Sabtu, 27 Juni 2009

Yessica F.S. : Dana

Kebaktian Remaja, Sabtu 27 Juni 2009
Protokol : Nanda & Ratnasari
Dhammapada : Widya & Nira
Sharing Dhamma : Yessica FS (facebook)
Penulis : Tommy Kho (facebook)


Kebaktian pada malam hari ini sungguh padat dan berisi, padat karena liburan sekolah, beberapa umat yang sudah jarang kelihatan, hari ini menghadiri kebaktian, dan berisi karena sharing Dhamma yang dipimpin oleh saudari Yessi sungguh amat bermanfaat. Pada kebaktian kali ini acara yang disuguhkan sungguh komplit, karena sesuai tradisi Buddha, ada tradisi 3 besar yang sangat baik dilakukan oleh umat Buddha yakni Mengulang Sabda Buddha ( Membaca Paritta ), Membahas Dhamma ( Sharing & diskusi ) dan meditasi. Pada kabaktian kali ini sungguh lengkap 3 tradisi tersebut.

Dhammadesana kali ini Yessi membahas tentang Berdana. Seperti biasa para umat diminta untuk duduk melingkar agar suasana akrab
& hangat antara para umat yang hadir dapat terasa.
"Apa yang anda sekalian ketahui tentang berdana?".. tanya Yessi membelah keheningan awal Sharingnya. Meta menjawab : " Berdana adalah memberi sesuatu pada seseorang."
Yessi: " Ya benar, Berdana adalah memberi sesuatu untuk pihak lain.Dana Adalah beramal atau menolong makhluk lain yang sedang berada dalam kesulitan." Lalu Yessi meminta jawaban dari teman-teman yang lain untuk ikut berbicara.
Setelah waktu dibatasi, tak kunjung juga teman-teman yang lain memberikan komentar, akhirnya yessi bercerita tentang kisah tentang Dana, " Tak berharap Kembali "
Suatu ada seorang anak perempuan yang kira-kira berumur 10 tahun menderita sakit. Karena kelangkaan jenis darah tertentu, keluarganya mencari donor darah kesana kemari, tapi tetap tak menemukan sang pendonor. Lalu diketahui adik laki-lakinya yang berumur 7 tahun memiliki jenis darah yang sama, sehingga satu-satunya harapan adalah sang adik harus rela mendonorkan darahnya untuk sang kakak.
Dokter dan ibunya meminta kepada sang adik untuk bersedia mendonorkan darahnya untuk menyalamatkan sang kakak. Tapi anak laki-laki tersebut meminta waktu kepada dokter untuk memikirkannya terlebih dahulu. Setelah 2 hari berpikir, akhirnya sang adik memutuskan untuk mendonorkan darahnya untuk sang kakak, " Mama, aku siap! " tegas sang adik sesaat sebelum mendonorkan darahnya. Lalu mereka pun bersama-sama pergi ke rumah sakit untuk mendonorkan darahnya. Sesampai di rumah sakit, dokter langsung mengambil darah untuk segera ditransfusikan pada kakaknya. Melihat hal tersebut sang adik tersenyum, lalu memanggil dokter untuk bertanya : " dokter, apa sekarang saya akan langsung mati? "..
Dokter tersentak kaget dengan pertanyaan tersebut. Anak tersebut rupanya tidak paham tentang donor darah, ia berpikir bahwa jika mendonorkan darahnya untuk kakaknya, ia akan meninggal. Tapi dengan niat tulus dan ikhlas, ia rela meninggal untuk kakaknya, walaupun sebenarnya donor darah sama sekali tidak menyebabkan pendonor meninggal.
Sungguh dana yang luar biasa dari sang adik untuk kakaknya.

Dana ada 3 jenis, yakni:
1. Amisadana
Dana yang berupa materi, contohnya : Uang, makanan, obat-obatan dll
2. Abhyadana
Dana yang berupa menyelamatkan hidup, contohnya : berdana organ tubuh dll
3. Dhammadana
Dana yang diberikan dengan penerangan atau pengetahuan tentang Dhamma.
contohnya : Dhammadesana, mengajak teman ke vihara, atau pun membantu agar terciptanya kegiatan belajar Dhamma.
Dhammadana merupakan Dana yang tertinggi dan paling besar jasanya.

Buddha Bersabda :
" Sabbadanam Dhammadanam jinati "
artinya: Dari semua dana, Dana Dhamma, adalah dana yang paling tinggi.

Dana adalah kebajikan paling mendasar yang dapat dilakukan oleh semua orang, dengan berdana, orang dapat melanjutkan ke pelatihan kemoralan sebagai jalan untuk mencapai penerangan.

1.
Seandainya saja para makhluk tahu,
Demikian jata Guru Agung
bahwa memberi itu
memberikan buah yang demikian besar,
maka dengan pikiran gembira,
yang terbebas dari noda kekikiran,
pasti mereka akan memberi orang-orang luhur
yang menyebabkan pemberian itu membuahkan hasil.
Setelah memberikan makanan sebagai persembahan
Kepada mereka yang amat pantas menerima persembahan,
Para pemberi akan masuk ke alam surga
Saat meninggalan kehidupan sebagai manusia.
Dan dialam surga mereka bersukacita
Dan menikmati kesenangan disana.
Orang yang tidak mementingkan diri sendiri akan memperoleh buah
dari tindakan memberi secara murah hati pada yang lain.

2.Terdapat 8 alasan orang berdana, yaitu:
Berdana karena kasih sayang, atau dalam suasana hari yang marah, atau karena kebodohan, atau karena takut, atau karena berpikir, " persembahan seperti ini dahulu telah dilakukan oleh mereka sebelumnya, maka tidaklah pantas kalau menghentikan tradisi keluarga yang dilakukan oleh ayahku, kakekku dan hal itu juga telah dilakukan oleh mereka sebelumnya. "Atau dengan berpikir "dengan memberikan persembahan ini, aku akan terlahir di alam surga setelah kematian" atau " hatiku akan gembira " , atau seseorang berdana karena memuliakan pikiran dan memperindah pikiran.

3. Terdapat 8 alasan seseorang berdana, yakni:
Berdana karena spontan
Berdana karena takut
Berdana karena berpikir " Ia telah memberiku hadiah "
atau Berdana karena berpikir " Ia akan memberiku hadiah "
atau Berdana karena berpikir berdana itu baik
Berdana karena berpikir "aku memasak, dan mereka (pertapa) tidak" maka dari itu tidak pantas jika aku tidak memberikan kepada mereka yang tidak memasak.
Berdana karena berpikir " Dengan memberikan persembahan namaku akan harum "
atau seseorang berdana karena memuliakan pikiran dan memperindah pikiran.

di kutip dari: " Dharma Ajaran Mulia Sang Buddha, Magabudhi, 2008 "

Grace Chandra menambahkan : Berdana harus dengan bijaksana, ada sebuah cerita yang pernah saya dengar dari samanera Abhasaro, :
Dahulu ada 2 oran sahabat yang sama-sama sering berdana, sebutlah yang satu bernama A dan B, si A selalu berdana dengan kurang bijaksana, dengan menghamburkan uang, berfoya-foya dan lain-lain. Tapi si B berdana dengan bijak, untuk kepentingan yang bermanfaat, pada kehidupan selanjutnya, si A terlahir sebagai Gajah, Tapi gajah istana yang memakai emas permata karena perbuatannya berdana, tapi tidak bijak, maka dari itu ia terlahir kembali menjadi seekor gajah istana yang hidup pebuh kemewahan.
Lain hal nya dengan si B, si B telahir sebagai pajabat istana yang terhormat, karena hasil dari perbuatannya, berdana dengan bijak,si B lahir sebagai manusia yang baik, mempunyai harta,tahta dan bijaksana.

Semoga bermafaat.

