ Apabila berdongeng hal-hal mistis yang kurang bermanfaat dan dapat menimbulkan masalah, maka hal tersebut adalah pelanggaran sila. Tapi jika berdongeng untuk menghibur dan memberikan pendidikan kepada anak-anak. Hal tersebut tidak melanggar sila.”

f. Seorang Wanita PSK ( Bekerja untuk menghidupi keluarganya )
Hal ini juga merupakan perbuatan yang berbeda, melakukan perbuatan asusila adalah pelanggaran sila, tapi menyokong anak dan keluarga adalah perbuatan baik.

g. Meminjam Barang dari orang lain tapi lupa mengembalikan.
Kalo ada niat dengan sengaja tidak dikembalikan ya termasuk pelanggaran sila, tapi jika lupa, lalu setelah ingat lalu dibicarakan baik-baik dengan yang punya barang, hal itu tidak melanggar sila.

h. Menemukan uang Rp. 50,000 di rumah.
Kalo uang tersebut diambil lalu dipakai tanpa bertanya pada orang seisi rumah, hal tersebut adalah pelanggaran sila. Tapi apabila setelah ditanyakan pada seisi rumah, dan orang-orang dirumah tidak ada yang mengakui uang tersebut, maka hendakanya uang tersebut digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat seperti berdana.

i. Meminum sake saat acara Tahun baru Imlek hanya secangkir.

j. Merokok

Semoga Bermanfaat.

Senin, 06 Juli 2009

Ivana M.K. : Semangat Biji Teratai

Kebaktian Remaja, 4 Juli 2009
Pemimpin kebaktian : Melisa
Dhammapada : Andryan & Sidhi
Sharing Dhamma : Ivana Miharja Kusuma
Penulis : Tommy
Foto perjalanan Iva di Wilayah 3 klik di sini.

Kebaktian kali ini sungguh istimewa bagi anak-anak remaja Vihara surya adhi guna, karena kedatangan tamu spesial dari Bandung, Ivana Miharja Kusuma, bagi kalangan SEKBER PMVBI Pemuda Buddhayana Jawa Barat, nama Iva, sapaan akrabnya, berada pada bangku nomor satu, yakni Ketua SEKBER PMVBI Jawa Barat masa bakti 2009-2012.
Pengangkatannya yang terbilang belum ini, memotivasi Iva untuk berkunjung ke daerah-daerah Jawa Barat. “ Saya sangat senang kalo berkunjung ke daerah, apalagi ke Rengasdengklok, karena bisa makan Surabi kunti.“ Cerita Iva kepada para pengurus PMV Vihara Surya Adhi Guna.

Sharing kali ini diawali dengan simulasi dengan pertanyaan, “ Sebutkan 3 nama binatang yang anda sukai.. dan masing-masing berikan alasannya. ”
Pada simulasi kali ini, Yessica F.S. dan Tommi Effendi bersedia maju ke depan untuk
menjadi contoh teman-teman yang lain.

Binatang pertama
Yessi menjawab, Binatang yang paling ia sayangi adalah kucing. Alasan nya adalah : Lucu,Imut,bulunya halus sedangkan Tommi menjawab, binatang yang paling ia sayang & sukai adalah Anjing, karena bersahabat sama manusia, lucu dan setia.

Dari jawaban-jawaban diatas, Ivana mengatakan, konon sifat-sifat binatang yang paling disayang seseorang, itu adalah sifat dirinya menurut dirinya sendiri.
Jadi kalau Yessi bilang lucu, enak untuk dielus, berarti yessi menilai dirinya sendiri seperti sifat yang dimiliki oleh binatang kesayangannya.

Binatang ke-dua.
Yessi dan Tommi menjawab kebalikan dari yang mereka pikirkan sebelumnya, Tommi menjawab Kucing dan Yessi menjawab Anjing untuk binatang Ke-dua yang paling mereka suka.Alasan dari jawaban mereka, juga hamper sama dengan apa yang Tommy dan Yessi katakana sebelumnya.
Dan Konon jawaban sifat dari binatang ke-dua, menurut Iva, ialah sifat seseorang menurut teman-teman mereka.

