Minggu, 07 Juni 2009

Y. M. Bhante Upasammo : Sungguh Sulit untuk bisa terlahir sebagai manusia

Kebhaktian Umum, 05 Juni 2009
Protokol : Ibu Lilayani
Penyalaan lilin Altar : Bapak Aen
Pembacaan Dhammapada : Bapak Hasan Medang Asem (Gatha 167 dan 168)
Dhammadesana : Y. M. Bhante Upasammo
( Dari Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya)
Penulis : Grace Chandra

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhasa (3 X)

Kicho Manussa Ti Pati Labho, Sungguh Sulit Terlahir Sebagai Manusia

Pada kebhaktian malam ini dhammadesana diisi oleh Y. M. Bhante Upasammo . Beliau berasal dari Toli-Toli, Sulawesi Tengah. Dalam dhammadesananya Yang Mulia Bhante membahas tentang sungguh sulit terlahir sebagai manusia. Pernyataan ini terdapat dalam sutta penyu buta. Dalam sutta ini dijelaskan bahwa sulitnya terlahir di alam manusia lebih sulit dibayangkan, dibandingkan dengan sulitnya kemungkinan seekor penyu buta yang muncul ke permukaan laut hanya 100 tahun sekali dan ketika muncul ke permukaan kepalanya masuk ke dalam gelang-gelang yang terapung di permukaan lautan.

Di Indonesia jumlah manusia yang ada ± 250 juta orang, sedangkan di dunia jumlah manusia yang ada ± 6 Milyar orang. Apabila menilik angka ini, kita pasti berpikir bahwa jumlah manusia yang ada di bumi ini sungguhlah banyak. Memang jumlah ini banyak, tetapi jumlah manusia masih kalah banyak jumlahnya dibandingkan jumlah makhluk hidup yang terlahir di alam kehidupan yang lain.

Hal ini telah diterangkan oleh Buddha dalam sutta seujung kaki. Dalam sutta seujung kaki sang Buddha bertanya pada muridnya.., “Oh para bhikkhu menurut kalian lebih banyak mana debu yang ada di ujung kakiku atau debu yang ada di dunia ini?.” Muridnya menjawab, “Tentu saja lebih banyak debu yang ada di dunia.” Sang Buddha lalu berkata, “Oh para bhikkhu, begitu pula dengan makhluk yang terlahir di alam manusia lebih sedikit seperti debu yang ada di ujung kakiku dan begitu banyak makhluk yang terlahir di alam bukan manusia sama seperti debu yang ada begitu banyak di dunia ini.”


Kita terlahir di alam manusia berarti kita sedang memetik karma baik yang sudah kita tanam. Janganlah terlena karena kondisi yang baik ini. Kita haruslah selalu memperbanyak melakukan karma baik, karena karma baik inilah yang akan menjadi pelindung bagi kita. Kebajikan yang kita lakukan sebaiknya terus-menerus, sepanjang hidup kita. Hal ini sesuai dengan bunyi dhammapada gatha 53 yang brbunyi: “Seperti rangkaian bunga yang terdiri dari kumpulan bunga-bungaan, begitulah hendaknya kebajikan-kebajikan dilakukan orang sepanjang hidupnya.”
Sebenarnya terlahir sebagai manusia kesempatan kita untuk berbuat lebih banyak kebajikan lebih banyak dibandingkan jika kita terlahir di alam kehidupan yang lain. Para Dewa saja jika ingin melakukan kebajikan turun ke bumi untuk dapat berbuat bajik kepada manusia. Dahulu di jaman Buddha pernah ada seorang Raja Sakha turun ke bumi hanya agar dapat berdana untuk Maha Kassapa.

Para Dewa ingin berbuat bajik karena mereka tahu bahwa mereka terlahir sebagai Dewa karena adanya simpanan karma baik. Saat ini mereka sedang memetik buah dari karma baik yang telah mereka lakukan. Jika mereka tidak melakukan perbuatan baik lagi (hanya selalu menikmati hasil karma baik yang lalu) maka lama kelamaan simpanan karma baiknya akan habis. Berbuat kebajikan terus menerus dapat memungkinkan dirinya jika meninggal nanti terlahir dialam yang lebih baik

Seorang Dewa yang akan meninggal mempunya lima tanda. Lima tanda kelapukan yeng menandakan Dewa akan lenyap adalah sebagai berikut: Bunganya layu, pakaiannya kotor, Badannya berkeringat, Auranya/sinar tubuhnya memudar, dan dia sudah tidak bahagia lagi di singgasananya.

Apabila seorang Dewa memiliki tanda-tanda seperti ini, maka Dewa yang lain akan menghibur Dewa yang akan lenyap tersebut. Mereka berkata tiga hal kepada Dewa yang akan lenyap , yaitu:
1. Pergilah ke alam yang baik.
Maksudnya Terlahirlah di alam Manusia
2. Apabila sudah di alam yang baik, perolehlah hal yang baik.
Maksudnya jika Dewa yang lenyap tersebut telah terlahir di alam manusia maka perolehlah Dhamma dan Vinaya.
3. Sudah memperoleh yang baik, mantapkanlah dirimu didalamnya.
Maksudnya jika sudah memperoleh Dhamma dan Vinaya, maka perkuatlah dirimu di dalam Dhamma dan Vinaya. Mantapkanlah dirimu di dalam Pancasila.

Di dalam Anguttara Nikaya juga dijelaskan tentang empat hal yang menandakan bahwa sekalipun kita terlahir di alam manusia tetapi kita tidak beruntung. Kempat hal tersebut yaitu:
1. Kita dikatakan tidak beruntung terlahir sebagai manusia jika kita tidak mengenal sasana. Sasana diartikan dalam agama Buddha adalah Dhamma dan Vinaya, Kitab suci.
2. Kita dikatakan tidak beruntung terlahir sebagai manusia jika kita memiliki keyakinan yang salah. Keyakinan salah contohnya: Jika kita berpikir bahwa tidak ada gunanya berbuat baik dan malah berpikir bahwa berbuat jahat tidak ada buahnya.
Di dalam agama Buddha semua perbuatan pastilah ada buahnya. Kita tidak mengenal adanya pengampunan dosa. Oleh sebab itu jika seseorang telah melakukan kejahatan dan menyadari kesalahannya itu. Maka yang dapat ia lakukan adalah banyak perbuat kebajikan. Kebajikan-kebajikan yang ia lakukan ini akan membuat efek dari buah kejahatan yang ia lakukan tidak terlalu terasa efek negatifnya.
Kebajikan di analogikan sebagai air dan kejahatan dianalogikan sebagai garam. Jika kebajikan banyak kita lakukan maka garam yang tadinya berada dalam segelas air akan terencerkan dengan air yang bertambah banyak. Setelah berbuat bajik yang sangat banyak dan terus menerus maka garam bukanlah berada di dalam segelas air melainkan terlarut di dalam air yang banyaknya seperti air di lautan luas. Dengan begitu rasa asin pun tidak terlalu terasa lagi.
3. Kita dikatakan tidak beruntung terlahir sebagai manusia jika kita tidak memiliki kebijaksanaan. Kita tidak peduli akan perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan baik/jahat.
4. Kita dikatakan tidak beruntung terlahir sebagai manusia jika kita terlahir sebagai manusia bukan di dalam era jaman Buddha. Saat ini kita beruntung terlahir sebahai manusia di era jaman Buddha yaitu era Buddha Gotama.

Demikianlah ringkasan dhammadesana pada kebhaktian umum 05 Juni 2009. Semoga Dhammadesana ini bermanfaat bagi kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search