Bpk. Indra Metta : Kebahagian pada kehidupan sehari-hari

Kebhaktian umum, 26 Juni 2009
Protokol : Ibu Lilayani
Penyalaan Lilin Altar : Ibu Watinah
Pembacaan Dhammapada : Ibu Cuilan
(Gatha 197,198, dan 199)
Dhammadesana : Bpk. Indra Metta
dan Bpk. Abeng
Penulis : Silvia Indra Jaya (facebook)

Malam ini, Bapak Indra Metta mengawali session Dhammadesana ini dengan topik "Kebahagiaan Dalam Kehidupan Sehari-hari.". Pada awal Dhammadesananya, beliau bertanya kepada umat yang hadir, "Apakah semua umat yang hadir disini bahagia??." Ya.., Kita semua berbahagia karena dapat berbuat baik dengan berkumpul di Vihara saat ini. Berbuat baik itu sulit contohnya seseorang rencana pergi ke Vihara kadang gagal karena adanya banyak hambatan/masalah.
Semua orang pasti mengharapkan kebahagiaan, contohnya dalam lingkup kecil yaitu kebahagiaan keluarga. Kebahagiaan ini dapat tercapai jika antara suami-istri (sesuai dengan janji perkawinan) harus saling menghormati, saling menghargai, saling membantu, dan saling percaya. Belajarlah untuk mulai mengikis ego diri sendiri untuk kebahagiaan bersama.
Apakah seseorang yang sukses selalu bahagia??? Jawabannya adalah
teryata TIDAK. Bapak Indra Metta bercerita bahwa Beliau pernah berjumpa dengan seorang pedagang elektronik yang sangat laku, namun sang pedagang menjadi stress karena barang dagangannya sangat laku sekali. Pedagang tersebut stress karena Ia tidak dapat makan dengan tenang, selalu ada gangguan entah itu konsumennya menawar barang atau mencoba pasang telepon, faks,TV dll. Pedagang tersebut berpikir bahwa Ia bisa mati muda kalau situasi ini berjalan terus seperti itu.
Ternyata manajement waktu juga sangat diperlukan dalam menjalani kehidupan ini. Kita harus pintar-pintar mengatur waktu yang berguna untuk kebahagiaan diri sendiri juga. Makan yang teratur sangatlah penting. Untuk apa kita memiliki uang yang banyak tetapi sakit-sakitan sehingga harus ke Dokter, Apa gunanya uang banyak jika seperti itu???.
Marilah kita pupuk karma baik dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik dan juga kalau ada masalah jangan stress. Belajarlah menerima keadaan dengan apa adanya. Bersyukur itu adalah kunci kebahagiaan. Materi bukanlah segalanya, apa gunanya jika memiliki uang banyak tetapi keluarga tidak harmonis?, Bagaiman jika keadaaan sakit-sakitan/tidak sehat?. Jadi materi bukanlah hal yang terpenting.
Marilah kita dapat membagi waktu untuk kebahagiaan diri sendiri, kebahagiaan keluarga.

Bapak Abeng melanjutkan Dhammadesana ini dengan memberikan beberapa anjuran yaitu:
- Mengharapkan kita mau saling bertegur sapa dengan umat
- Mengharapkan kita mau mengajak teman/keluarga untuk dapat mengikuti kebhaktian di Vihara
- Mengharapkan agar ada yang mau belajar untuk Sharing Dhamma di Vihara, agar tunas-tunas Dhamma dapat terus tumbuh setidaknya kita mempunyai Duta Dhamma di kalangan kita sendiri. Coba kita bayangkan jika Vihara yang ada semakin banyak sedangkan Duta Dhammanya terbatas. Jangan sampai hal ini terjadi.
Demikianlah ringkasan Dhammadessana tanggal 26 Juni 2009. Semoga Bermanfaat.

Senin, 22 Juni 2009

Games : Bermain sambil belajar

Kebhaktian Remaja, 20 juni 2009
Protokol : Melisa
Penyalaan Lilin Altar : Andriyan
Pembacaan Dhammapada : Widya dan Andriyan
Games : Yessica F. S. & Grace C.

Penulis : Grace Chandra ( Facebook )


Kebhaktian remaja kali ini berbeda dengan minggu-minggu sebelumnya. Malam ini kebhaktian diisi dengan acara games yaitu games cerdas cermat. Acara ini diikuti oleh 27 orang dan semuanya mengikuti acara games ini dengan bersemangat dan antusias. Tujuan dari acara games ini adalah untuk menambah keakraban sesama umat remaja Vihara Surya Adhi Guna dan untuk bergembira bersama sambil belajar Dhamma.

Pada awal acara semua peserta mengambil undian pembagian kelompok. Setelah undian dilakukan akhirnya terbentuklah tiga kelompok yang terdiri dari kelompok Sila, Samadhi dan Panna. Pada sesi pembagian kelompok ini juga diberitahukan bahwa diharapkan semuanya jujur akan semua hasil undiannya dan tidak diperkenankan untuk mengubah anggota kelompoknya. Selain itu juga diharapkan semuanya mau menerima hasil games apa adanya.
Ketiga kelompok masing-masing menerima lima pertanyaan wajib pada awal sesi tanya jawab. Setelah melewati sesi lima pertanyaan wajib kemudian dilanjutkan dengan sesi rebutan yang terdiri atas delapan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan mencakup pengetahuan tentang riwayat hidup Buddha, pengetahuan bahasa pali, pengetahuan paritta, pengetahuan umum tentang buddhis, dan vihara gita. Pada pertanyaan mengenai vihara gita, setiap kelompok akan diberi sebuah penggalan lagu buddhis dan kelompok tersebut harus memberi tahu judul lagu tersebut dan menyanyikan lagu tersebut secara lengkap.
Akhirnya acara ini diselesaikan dengan baik dan menghasilkan pemenang yaitu kelompok Sila dengan nilai 900. Untuk juara ke dua diraih oleh kelompok Panna dan juara ketiga diraih oleh kelompok Samadhi. Demikianlah ringkasan cerita mengenai games yang telah kami lakukan. Semoga bermanfaat.

Sabtu, 20 Juni 2009

Y. M. Bhante Sumanggalo : Harta di alam dewa tidak mampu membayar keberuntungan kita di terlahir di alam manusia

Kebhaktian Umum, 19 juni 2009
Protokol : Romo Pannajayo
Penyalaan Lilin Altar : Bapak Aen
Pembacaan Dhammapada : Ibu Murniati (Gatha 258 dan Gatha 259)
Dhammadesana :Y. M. Bhante Sumanggalo
(Dari Vihara Ekayana Graha, Jakarta)
Penulis : Grace Chandra ( Facebook )