Binatang ke Tiga.
Yessi dan Tommi menjawab sama, yakni Burung, karena bisa terbang bebas, dan hebat.
Konon sifat dari binatang ke-tiga menggambarkan sifat mereka yang sebenarnya.

Simulasi ini adalah pembuka Sharing Dhamma yang Iva bawakan, mungkin untuk menarik perhatian teman-teman PMV SAG pada awal sharing untuk membuat teman-teman yang lain untuk tetap menyimak apa yang akan Iva bawakan selanjutnya.
Sharing Iva diawali dengan cerita mengenai Biji Bunga teratai, di Plum Village di sebuah tempat di Perancis, seorang Guru Meditasi ternama tinggal, Thic Nhat Han, ada kolam yang dipenuhi dengan bungan teratai yang sangat indah. Kolam tersebut berawal hanya dari sebuah biji bunga teratai yang kecil mungil. Untuk menanam sebuah biji teratai, sebelum ditanam, biji tersebut haruslah dibukakan celah pada cangkang biji agar, air dapat masuk kedalam inti biji, setelah itu, biji dimasukan ke dalam tanah atau kolah berlumpur yang banyak airnya. Setelah beberapa waktu, biji tersebut akan tumbuh menjadi Tunas dan menjadi pohon bunga teratai yang indah. Setelah itu, pohon akan menjalar ke seluruh bagian kolam dan menghiasi permukaan.

Perjalan biji bunga teratai sama seperti dengan perjalan karir Iva, sampai pada saat ini menjadi Ketua Sekber Jawa Barat.

Dimasa kecil, Iva bukan tipe anak yang pandai bicara seperti sekarang, dulu Iva termasuk anak yang pendiam&malu-malu. Tapi karena keaktifannya di Vihara, membuahkan hasil hingga sekarang ini. Ayah Iva, adalah orang tua single parent, karena Ibunda Iva meninggal sewaktu Iva masih kecil. Tapi dengan dukungan dari sang Ayah, Iva terus melanjutkan kuliah ke Universitas Maranatha, Bandung. Semasa SD sampai dengan SMA, pendidikan agama yang Iva dapat di sekolahan adalah pendidikan agama non-Buddhis, sempat beberapa kali berminat untuk mengikuti jejak teman-temannya pergi ke gereja, tapi ayahnya tetap menyarankan untuk ke Vihara, sampai pada akhirnya Iva mengikuti MUNAS di Cipayung, waktu itu Iva masih SMP, tapi semangat untuk ikut rapat yang berskala nasional ini. Di mulai saat itulah, Iva mulai jatuh cinta pada Buddhis hingga sekarang.
Perjalan Karir organisasi Iva, tidak tiba-tiba melonjak menjadi Ketua, tapi dibina dari kecil, seperti proses biji teratai yang tumbuh sedikit demi sedikit hingga pada akhirnya memenuhi seluruh permukaan kolam. Di bangku kuliah, Iva aktif di Vihara Vimala Dharma Bandung, menjadi wakil ketua, adalah modal yang cukup baik untuk menjadi ketua SEKBER Jabar sekarang.

Pesan Iva, kita sekarang mempunyai 3 harta yang tiada taranya, yakni:

1. Terlahir sebagai manusia
2. Terlahir pada masa ajaran Buddha masih ada.
3. Mempunyai kesempatan untuk belajar & mempraktekan Dhamma.

Sungguh sulit untuk mempunyai kesempatan seperti ini, jadi jangan disia-siakan kehidupan kita yang berharga ini. Jalani dengan membuat sesuatu yang bermanfaat untuk banyak makhluk.
Acara selanjutnya dilanjutkan dengan Games dan foto bersama.