Bhante Sumanggalo mengatakan bahwa beliau banyak sekali mendengar tentang keluh-kesah orang lain yang merasa dirinya sungguh tidak beruntung. Mereka merasa tidak beruntung karena mereka merasa dirinya dilahirkan dengan kekurangan materi, kekurangan badan jasamani (cacat fisik), susah dapat jodoh dan lainnya. Perasaan merasa tidak beruntung ini kadang membuat diri kita menjadi minder, tidak percaya diri untuk bergaul dengan orang lain.
Seharusnya kita jangan merasa minder dan merasa sungguh tidak beruntung walaupun kita terlahir di alam manusia ini dengan suatu kekurangan tertentu. Guru Beliau pernah berkata, “ Sungguh beruntung kita terlahir dialam manusia walaupun kita terlahir dengan segala kekurangan. Jika seluruh harta yang ada di alam dewa dan di alam manusia dikumpulkan pun tidak mampu membayar keberuntungan kita karena terlahir di alam manusia.”
Pada malam ini, Bhante Sumanggalo akan mengupas tentang beberapa hal yang harus direnungkan bahwa sebenarnya kita beruntung terlahir di alam manusia. Renungan-renungan ini diharapkan agar kita merasa beruntung terlahir di alam manusia dan juga mampu memotivasi kita untuk melaksanakan dhamma dengan sebaik-baiknya dalam kehidupan kita saat ini. Kita harus merasa bersyukur terlahir dialam manusia karena :
1.Dengan terlahir di alam manusia berarti pada saat ini kita terbebas dari alam neraka
Apabila kita terlahir di alam neraka kita akan mengalami suatu penderitaan yang luar biasa. Alam neraka sungguh panas sekali. Panasnya seperti jika kita berada di suatu ruangan yang sempit yang bagian atas, bawah dan sampingnya dikelilingi oleh api. Terlalu panasnya neraka membuat setiap makhluk yang terlahir disana tidak dapat mempraktekkan dhamma sedetikpun.
Akan tetapi kita sebagai manusia yang terlahir di daerah yang tidak sepanas neraka masih saja sering berpikir, “Terlalu panas sehingga kita malas ke Vihara, Terlalu panas sehingga kita malas berbuat kebajikan dst..” Dalam kehidupan sehari-hari kita merasa enggan untuk membantu seorang nenek menyebrangi jalan hanya karena hari itu hari yang panas. Padahal jika kita renungkan panasnya siang hari tidaklah sepanas neraka. Janganlah hanya rintangan panas membuat diri kita mengalami kemunduran dalam pelaksanaan dhamma.
Terdapat juga diantara kita yang berpikir,
“Terlalu dingin sehingga malas untuk bangun pagi, apalagi jika pada pagi tersebut sedang hujan.” Diri kita merasa terlalu dingin untuk bangun di pagi hari dan melakukan sesuatu yang positif pada pagi hari. Padahal perlu diketahui sesuatu yang positif dapat di awali dengan suatu motivasi yang baik di pagi hari. Janganlah rintangan dingin membuat kita malas karena perlu kita renungkan juga dingin yang kita rasakan tidaklah sedingin penyiksaan kita jika terlahir di alam neraka.
Bhante Sumanggalo pernah melakukan suatu posting di internet yang bertujuan untuk menyindir orang-orang yang malas bangun pagi. Posting itu berisi tentang lima langkah yang dilakukan di pagi hari yaitu: Bangun di pagi hari, Langkahkan kaki ke arah jendela, Buka jendela lebar-lebar, Tarik napas panjang-panjang untuk menikmati segarnya udara pagi dan yang kelima Tidur lagi ah…!. Beliau menulis hal ini untuk menyadarkan kita bahwa sikap kita yang malas bangun pagi adalah salah. Beliau merasa bahwa sebenarnya waktu yang terbaik selama satu hari penuh adalah waktu di pagi hari.
Seharusnya kita rajin bangun pagi untuk merasakan betapa segarnya udara pagi hari dan betapa tenangnya suasana di pagi hari. Pada keadaan yang tenang ini kita dapat melakukan praktek meditasi yang baik. Perlu diketahui pagi hari adalah waktu yang tepat untuk bermeditasi. Hal ini dikarenakan di pagi hari segala beban masalah kita sudah terendapkan selama kita tidur dan diri kita pun sudah merasa segar setelah tidur semalaman. Pada kondisi yang lebih tenang dan segar ini kita dapat bermeditasi dengan lebih baik.
2. Dengan terlahir di alam manusia berarti pada saat ini kita terbebas dari alam peta
Di alam ini dalam jangka waktu beribu-ribu tahun atau berkalpa-kalpa baru dapat menemukan sebutir makanan untuk dimakan. Mereka merasakan kelaparan yang sungguh dasyat sehingga mereka tidak mampu berpikir tentang praktek dhamma. Pernah diceritakan bahwa Yang Ariya Moggallana pun tidak mampu memberikan makanan secara langsung kepada ibunya yang terlahir di alam neraka.
Laparnya diri kita di alam manusia tidaklah selapar jika kita terlahir di alam peta. Walaupun demikian kita masih saja berpikir, “Terlalu lapar sehingga malas ke Vihara, Terlalu lapar sehingga malas bermeditasi dst…” Perbuatan yang seperti ini adalah salah dan sungguh ironis. Seharusnya kita jangan suka menunda-nunda melakukan suatu perbuatan yang baik hanya karena makanan.
3. Dengan terlahir di alam manusia berarti pada saat ini kita terbebas dari alam binatang
Sama seperti dengan alam neraka dan alam peta, di alam binatang juga kita tidak dapat mempraktekan dhamma. Hal ini dikarenakan karena binatang tidak mempunyai kemampuan untuk memahami dhamma. Bhante bercerita bahwa ada seekor burung kakaktua yang dapat menlafalkan Om Mani Padme Hum. Burung ini dapat melafalkan Om Mani Padme Hum karena burung itu selalu mendengar majikannya selalu melafalkan mantra itu. Burung itu melafalkan mantra tanpa mengerti makna dari kata-kata yang diucapkan.
Kita yang terlahir di alam sebagai manusia sungguh beruntung karena dapat melafalkan paritta atau mantra dengan mengerti maknanya. Selain itu kita juga mempunyai kemampuan untuk belajar dhamma dengan baik. Seharusnya kita mensyukuri kelebihan-kelebihan kita sebagai manusia ini dengan selalu giat mempraktekkan dhamma dalam kehidupan kita sehari-hari.

Pada akhir dhammadesana Y.M Bhante Sumanggalo juga menjelaskan bahwa sering kita terlalu melebih-lebihkan permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan kita. Kita melebih-lebihkan kondisi keadaaan cacat fisik yang kita miliki, kekurangan harta, kedinginan, kepanasan dan kelaparan yang kita alami. Sikap melebih-lebihkan membuat diri kita mengalami kemarahan yang merupakan kelainan jiwa yang timbul karena kita tidak mampu menghadapi kenyataan hidup yang terjadi. Selain itu keadaan ini membuat diri kita menjadi lembek dan tidak mampu melaksanakan dhamma dengan baik di kehidupan ini.
Dahulu ketika beliau akan kembali ke Indonesia, Guru Beliau bertanya, “Apakah nanti kamu diperbolehkan pakai jubah seperti ini (jubah tradisi Tibet) jika pulang ke Indonesia?.” Bhante Sumaggalo menjawab bahwa tidak masalah, pasti boleh. Lalu Sang Guru kembali berkata dan menjelaskan bahwa apabila tidak boleh memakai jubah seperti itu pun tidak apa-apa karena Sang Guru meperbolehkan muridnya memakai jubah yang lain. Dalam kasus cerita ini dapat dilihat bahwa Guru Beliau tidak melebih-lebihkan masalah tentang jubah. Guru Beliau menganggap masalah jubah hanyalah jubah, tidak usah dilebih-lebihkan.
Demikianlah dhammadesana dari Y. M. Bhante Sumanggalo. Selanjutnya acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
1. Apakah orang yang terlahir dengan kecacatan fisik pada kehidupan yang akan datang akan kembali terlahir dengan memiliki kecacatan fisik?
Jawab :
Tidak, tergantung dari karmanya. Jika ia selalu berbuat bajik ada kemungkinan ia akan terlahir dengan kondisi yang lebih baik. Orang yang terlahir dengan cacat fisik dikarenakan pada kehidupan yang lampau orang tesebut sering melakukan perbuatan jahat.

2. Apakah boleh melafalkan mantra Om Mani Padme Hum di kamar tidur?
Jawab:
Boleh. Alangkah indahnya jika sebelum tertidur kita melafalkan Om Mani Padme Hum dengan penuh cinta kasih. Dengan melakukan hal ini berarti kita tidak menyia-nyiakan waktu sedetikpun untuk mempraktekkan dhamma. Selain itu dapat dipastikan tidur kita pun akan nyenyak.

3. Bagaimana caranya kita dapat membacakan paritta dengan penuh keyakinan?
Jawab:
Sebaiknya sebelum membaca paritta kita merenungkan dahulu keagungan dari Buddha, Dhamma dan Sangha. Jika kita sudah menyadari sepenuhnya bahwa betapa agung dan luhurnya Buddha, Dhamma, dan Sangha maka kita akan membaca paritta dengan penuh keyakinan.

4. Apakah seorang burung yang dapat melafalkan suatu paritta dapat terlahir sebagai manusia?
Jawab:
Belum dapat dipastikan apakah burung itu akan terlahir di alam manusia. Semua ini tergantung dari karma yang dimilikinya.



5. Bagaimana seharusnya yang kita lakukan dengan berbagai tradisi ajaran Buddha yang kita miliki?
Jawab:
Jika anda adalah praktisi Theravada maka jadilah praktisi Theravada yang baik, Jika anda adalah praktisi Mahayana maka jadilah praktisi Mahayana yang baik dan begitu juga jika anda adalah praktisi Tantrayana jadilah praktisi Tantrayana yang baik.
Janganlah mencampur adukkan praktek ajaran tradisi yang ada dan janganlah suka merasa bahwa tradisi yang anda pegang adalah yang lebih baik sehingga anda mencela tradisi yang lainnya.

Demikianlah ringkasan dhammadesana pada kebhaktian umum 19 Juni 2009. Semoga Dhammadesana ini bermanfaat bagi kita semua.

Sabtu, 13 Juni 2009

Romo Pannajayo : 3 Cara pemujaan terhadap Guru Buddha

Kebaktian Remaja Sabtu 13 Juni 2009
Protokol : Dewi
Dhammapada : Dwi & Sidhi ( Gatha 304 )
Dhammadesana : Romo Pannajayo
Sumber : Buku Pedoman Pokok-pokok Dasar Buddha Dhamma ( Bag.2 )
Penyusun : Dody Herwidanto, S.Ag.,M.A.
Penulis : Tommy


Kebaktian kali ini lagi-lagi tidak begitu banyak yang hadir, tapi beberapa orang terlihat antusias dari minggu-minggu sebelumnya untuk tetap mengikuti kebaktian di Vihara.
Pada kebaktian kali ini, yang diisi oleh Romo Pannajayo, beliau mengambil tema “ 3 Cara Pemujaan tehadap Guru Buddha”, pada kebaktian kali ini memang telihat tidak biasanya Romo Pannajayo membawa sebuah buku , beliau mengatakan bahwa Dhamma adalah ajaran yang sungguh luhur, harus dengan hati-hati dalam mengamalkannya, bisa-bisa salah, jadi pada kebaktian kali ini Romo sengaja membawa buku panduannya untuk Dhammadesananya di kebaktian remaja. Yakni buku Pedoman Pokok-pokok Dasar Buddha Dhamma milik Dhamma Study Group Karawang yang sengaja difotokopi untuk pegangan romo pannajayo.

Dalam agama Buddha juga terdapat ajaran tentang ‘ Pemujaan ’. Namun, pemujaan dalam agama Buddha ditujukan pada objek yang benar ( Patut ) dan didasarkan pada pandangan benar. Menurut naskah pali – Dukanipata,Anguttara Nikaya. Sutta Pitaka,
Ada 3 cara pemujaan / penghormatan yaitu :

A. Amisa Puja
Makna Amisa Puja
Secara harafiah berarti pemujaan dengan persembahan. Kitab Mangalatthadipani menguraikan empat hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan Amisa Puja ini yaitu:
a. Sakkara : Memberikan persembahan materi
b. Garukara : Menaruh kasih serta bakti terhadap nilai-nilai luhur
c. Manana : Memperlihatkan Rasa Percaya
d. Vandana : Menguncarkan ungkapan atau kata persanjungan.

Selain itu ada 3 hal yang harus diperhatikan agar amisa puja dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya. Ketiga hal tersebut yaitu :

a. Vatthu Sampada : Kesempurnaan Materi
b. Cetana Sampada : Kesempurnaan kehendak
c. Dakkhineyya Sampada : Kesempurnaan dalam objek pemujaan.

Sejarah Amisa Puja berasal dari kebiasaan Bhikkhu Ananda yang selalu merawat Guru Buddha.
B. Pariyati Puja
Yakni pemujaan atau penghormatan dengan mempelajari apa yang sudah diajarkan oleh junjungan kita, yakni Tathagatha. Membaca paritta, belajar Dhamma, adalah salah satu contoh dari pariyati puja

C. Patipatti Puja
Secara Harafiah berarti pemujaan dengan pelaksanaan, sering juga disebut sebagai Dhammapuja. Menurut kitab Paramatthajotika, yang dimaksud ‘pelaksanaan’ dalam hal ini adalah :

a. Berlindung pada Tiga perlindungan (Buddha,Dhamma dan Ariya Sangha)
b. Bertekad untuk melaksanakan pancasila Buddhist ( Lima kemoralan )
Yakni pantangan untuk tidak membunuh, mencuri, berbuat asusila, berkata tidak benar dan minum minuman yang memabukan.
c. Bertekad melaksanakan Athanga Sila ( delapa sila ) pada hari-hari uposatha.
d. Berusaha melaksanakan kemurnian sila, yaitu:
i. Pengendalian diri dalam tata tertib.
ii. Pengendalian 6 indra.
iii. Mencari nafkah kehidupan secara benar.
iv. Pemenuhan kebutuhan hidup yang layak.

Manfaat dari Patipatti Puja

Dalam Sutta Pitaka bagian Anguttara Nikaya, Dukanipata, dengan sangat jelas Buddha Gaotama menandaskan demikian : “ Duhai para Bhikkhu ada 3 cara pemujaan , yaitu Amisa Puja , Pariyati Puja dan Dhamma Puja. Diantara 3 cara pemujaan, Dhamma Puja adalah yang paling unggul”
Dengan demikian sudah selayaknya jika umat Buddha lebih menekankan pada pelaksanaan Dhammapuja. ( Patipatti Puja ).

Sejarah Patipatti Puja:

Cerita tentang Bhikkhu Tissa yang bertekad berpraktek Dhamma hingga berhasil 4 bulan menjelang Buddha parinibbana. Dalam hal tersebut Guru Buddha bersabda : “ Para Bhikkhu, barang siapa mencintai-Ku, ia hendaknya bertindak seperti Tissa. Karena, mereka yang memuja-Ku dengan persembahan bunga, wangi-wangian dan lain-lain, sesungguhnya belumlah bisa dikatakan memujaku dengan cara terluhur. Sementara itu, seseorang yang melaksanakan Dhamma secara benar itulah yang patut dikatakan telah memuja-Ku dengan cara terluhur. ”

Jadi Penghormatan tertinggi pada Guru Buddha adalah mempraktekan ajaran Beliau untuk mencapai pembebasan sejati dari kebencian, keserakahan dan kebodohan bathin.

Semoga bermanfaat.

Jumat, 12 Juni 2009

Bpk. Cornelis Wowor : Kerjakanlah Tugas Kita Sekarang



Kebhaktian Umum, 12 juni 2009
Protokol : Saudari Wawah S.
Penyalaan Lilin Altar : Bapak Aen
Pembacaan Dhammapada : Ibu Lilayani (Gatha 256 dan Gatha 257)
Dhammadesana : Bapak Cornelis Wowor
Penulis : Grace Chandra