Y. M. Bhante Citavaro:Tujuan Luhur Umat Buddha

Kebhaktian umum, 03 Juli 2009
Protokol : Romo Pannajayo
Penyalaan lilin Altar : Bpk. Aen
Pambacaan Dhammapada : Ibu Vinah
Gatha 256, 257, dan 258
Dhammadesana : Y. M. Bhante Citavaro
(Dari Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya)
Penulis : Grace Chandra ( Facebook )

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhasa (3 X)

Pada malam ini sungguh merupakan berkah karena kita dapat berkumpul bersama dengan tujuan yang sama yaitu untuk mengikuti kebhaktian. Pada malam ini kita berkumpul dengan adanya suatu tujuan, begitu pula dalam mengarungi kehidupan ini kita pastilah mempunyai tujuan.

Sebagai contoh seorang seniman ketika ditanya tujuan hidupnya adalah untuk menghasilkan karya seni. Berbeda lagi dengan ilmuwan, tujuan mereka adalah menghasilkan suatu formula/fenomena baru yang berguna. Kalau eksekutif muda tujuannya adalah meneruskan usaha orang tua sehingga suatu saat nanti dapat menjadi Direktur yang handal. Sedangkan orang memiliki tujuan biasa tujuannya agar keluarganya dapat hidup dengan layak. Setiap orang memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda. Lalu apakah tujuan kita sebagai manusia sesuai dengan Buddhis???.

Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita tinjau dulu siapakah manusia itu dan asal manusia menurut agama Buddha???. Manusia adalah
gabungan dari Nama (Bathin) dan Rupa (Jasmani). Menurut kitab Aganna Sutta terbentuknya bumi beserta makhluk awal di bumi (Manusia) adalah sebagai berikut:
• Setelah berlalunya suatu masa yang sangat lama, dunia ini mengerut. Pada masa pengerutan tersebut , makhluk-makhluk kebanyakan dilahirkan di alam surga Abhassara (surga ke-12). Mereka berdiam disana dan rupa mereka tercipta dari pikiran. Mereka hidup bukan dari makanan, melainkan dari kebahagiaan pikiran. Tubuh mereka memancarkan cahaya sendiri serta melayang di udara, dan keadaan ini berlangsung dalam waktu yang sangat lama.
• Tetapi setelah berlalunya waktu yang sangat lama, dunia ini mulai mengembang kembali. Pada masa pengembangan tersebut, kebanyakan para makhluk dari alam Abhassara, setelah habis masa kehidupannya disana, dilahirkan kembali di dunia. Di sanalah tempat tempat kediaman mereka yang baru dan rupa mereka masih tercipta dari pikiran. Mereka hidup bukan dari makanan, melainkan dari kebahagiaan batin. Masih seperti di alam Abhassara tubuh mereka bercahaya sendiri serta melayang di udara. Keadaan ini juga berlangsung dalam waktu yang sangat lama.
• Pada masa itu, semuanya merupakan suatu dunia yang terdiri saria irm gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi yang keliatan, siang maupun malam belum ada, bulan maupun pertengahan bulan belum ada, tahun-tahun maupun musim-musim belum ada, laki-laki maupun wanita belum ada. Makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk-makhluk saja.
• Setelah berlangsungnya waktu yang sangat lama, sejenis lapisan zat yang enak (rasa pathavi) muncul dan menyebar di atas permukaan air. Lapisan zat itu kelihatannya seperti kulit yang terbentuk sendiri di atas permukaan susu panas yang telah menjadi dingin. Zat itu memiliki warna seperti warna mentega, bebauan, dan rasa (sangat manis seperti madu liar yang murni).
• Di antara para makhluk ada yang memiliki sifat rakus yang menggunakan jari tangannya untuk mencicipi zat tersebut. Karenanya, lahirlah nafsu keinginan berupa kecanduan. Selanjutnya satu persatu dari mereka ikut mencicipi zat tesebut.
• Dari hasil pencicipan yang terus menerus, membuat sinar yang dipancarkan dari tubuh mereka sirna secara perlahan-lahan. Dengan sirnanya sinar mereka sendiri, dan disebabkan oleh karma kolektif mereka, maka tampaklah bulan dan matahari, malam dan siang dibedakan, bulan dan tahun dengan musimnya. Dari sini mulai terjadi evolusi di muka bumi.
• Dan makhluk-makhluk itu berlanjut mencicipi makanan enak tersebut dalam waktu yang sangat lama, sehingga tubuh mereka pada gilirannya menjadi makin tergantung pada makanan itu dan memenuhi kebutuhan gizi darinya. Akhirnya, tubuh mereka semakin kasar, padat dan berat, serta perbedaan kecantikan tubuh menjadi semakin kentara. Yang cakap menghina yang jelek.
• Dan setelah dijadikan makanan, zat itu perlahan-lahan menghilang dan diganti peranannya oleh semacam cendawan.
• Kemudian, setelah sekian waktu memakan cendawan itu, jenis makanan itu tidak muncul lagi, digantikan oelh sejenis tumbuhan menjalar yang dapat langsung dimakan.
• Kemudian, setelah sekian waktu, tumbuhan menjalar itu pun lenyap, digantikan oleh sejenis pepadian yang pada awalnya masih dapat langsung dimakan, tetapi dengan berlangsungnya dengan evolusi degradasi kebajikan, maka degenerasi padi pun terjadi. Pada awalnya, padi itu dapat tumbuh sangat cepat, dan matang dua kali sehari, tanpa harus ada yang bekerja keras di lading. Namun, dengan memburuknya kekuatan karma, maka diperlukan usaha keras untuk mendapatkan beras.
• Semasa proses pencicipan pepadian, organ seks wanita dan pria semakin berkembang disebabkan oleh hawa nafsu keinginan, serta didorong oleh aneka kecondongan dan keadaan pikiran emosional.
• Demikian, selama proses tersenut, derajat perbedaan fisik semakin kentara, sehingga terdapat perbedaan antara yang jelek dan yang cantik, antara yang jelek dan yang cantik, antara yang berjenis kelamin wanita dan berkelamin pria.
• Maka aktivitas seks pun terjadi…