Malam ini merupakan malam yang spesial, karena pada malam ini dhammadesana kebhaktian umum Vihara Surya Adhi Guna diisi oleh salah satu orang penceramah terkenal yaitu Bapak Wowor. Kebaktian hari ini, ruang dhammasala dipenuhi oleh umat dari berbagai usia, mulai dari anak-anak, remaja, muda-mudi dan orang tua. Mereka semua menanti-nantikan dhammadesana dari Bapak Wowor.
Bapak Wowor memberikan dhammadesana dengan topik “Kerjakanlah Tugas Kita Sekarang Ini, Siapa Tahu Besok Kita Mati.” Kehidupan kita di dunia ini tidaklah pasti, tapi kematian itu pasti. Saat ini banyak orang yang meninggal mendadak, contohnya: kecelakaan helikopter yang terjadi pada bulan lalu dan hari ini. Tahun lalu pun terjadi kecelakaan pada pesawat yang akan take off. Kecelakaan tersebut banyak memakan korban jiwa, salah satunya yaitu seorang Gubernur yang baru saja menjalani masa kepemimpinan selama satu tahun. Bapak Wowor mengkaji bahwa orang yang sudah mempunyai karma baik dapat menjadi Gubernur saja meninggal apalagi kita-kita yang hanya orang biasa. Kematian pasti suatu saat mendatangi kita semua.
Dahulu pada zaman Buddha, ada seorang Permaisuri Raja yang bertanya kepada Buddha, “Bhante mengapa ada orang yang hidup berusia pendek tetapi ada juga orang yang berusia panjang?.” Lalu Buddha menjawab, “Orang berusia pendek karena pada kehidupan lampaunya,
Ia suka membunuh makhluk hidup sedangkan orang berusia panjang karena pada kehidupan lampaunya, Ia tidak pernah melakukan pembunuhan dan malah sering berbuat kebaikan.” Jadi bila kita ingin berusia panjang pada kehidupan ini kita harus melaksanakan sila pertama pancasila buddhis yaitu tidak melakukan pembunuhan. Setelah itu kita juga harus sering melakukan perbuatan kebaikan seperti menyelamatkan hidup makhluk hidup (Fangshen).
Perbuatan fangshen tidak hanya dapat dilakukan kepada binatang saja, kita juga dapat melakukan fangshen kepada sesama manusia. Fangshen kepada manusia contohnya: Kita membantu seseorang yang nyawanya terancam jika tidak segera dibawa ke Rumah Sakit. Kita menolong orang tersebut secara pribadi atau ramai-ramai dengan yang lainnya dengan mengumpulkan uang agar orang tersebut dapat ke Rumah Sakit. Dengan cara ini kita telah menyelamatkan jiwa seorang manusia. Selain perbuatan di atas, membelikan obat untuk yang sakit dan donor darah juga merupakan contoh fangshen kepada sesama manusia.
Bapak Wowor lalu bercerita tentang kisah nyata mengenai manfaat fangshen. Di Kalimantan Timur bagian Utara tepatnya di kota Tarakan, terdapat suatu keluarga yang anak lelakinya menderita penyakit leukemia. Anak laki-laki tersebut berumur sekitar 12-13 tahun dan merupakan anak laki-laki satu-satunya di keluarga tersebut. Anak laki-laki ini lebih disayang dibandingkan dua saudara perempuannya karena menurut tradisi keluarga tersebut anak laki-laki adalah pembawa nama keluarga (Seh keluarga). Ketika anak laki-laki ini divonis bahwa penyakit leukimianya makin parah karena darah merah sudah kalah jumlahnya dengan darah putih, tentu saja papa, mama dan saudara-saudara perempuannya sangat sedih sekali. Semua cara dilakukan agar anak laki-laki tersebut dapat sembuh.
Pada suatu hari Romo yang cukup terkenal di kota Tarakan datang mengunjungi keluarga tersebut. Papa anak laki-laki tersebut memohon agar Romo membantu anak laki-lakinya agar dapat sembuh dari penyakitnya. Romo pun berkata, “Saya akan membantumu tapi ada persyaratannya yaitu semua keluarga termasuk kamu, istri kamu, anak laki-laki dan kedua anak perempuan kamu harus tidak membunuh makhluk hidup dan melakukan fanghen secara terus menerus. Apakah kamu bisa menaati persyaratan ini?.” Papa anak laki-laki ini pun menyanggupinya. Akan tetapi sang Papa bingung bagaimana caranya anak laki-lakinya dapat melakukan fangshen sendiri karena untuk bangun saja dia tidak bisa (Badan anak laki-lakinya sudah lemas).
Romo itu menjelaskan orang sakit berbadan lemas pun dapat melakukan fangshen dengan jalan berbicara. Romo berkata, “Berikanlah uang pada anakmu dan ketika uang itu sudah ada di tangan anak laki-lakimu katakanlah bahwa uang itu miliknya.” Lalu, biarkan anak laki-lakimu berkata dengan mulutnya sendiri untuk memerintahkan keluarganya agar menggunakan uang tersebut dalam fangshen. Anak laki-lakimu juga harus bertekad dalam dirinya, “Semoga jasa kebajikan yang saya lakukan ini dapat membuat diri saya sembuh dari penyakit yang saya derita saat ini.”
Akhirnya keluarga itu melakukan nasehat Romo itu dan selang beberapa lama kemudian anak itu menunjukan tanda-tanda kesembuhan. Darah merah anak laki-laki tersebut mulai meningkat dan akhirnya anak laki-laki tersebut sembuh dari penyakitnya. Semenjak saat itu, keluarga anak laki-laki tersebut semakin yakin dengan Agama Buddha. Keluarga tersebut sekarang rajin ke Vihara dan sering berbuat kebajikan.
Bapak Wowor juga mengatakan dia menceritakan kisah ini bukan berarti menjamin bahwa bila ada orang yang sakit keras pasti sembuh jika dia melakukan fangshen. Jadi apabila seseorang melakukan fangshen ternyata tidak berbuah pada saat ini, janganlah kecewa. Fangshen adalah perbuatan yang baik, jadi walaupun usaha kita tidak membuahkan hasil sekarang pasti pada kehidupan selanjutnya akan berbuah.
Demikianlah dhammadesana dari Bapak Wowor, selanjutnya acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Pertanyaan-pertanyaan dari umat Vihara Surya Adhi Guna adalah sebagai berikut:

1. Ada umat yang pernah bermimpi bahwa dia melihat papa dan mamanya senang dan ada juga umat yang bermimpi bahwa dia melihat orangtuanya kehausan dan minta minum kepadanya. Mereka semua bertanya, “apakah arti dari mimpi ini dan apa yang harus dilakukan oleh kami selaku buddhis?.”

Bapak Wowor menjawab:
Sungguh beruntung jika di dalam mimpi kita melihat orang tua kita yang telah meninggal berbahagia karena ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan orang tua kita telah terlahir di alam yang berbahagia. Akan tetapi, jika di dalam mimpi kita melihat Almarhum orang tua kita menderita maka ada kemungkinan kalau orang tua kita terlahir di alam peta. Jika orang tua kita memohon minum di dalam mimpi kita, sebaiknya kita berdana minuman kepada seseorang. Setelah melakukan jasa kebajikan tersebut kita limpah kepada orang tua kita, “Semoga dengan jasa kebajikan yang saya lakukan ini semoga orang tua saya tidak menderita kehausan lagi.”


2. Bagaimana karma dari seorang perampok yang selalu merampok harta orang kaya lalu membagikannya kepada orang miskin?.

Bapak Wowor menjawab:
Orang tersebut memiliki karma yang mendua. Hal ini dikarenakan ketika Ia merampok orang kaya maka Ia mempunyai karma buruk dan ketika Ia membagi-bagikan harta kepada orang miskin maka Ia melakukan karma baik. Jadi sebetulnya tidak ada yang namanya orang jahat, yang ada orang yang pernah melakukan perbuatan buruk. Tidak ada pula orang baik, yang ada orang yang pernah melakukan perbuatan baik.

3. Apakah orang gila pasti terlahir menjadi orang gila lagi? Dan apakah orang yang banci terlahir akan terlahir menjadi banci?

Bapak Wowor menjawab:
Orang gila terlahir menjadi orang gila lagi atau tidak tergantung dari karma yang sebelumnya ia lakukan. Orang gila itu mempunyai kesadaran seperti kita tetapi yang membedakannya Ia tidak tahu malu dan tidak dapat mengontrol dirinya. Apabila orang gila itu sadar maka segala perbuatannya itu pastilah menghasilkan suatu buah perbuatan.
Begitu juga dengan orang banci, terlahir atau tidaknya ia sebagai banci tergantung dari karma yang dilakukannya selama ia terlahir menjadi banci. Apabila banci tersebut selama hidupnya melakukan perbuatan yang tidak baik seprti menjual diri, maka pada kehidupan selanjutnya kemungkinan terlahir lebih parah lagi. Bisa saja banci tersebut terlahir sebagai hemaprodit (mempunyai jenis kelamin dua). Orang yang terlahir banci biasanya karena dahulunya Ia pernah melakukan perbuatan asusila, melanggar sila yang ketiga dalam pancasila buddhis.

4. Apakah baru niat membunuh tapi tidak membunuh dapat dikatakan perbuatan dan apakah menghasilkan suatu buah perbuatan?.

Bapak Wowor menjawab:
Niat membunuh berarti kita sudah berbuat walaupun memang tidak melanggar sila. Sesuatu yang sudah dilandasi oleh kehendak dapat dikatakan suatu perbuatan dan akan menghasilkan suatu buah perbuatan.

5. Apakah yang harus kita lakukan agar kita terhindar dari musibah yang akan menimpa kepada kita?.

Bapak Wowor menjawab:
Perbanyaklah kebajikan. Dan ketika sudah berbuat bajik, bertekadlah dalam diri bahwa semoga dengan kebajikan yang telah saya lakukan ini semoga bila terjadi suatu mara bahaya semoga saja saya tidak berada di tempat itu.



6. Bagaimana caranya agar kita tidak kesal apabila ada orang yang berutang kepada kita tidak mau melunasi hutangnya?.

Bapak Wowor menjawab:
Kesal karena kejadian tersebut adalah wajar. Hal ini dikarenakan kita masih umat awam dan belum mancapai tingkat kesucian. Yang bisa kita lakukan adalah melatih sedikit demi sedikit agar dapat mengontrol diri kita. Apabila kita bertemu orang seperti itu yang dapat kita lakukan adalah melakukan pendekatan pada orang itu. Kita berkata, ‘Setor dulu hutangnya pak/ibu, kalau sudah lunas baru boleh berhutang lagi.”

7. Apakah pendapat Romo Wowor mengenai perbuatan membunuh nyamuk demam berdarah karena saat ini banyak sekali orang yang terkena penyakit ini?

Bapak Wowor menjawab:
Perbuatan membunuh demi keselamatan anak-anak kita adalah perbuatan yang terpaksa dilakukan. Sama seperti seorang tentara yang terpaksa membunuh di medan perang. Perbuatan membunuh pastilah menghasilkan buah yang tidak baik. Oleh sebab itu kita juga harus banyak-banyak berbuat kebajikan agar buah kejahatan tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kita.

8. Mengapa terkadang di acara kebhaktian atau upacara kadang selalu diucapkan semoga Sang Buddha melindingi kita?, Bukankah yang dapat melindungi diri kita adalah diri kita sendiri yaitu perbuatan kita?.

Bapak Wowor menjawab;
Itu hanyalah bahasa upacara saja sebenarnya memang dalam kehidupan ini yang menolong diri kita adalah perbuatan kita sendiri.

9. Apa yang harus kita lakukan menghadapi surat-surat berantai yang mengatakan bahwa ini merupakan mantra kebahagiaan jika tidak memfotokopi dan menyebarkan akan mengalami musibah?.

Bapak Wowor mejawab:
Janganlah kita meneruskan surat berantai tersebut dan jangan takut akan acaman-ancaman yang ada di dalam surat tersebut.


10. Mengapa terkadang kita dapat bermimpi melafalkan suatu paritta dan apakah betul suatu paritta dapat membantu kita agar tidak diganggu makhluk lain?.

Bapak Wowor menjawab:
Itu terjadi karena kita sudah terbiasa dan sering melafalkan paritta tersebut sehingga dalam mimpi pun kita dapat melafalkan paritta tersebut.
Pelafalan paritta dapat membantu kita agar tidak diganngu oleh makhluk halus. Hal ini pernah saya alami ketika saya menginap di suatu hotel yang kamarnya memiliki penunggunya. Setiap orang yang tinggal di kamar tersebut pasti diganggunya akan tetapi saya tidak mengalami gangguan tersebut. Hal ini dikarenakan sebelum tidur saya selalu membaca paritta. Saya mempunyai tekad bahwa sebelum tidur (Secapai apapun) saya harus membaca paritta terlebih dahulu.


Demikianlah ringkasan dhammadesana pada kebhaktian umum 12 Juni 2009. Semoga Dhammadesana ini bermanfaat bagi kita semua.



Minggu, 07 Juni 2009

Y. M. Bhante Upasammo : Sungguh Sulit untuk bisa terlahir sebagai manusia

Kebhaktian Umum, 05 Juni 2009
Protokol : Ibu Lilayani
Penyalaan lilin Altar : Bapak Aen
Pembacaan Dhammapada : Bapak Hasan Medang Asem (Gatha 167 dan 168)
Dhammadesana : Y. M. Bhante Upasammo
( Dari Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya)
Penulis : Grace Chandra

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhasa (3 X)

Kicho Manussa Ti Pati Labho, Sungguh Sulit Terlahir Sebagai Manusia

Pada kebhaktian malam ini dhammadesana diisi oleh Y. M. Bhante Upasammo . Beliau berasal dari Toli-Toli, Sulawesi Tengah. Dalam dhammadesananya Yang Mulia Bhante membahas tentang sungguh sulit terlahir sebagai manusia. Pernyataan ini terdapat dalam sutta penyu buta. Dalam sutta ini dijelaskan bahwa sulitnya terlahir di alam manusia lebih sulit dibayangkan, dibandingkan dengan sulitnya kemungkinan seekor penyu buta yang muncul ke permukaan laut hanya 100 tahun sekali dan ketika muncul ke permukaan kepalanya masuk ke dalam gelang-gelang yang terapung di permukaan lautan.

Di Indonesia jumlah manusia yang ada ± 250 juta orang, sedangkan di dunia jumlah manusia yang ada ± 6 Milyar orang. Apabila menilik angka ini, kita pasti berpikir bahwa jumlah manusia yang ada di bumi ini sungguhlah banyak. Memang jumlah ini banyak, tetapi jumlah manusia masih kalah banyak jumlahnya dibandingkan jumlah makhluk hidup yang terlahir di alam kehidupan yang lain.

Hal ini telah diterangkan oleh Buddha dalam sutta seujung kaki. Dalam sutta seujung kaki sang Buddha bertanya pada muridnya.., “Oh para bhikkhu menurut kalian lebih banyak mana debu yang ada di ujung kakiku atau debu yang ada di dunia ini?.” Muridnya menjawab, “Tentu saja lebih banyak debu yang ada di dunia.” Sang Buddha lalu berkata, “Oh para bhikkhu, begitu pula dengan makhluk yang terlahir di alam manusia lebih sedikit seperti debu yang ada di ujung kakiku dan begitu banyak makhluk yang terlahir di alam bukan manusia sama seperti debu yang ada begitu banyak di dunia ini.”


Kita terlahir di alam manusia berarti kita sedang memetik karma baik yang sudah kita tanam. Janganlah terlena karena kondisi yang baik ini. Kita haruslah selalu memperbanyak melakukan karma baik, karena karma baik inilah yang akan menjadi pelindung bagi kita. Kebajikan yang kita lakukan sebaiknya terus-menerus, sepanjang hidup kita. Hal ini sesuai dengan bunyi dhammapada gatha 53 yang brbunyi: “Seperti rangkaian bunga yang terdiri dari kumpulan bunga-bungaan, begitulah hendaknya kebajikan-kebajikan dilakukan orang sepanjang hidupnya.”
Sebenarnya terlahir sebagai manusia kesempatan kita untuk berbuat lebih banyak kebajikan lebih banyak dibandingkan jika kita terlahir di alam kehidupan yang lain. Para Dewa saja jika ingin melakukan kebajikan turun ke bumi untuk dapat berbuat bajik kepada manusia. Dahulu di jaman Buddha pernah ada seorang Raja Sakha turun ke bumi hanya agar dapat berdana untuk Maha Kassapa.

Para Dewa ingin berbuat bajik karena mereka tahu bahwa mereka terlahir sebagai Dewa karena adanya simpanan karma baik. Saat ini mereka sedang memetik buah dari karma baik yang telah mereka lakukan. Jika mereka tidak melakukan perbuatan baik lagi (hanya selalu menikmati hasil karma baik yang lalu) maka lama kelamaan simpanan karma baiknya akan habis. Berbuat kebajikan terus menerus dapat memungkinkan dirinya jika meninggal nanti terlahir dialam yang lebih baik

Seorang Dewa yang akan meninggal mempunya lima tanda. Lima tanda kelapukan yeng menandakan Dewa akan lenyap adalah sebagai berikut: Bunganya layu, pakaiannya kotor, Badannya berkeringat, Auranya/sinar tubuhnya memudar, dan dia sudah tidak bahagia lagi di singgasananya.

Apabila seorang Dewa memiliki tanda-tanda seperti ini, maka Dewa yang lain akan menghibur Dewa yang akan lenyap tersebut. Mereka berkata tiga hal kepada Dewa yang akan lenyap , yaitu:
1. Pergilah ke alam yang baik.
Maksudnya Terlahirlah di alam Manusia
2. Apabila sudah di alam yang baik, perolehlah hal yang baik.
Maksudnya jika Dewa yang lenyap tersebut telah terlahir di alam manusia maka perolehlah Dhamma dan Vinaya.
3. Sudah memperoleh yang baik, mantapkanlah dirimu didalamnya.
Maksudnya jika sudah memperoleh Dhamma dan Vinaya, maka perkuatlah dirimu di dalam Dhamma dan Vinaya. Mantapkanlah dirimu di dalam Pancasila.