Demikianlah asal usul manusia menurut Buddhis. Setelah mengetahui asal-usul kita sebagai manusia, marilah kita tinjau kembali “Apakah Tujuan Hidup Kita Sebagai Manusia??.” Jika direnungkan dan diselidiki tidak lain tujuan kita sebagai manusia adalah memperoleh kebahagiaan. Lalu bagaimana caranya agar tujuan kita yaitu mencapai kebahagiaan ini dapat dicapai??.

Hal yang pertama harus kita lakukukan adalah tidak melakukan perbedaan antar manusia. Sekarang ini sering terjadi timbulnya perselisihan antar sesama manusia hanya karena adanya sifat-sifat membeda-bedakan antar sesama. Kita sering membedakan orang lain dengan menganggap mereka berbeda “Status/Predikat” dengan diri kita. Orang itu orang miskin, orang bodoh, orang tak beriman dan seterusnya. Kita memberikan suatu status/predikat yang lain kepada orang lain. Seharusnya kita mengganggap orang lain sebagai seorang MANUSIA sama seperti diri kita sendiri yaitu seorang MANUSIA.

Sungguh ironis sebenarnya jika kita membeda-bedakan orang lain dengan diri kita. Mengapa??. Hal ini dikarenakan sebenarnya kita tidaklah pernah mempermasalah perbedaan yang ada dalam diri kita sendiri, lalu untuk apa kita mempermasalahkan perbedaan yang ada di dalam diri orang lain. Kita tidak pernah mempermasalahkan tangan kanan yang berbeda dengan tangan kiri kita, kita tidak pernah mempermasalahkan dada sebelah kiri dengan dada sebelah kanan kita, dst.. Sebenarnya diri kita sendiri sudah mempunyai perbedaan-perbedaan dan terbiasa dengan perbedaan itu. Jadi janganlah mempermasalahkan perbedaan-perbedaan yang ada dalam diri orang lain.