Di dalam Anguttara Nikaya juga dijelaskan tentang empat hal yang menandakan bahwa sekalipun kita terlahir di alam manusia tetapi kita tidak beruntung. Kempat hal tersebut yaitu:
1. Kita dikatakan tidak beruntung terlahir sebagai manusia jika kita tidak mengenal sasana. Sasana diartikan dalam agama Buddha adalah Dhamma dan Vinaya, Kitab suci.
2. Kita dikatakan tidak beruntung terlahir sebagai manusia jika kita memiliki keyakinan yang salah. Keyakinan salah contohnya: Jika kita berpikir bahwa tidak ada gunanya berbuat baik dan malah berpikir bahwa berbuat jahat tidak ada buahnya.
Di dalam agama Buddha semua perbuatan pastilah ada buahnya. Kita tidak mengenal adanya pengampunan dosa. Oleh sebab itu jika seseorang telah melakukan kejahatan dan menyadari kesalahannya itu. Maka yang dapat ia lakukan adalah banyak perbuat kebajikan. Kebajikan-kebajikan yang ia lakukan ini akan membuat efek dari buah kejahatan yang ia lakukan tidak terlalu terasa efek negatifnya.
Kebajikan di analogikan sebagai air dan kejahatan dianalogikan sebagai garam. Jika kebajikan banyak kita lakukan maka garam yang tadinya berada dalam segelas air akan terencerkan dengan air yang bertambah banyak. Setelah berbuat bajik yang sangat banyak dan terus menerus maka garam bukanlah berada di dalam segelas air melainkan terlarut di dalam air yang banyaknya seperti air di lautan luas. Dengan begitu rasa asin pun tidak terlalu terasa lagi.
3. Kita dikatakan tidak beruntung terlahir sebagai manusia jika kita tidak memiliki kebijaksanaan. Kita tidak peduli akan perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan baik/jahat.
4. Kita dikatakan tidak beruntung terlahir sebagai manusia jika kita terlahir sebagai manusia bukan di dalam era jaman Buddha. Saat ini kita beruntung terlahir sebahai manusia di era jaman Buddha yaitu era Buddha Gotama.

Demikianlah ringkasan dhammadesana pada kebhaktian umum 05 Juni 2009. Semoga Dhammadesana ini bermanfaat bagi kita semua.

Grace Chandra : Khotbah di luar dinding

Kebaktian remaja – Sabtu, 6 Juni 2009
Protokol : Nanda
Lilin Altar : Yessica F.S.
Dhammapada : Niraja & Nita
Dhammadesana : Grace Chandra
Penulis : Tommy
Seperti minggu-minggu sebelumnya, umat remaja yang hadir pada hari ini tidak terlalu banyak, hanya sekitar 20 an. Tapi semangat belajar Dhamma begitu terasa tatkala Grace terus memotivasi para remaja untuk terus belajar.
Pada pembukaan Dhammadesananya, Grace meminta para umat untuk duduk melingkar untuk menciptakan kesan kebersamaan antar umat yang hadir. Alih-alih umat bersiap-siap mendengarkan, Grace memulainya dengan pernyataan : “ Baru-baru ini kita semua merayakan hari makan bacang. Orang tua kita sengaja setiap tahun melakukan upacara persembahyangan untuk para leluhur. Temen-temen ada yang tau, apa tujuan persembahyangan untuk leluhur? ”.. Para remaja yang hadir, terdiam sejenak. Lalu Grace memulai ceritanya dengan membuka sebuah buku yang ia dapat dari Y.L. Samanera Abhasaro, yakni sebuah buku yang merupakan bagian dari Sutta-pitaka, Khuddkapatha pada bab VII Tirokuddasuttam mengenai khotbah di luar dinding.

Suatu hari ketika Guru Buddha memasuki Rajagaha, Raja Bimbisara mengundang Yang Terberkahi untuk menerima dana dari Raja Bimbisara. Setelah menyerahkan dana kepada Yang terberkahi,
Sang Raja sibuk memikirkan di mana seharusnya Guru Buddha tinggal, apa yang harus Sang Raja lakukan untuk yang terberkahi, Pada malam harinya, Raja Bimbisara Mendengar suara raungan sedih yang menakutkan hingga pada pagi hari nya, Sang Raja yang merasa terganggu membicarakan hal tersebut pada Guru Buddha, “Yang mulia Bhante, saya mendengar suara sedemikian rupa semalam, apa yang akan terjadi padaku?” Lalu yang terberkahi menjawab, “ Jangan takut Raja yang agung. Tak ada celaka yang datang dari hal itu. Yang terjadi adalah, ada sanak saudaramu di masa lampau yang telah terlahir kembali di antara makhluk halus. Dan selama satu interval Buddha mereka selalu mengharapkan engkau memberikan dana kepada yang tercerahkan dan kemudian membaktikan jasa kebajikan itu kepada mereka. Namun kemarin engkau tidak melakukannya. Karena mendapati harapan mereka telah sirna, mereka mengeluarkan lengkingan yang mengerikan itu. ” Lalu Yang terberkahi menceritakan tentang khotbah diluar dinding.

Oleh siapa khotbah itu diucapkan? Di mana? Kapan? Dan mengapa demikian? Dapat dinyatakan bahwa khotbah tersebut disampaikan oleh yang terberkahi. Dan tempatnya adalah Rajagaha [202] sehari setelah [ kedatangan beliau di Rajagaha] dengan tujuan memberikan berkah Nya untuk Raja Magadha.

92 Kalpa yang lalu ada sebuah kota bernama Kasi. Raja nya bernama Jayasena, sedangkan ratunya bernama Sirima. Seorang Bodhisatta ( Makhluk yang bertekad untuk mencapai pencerahan ) bernama Phussa berada dalam kandungan Ratu. Setelah akhirnya Bodhisatta itu mencapai pencerahan penuh, Raja Jayasena menjadi sangat melekat pada pemikiran “ Putra ku telah meninggalkan keduniawian yang agung. Dia telah menjadi Buddha ( yang tercerahkan ). Buddha adalah milikku, Dhamma adalah milikku, Sangha adalah milikku. Sepanjang waktu, Raja sendirilah yang melayani beliau, dan tak seorangpun diberi kesempatan untuk melakukan hal itu.Tiga adik tiri dari ibu lain berpikir, Para Buddha muncul untuk manfaat seluruh dunia, bukan untuk manfaat satu orang saja. Tetapi ayah kami tidak memberikan kesempatan kepada siapapun untuk melayani beliau. Bagaimana kami dapat merekayasa agar kami bisa melayani yang terberkahi? ” Lalu mereka membuat seolah-olah ada pergolakan di daerah perbatasan dan Raja mengirimkan ketiga putranya itu untuk mengamankan daerah tersebut. Setelah berhasil Raja pun merasa senang dan menawarkan hadiah kepada mereka, “ Apapun yang kalian inginkan, ambilah! ” Kata Raja, Mereka menjawab : “ Kami ingin melayani yang terberkahi.” “Ambil lainnya kecuali itu” mereka bersikeras, “ kami tidak menginginkan apapun lainnya.”,“Kalau demikian, ambilah! Tapi tentukan batas waktunya.“ Mereka meminta 7 tahun, tetapi Raja tidak mengijinkannya, mereka meminta secara berturut-turut, 6,5,4,3,2,1 tahun , 7 ,6,5,4 bulan sampai akhirnya menurun menjadi 3 bulan. Kemudian Raja berkata : “ Kalian boleh mengambilnya, ” dan ketiga putra diijinkan untuk melakukan hal itu.

Setelah permohonannya dikabulkan, ketiga saudara tiri Yang terberkahi sangat puas. Mereka mendatangi Yang terberkahi dan memberikan hormat kepada Beliau, mereka berkata, “ Yang mulia, kami ingin melayani yang terberkahi selama tiga bulan masa musim hujan ini. ” Yang terberkahi memberikan persetujuan dengan berdiam diri.

Maka mereka mulai mengirimkan surat pada pegawai Negara untuk membangun suatu tempat tinggal dan menyiapkan kebutuhan Yang terberkahi. Setelah mengenakan pakaian berwarna kuning, bersama dengan dua ribu lima ratus abdi, ketiga putra raja itu mengiringi Yang terberkahi kesana dan melayani Yang terberkahi dengan penuh perhatian. Bendahara mereka seorang putra perumah tangga yang sudah menikah adalah orang kepercayaan dan memiliki keyakinan. Maka dia pun mengurus dan memberikan materi untuk dana bagi Sangha yang di pimpin oleh Yang terberkahi. Pejabat itu menerima semua yang dikirimkan, dan bersamaan dengan sebelas ribu orang dari daerah pedesaan dia menyuruh agar dana makanan disiapkan dengan seksama. Namun beberapa dari orang-orang ini bukan orang yang setia. Orang-orang ini menghalangi permberian makanan, bahkan mereka sendirilah yang makan makanan yang seharusnya diberikan, dan malah membakar ruang makan.

Raja, Putra Raja, Si Pejabat dan Si Bendahara meninggal pada saatnya. Dengan para pengikutnya, mereka terlahir kambali di surga, sedangkan orang-orang yang tidak setia itu terlahir kembali di neraka-neraka. Demikianlah 92 kalpa berlalu, sementara dua kelompok itu masing-masing terus terlahir dari surga ke surga dan dari neraka ke neraka.

Sampai pada akhirnya di kalpa yang membawa keberuntungan ini, pada zaman Buddha Kassapa. Mereka yang tidak setia itu terlahir kembali di antara makhluk halus. Ketika manusia memberikan dana makanan untuk sanak saudara mereka yang telah meninggal, mereka membaktikan jasa kebajikannya demikian : “ Biarlah ini untuk sanak- keluarga kami. ” Dengan cara demikian sanak – keluarga itu memperoleh keelokan. Ketika makhluk-makhluk halus itu melihat hal tersebut mereka mendatangi Buddha Kassapa dan bertanya pada Beliau : “Yang Mulia Bhante, bagaimana caranya agar kami juga bisa memperoleh keelokan seperti itu? ” Buddha Kassapa menjawab: “ Di masa depan, akan ada yang tercerahkan yang bernama Gaotama. Pada zaman Yang terberkahi Gaotama itu, akan ada seorang raja yang bernama Bimbisara. 92 Kalpa yang lalu itu, dia adalah sanak – saudaramu. Setelah memberikan dana makanan kepada yang tercerahkan, raja Bimbisara akan membaktikan jasa kebajikannya untuk kalian. Pada saat itulah kalian akan memperolehnya.”

Dari cerita Yang Terberkahi itu kemudian Raja Bimbisara meminta Yang terberkahi untuk menerima undangan pada hari berikutnya.

Keesokan harinya, setelah dana makanan disiapkan, Yang terberkahi membuat para makhluk halus tersebut tampak kelihatan oleh raja Bimbisara dan semuanya tampak terlihat oleh Raja. Ketika membaktikan kebajikannya : “Biarlah ini untuk sanak-saudara”.
Pada waktu itu juga kolam yang tertutup teratai muncul bagi para makhluk halus. Mereka pun mandi dan minum, akhirnya kelelahan dan kehausan mereka mereda dan berubah menjadi keemasan. Ketika memberika bubur, hidangan dan makanan, Raja juga membaktikan jasa kebajikannya itu. Dan pada saat yang sama itu juga, makanan surgawi muncul bagi mereka. Begitu juga pada saat membaktikan tempat tinggal dan pakaian. Stelah makan Yang Terberkahi mengucapkan syair diluar dinding mereka berdiri dan menunggu” dengan tujuan memberikan berkah pada Raja Magadha.

Dari cerita di balik dinding tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa, perbuatan apapun yang kita lakukan, perbuatan baik yang sedikit akan berakibat besar, begitu juga dengan perbuatan jahat yang kita lakukan, akan berbuah besar.
Dan perlu diingat bahwa setiap kebajikan yang kita lakukan, kita limpahkan jasa kebajikan tersebut pada sanak-keluarga yang sudah meninggal dengan harapan apabila ada sanak-saudara yang lahir di alam halus, sanak-keluarga kita dapat menikmati jasa-jasa yang kita limpahkan.

Semoga bermanfaat.

Jumat, 05 Juni 2009

Liputan Waisaka Puja Candi Jiwa Batu Jaya

Lihat :
Pesan waisak Sangha Theravada Indonesia 2553 B.E./2009
Sambutan Bupati Karawang
Sambutan Dirjen PEMBIMAS Agama Buddha
Sambutan Ketua Panitia Waisak bersama candi Jiwa - Jabar 2009

penulis : Grace Chandra

Hari minggu kemarin tepatnya tanggal 31 Mei 2009, kami umat Buddha se-Provinsi Jawa Barat merayakan Puja Bakti Waisak 2553 B. E . di Candi Jiwa untuk kedua kalinya dengan tema “Kehadiran Buddha Sumber Keharmonisan dan Keutuhan Bangsa.” Tahun lalu kami pun pernah melakukan kegiatan Puja Bakti Waisak di Candi Jiwa. Perayaan tahun ini tak kalah meriah dibandingkan dengan tahun lalu. Hal ini dapat dilihat dari jumlah umat yang sudah datang menghadiri acara sejak pukul jam 13.00 WIB. Selain itu, banyak juga dari para pejabat instansi pemerintah dan tokoh-tokoh agama yang menghadiri kegiatan ini.
Tenda-tenda dan atribut-atribut perlengkapan acara terpasang dengan rapi dan terkesan megah. Di depan Candi Jiwa juga terdapat Altar Buddha yang begitu menyejukkan hati. Sungguh mengagumkan situasi di Candi Jiwa saat itu. Sebuah Candi yang terletak di antara sawah diubah menjadi sebuah tempat perayaan puja bakti yang sangat khidmat dan syahdu. Di bagian jalan menuju terdapat banyak penjual makanan dan tenda makanan khas Karawang yang selain menjajakan makanan juga terdapat penjelasan tentang sejarah Karawang dan Candi Jiwa.
Acara Perayaan puja Bakti Waisak di Candi Jiwa dimulai sekitar pukul 14.00 WIB. Acara dibuka dengan acara posesi puja yang di awali oleh petugas pembawa bendera merah putih dan bendera buddhis, dikuti oleh anggota sangha, tim persembahan dan tim paritta. Saat proses prosesi dilakukan semua umat diminta untuk berdiri. Setelah proses prosesi selesai dilaksanakan kemudian acara dilanjutkan dengan acara penyalaan lilin merah, lilin lima warna dan dupa oleh Y.M. Bhante Sri Subala Ratano Maha Thera.
Puja bhakti Bhakti Waisak pun dibuka dengan Namaskara Gatha yang dipimpin oleh Romo Tanti Guna yang kemudian dilanjutkan dengan permohonan Trisarana dan Pancasila. Setelah itu
tim paritta melanjutkan dengan pembacaan Bala Sutta dimana saat paritta ini dibacakan para Petugas Panitia Puja Bhakti Waisak 2553 B. E. di Candi Jiwa mulai membagikan hio yang sudah menyala kepada umat. Hio ini akan digunakan pada saat pembacaan Vesakha Puja Gatha yang dipimpin oleh Bhikkhu Sangha. Terjemahan dari Vesakha Puja Gatha pun dibaca secara bersama dengan khidmat.
Setelah acara pembacaan paritta selesai dilakukan maka acara dilanjutkan dengan acara meditasi yang dipimpin oleh anggota Bhikkhu Sangha. Cuaca panas yang begitu terik ternyata tidak menghalangi kehendak para umat Buddha untuk melakukan meditasi di acara puja bhakti ini. Semua umat bermeditasi dengan baik dan hening. Mereka selalu berusaha menjaga konsentrasi pikirannya. Sungguh begitu menakjubkan!.
Setelah itu, sekitar pukul 15.05 WIB, Bapak Bupati Kabupaten Karawang dan rombongan memasuki pelataran Candi Jiwa. Semua umat dan penjabat instansi yang sudah berada di dalam pelataran Candi Jiwa berdiri untuk menyambut kedatangan Beliau. Setelah itu acara dilanjutkan dengan acara sambutan dari Ketua Panitia, Bp Yayang. Lalu dilanjutkan dengan Dhammadesana Waisak (Pesan Waisak) yang diberikan oleh Y. M. Bhante Joti Dhammo Maha Thera. Setelah pesan waisak diberikan, lalu perwakilan umat Buddha memberikan amisa puja kepada Bhikkhu Sangha.
Akhirnya acara sampai kepenghujung acara yaitu acara sambutan dari Bupati Karawang, Bp Drs. H. Dadang S, Muchtar (sekaligus dipukulnya gol sebagai tanda pencanangan tahun wisata kota karawang 2009) dan acara sambutan dari DIRJEN BIMAS AGAMA BUDDHA R I, Bp. Budi Setiawan. Setelah mendengarkan sambutan dari Bapak Bupati dan Bapak Dirjen, acara dilanjutkan dengan acara blessing. Dan acara Puja Bhakti pun ditutup dengan pembacaan Ettavata yang dilanjutkan dengan Namaskara Patha.
Demikianlah sekelumit gambaran mengenai Prosesi Puja Bhakti Waisak 2553 B. E Tahun 2009 di Candi Jiwa, Karawang. Semoga bermanfaat.


Search