Tips selanjutnya untuk memperoleh kebahagiaan adalah dengan selalu berusaha melatih/mengembangkan semangat. Berusaha dengan sekuat tenaga untuk memperoleh apa yang kita cita-citakan. Dengan melakukan usaha ini kita akan mencapai suatu kebahagiaan karena mendapatkan sesuatu. Kita pasti bergembira jika sesuatu yang kita inginkan tercapai.

Selain kebahagiaan dapat dicapai karena mendapat sesuatu, maka kebahagiaan juga dapat dicapai dengan memberikan. Menurut Anguttara Nikaya, untuk memberikan sesuatu kita harus mempunyai kerelaan, kemoralan dan konsentrasi. Dengan memiliki sifat kerelaan maka kebahagiaan akan semakin dekat dengan kita. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berkata, “kenapa saya hanya sesukses ini?, kenapa saya hanya memperoleh sebesar ini?, kenapa dan kenapa??.” Dengan sikap yang tidak pernah bersyukur dan kerelaan untuk menerima apa yang dapat kita peroleh maka kita akan menderita dan semakin jauh dari kebahagiaan. Seharusnya kita bersyukur dengan yang kita peroleh dan berkata “Ya inilah yang mampu saya dapatkan.”

Moralitas adalah pengendalian diri untuk mencapai kebahagiaan. Jika kita mempunyai moralitas maka diri kita akan mempunyai harga diri dan diri akan dapat diterima di tengah-tengah masyarakat. Selain itu memiliki moralitas yang baik membuat diri kita mempunyai nama terkenal, banyak rejeki (mendapat kekayaan lahir dan batin), dapat memotong kilesa dan pada kelahiran selanjutnya akan terlahir di alam bahagia.

Dengan konsentrasi kita dapat mengontrol diri kita. Sebagai contoh ketika kita akan marah, kita dapat meredam kemarahan kita. Konsentrasi membuat kita mengamati segala sensasi yang timbul di dalam diri kita karena faktor luar. Kita mengamati sebuah sensasi hanya sebagai sesuatu hal yang timbul, lenyap dan padam. Konsentrasi juga dapat meredam sifat keegoisan kita, sehingga kita dapat hidup berbahagia di tengah-tengah masyarakat. Konsentrasi dapat dikembangkan dengan berlatih meditasi. Konsentrasi pun dapat dipupuk dengan sikap yang selalu melakukan keputusan dengan tidak tergesa-gesa dan penuh pertimbangan.

Diakhir Dhammadesananya Y. M. Bhante Citavaro bercerita tentang perbincangan seorang pemuda yang tak terpelajar dengan seorang profesor yang pintar sekali di sebuah kapal pesiar. Malam pertama sang pemuda tak terpelajar datang mendatangi kamar profesor. Mereka berbincang-bincang dan akhirnya profesor bertanya, “Apakah kamu mempelajari tentang Oceanografi?”. Pemuda tak terpelajar menjawab, “Tidak, saya tidak pernah mempelajarinya. Memangnya Oceanografi ilmu tentang apa??.” Sang profesor menjawab, “Wah, sayang sekali. Oceanografi adalah ilmu yang mempelajari tentang kelautan. Sungguh kasihan diri kamu tidak mempelajarinya. Berarti 25 % hidupmu telah terbuang sia-sia karena tidak pernah mempelajari ilmu Oceanografi.” Pemuda terpelajar akhirnya kembali ke kamarnya dengan sedih dan tidak dapat tidur karena memikirkan bahwa 25 % hidupnya telah terbuang sia-sia.

Akan tetapi, sang pemuda tidak patah semangat dan malam berikutnya (malam kedua) pemuda tersebut kembali mendatangi kamar profesor. Pada malam ini profesor kembali bertanya, ““Apakah kamu pernah mempelajari tentang Geologi?”. Pemuda tak terpelajar menjawab, “Tidak, saya tidak pernah mempelajarinya. Memangnya apa yang dipelajari dari ilmu Geoleogi?” Sang profesor menjawab, “Wah, sayang sekali. Geologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi. Sungguh kasihan diri kamu tidak mempelajarinya. Berarti 25 % lagi dari hidupmu telah terbuang sia-sia karena tidak pernah mempelajari ilmu Geologi.” Pemuda terpelajar kembali bersedih karena saat ini 50 % dari hidupnya telah terbuang sia-sia.

Keesokan harinya kembali pemuda tersebut kembali mendatangi kamar profesor. Pada malam ketiga ini profesor bertanya, ““Apakah kamu pernah mempelajari tentang Meteorologi dan Geofisika?”. Pemuda tak terpelajar menjawab, “Tidak, saya tidak pernah mempelajarinya. Memangnya apa yang dipelajari dari ilmu Meteorologi dan Geofisika?” Sang profesor kembali menjawab, “Wah, sayang sekali. Meteorologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perbintangan dan cuaca. Sungguh kasihan diri kamu tidak mempelajarinya. Berarti 25 % lagi dari hidupmu telah terbuang sia-sia karena tidak pernah mempelajari ilmu tersebut.” Pemuda terpelajar kembali bersedih karena saat ini 75 % dari hidupnya telah terbuang sia-sia.

Keesokan harinya tiba-tiba kapal pesiar yang mereka tumpangi menabrak sebuah karam dan membuat kapal bocor dan akan segera tenggelam. Melihat keadaan ini secara spontan pemuda tersebut lari dan cepat-cepat mengetuk pintu kamar profesor. Sang profesor akhirnya membukakan pintu dan berkata, “Ada-apa nih, pagi-pagi kamu mengetuk pintu saya?. Memangnya ada apa?.” Pemuda tersebut berkata, “Prof, sekarang giliran saya yang bertanya kepada prof. Apakah prof pernah mempelajari tentang “Swimmologi”?.” Profesor itu bingung dan menjawab, “Saya tidak pernah mendengar dan mempelajari ilmu itu. Memangnya imu tentang apa “Swimmologi”?” Sang pemuda menjawab, “Wah sungguh kasihan sekali profesor ini, hidup prof 100 % telah terbuang sia-sia. “Swimmologi” adalah ilmu tentang bagaimana caranya kita berenang. Sang profesor menjawab, “Oh.., itu mah tidak penting. Ilmu itu tidak penting untuk apa saya mempelajari ilmu seperti itu. Kita tidak perlu dapat berenang untuk mengarungi lautan, sekarang kan sudah ada kapal pesiar untuk menyebrangi lautan. Pemuda berkata, “Oh.., prof salah besar ilmu itu sangat penting, terutama pada saat sekarang ini. Sekarang kapal kita akan tenggelam dan kita harus berenang mengarungi lautan agar selamat menuju daratan. Hidup prof 100 % telah terbuang sia-sia.”

Demikianlah cerita tentang sang pemuda tak terpelajar dengan sang profesor. Semoga dengan cerita ini dapat membuat diri kita tersadar untuk segera belajar “BERENANG” untuk mengarungi lautan kehidupan menuju daratan yaitu pantai Nibbana dengan selamat. Hal ini dikarenakan tubuh kita akan segera tenggelam karena usia kita yang makin tua. Kelapukan sedikit demi sedikit telah menghampiri tubuh kita. Olahlah batin kita dan praktekkan dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara inilah kita dapat sampai ke daratan dengan selamat.

Demikianlah ringkasan Dhammadesana kebhaktian umum tanggal 03 juli 2009. Semoga bermanfaat.




Search