Sabtu, 20 Juni 2009

Y. M. Bhante Sumanggalo : Harta di alam dewa tidak mampu membayar keberuntungan kita di terlahir di alam manusia

Kebhaktian Umum, 19 juni 2009
Protokol : Romo Pannajayo
Penyalaan Lilin Altar : Bapak Aen
Pembacaan Dhammapada : Ibu Murniati (Gatha 258 dan Gatha 259)
Dhammadesana :Y. M. Bhante Sumanggalo
(Dari Vihara Ekayana Graha, Jakarta)
Penulis : Grace Chandra ( Facebook )

Bhante Sumanggalo mengatakan bahwa beliau banyak sekali mendengar tentang keluh-kesah orang lain yang merasa dirinya sungguh tidak beruntung. Mereka merasa tidak beruntung karena mereka merasa dirinya dilahirkan dengan kekurangan materi, kekurangan badan jasamani (cacat fisik), susah dapat jodoh dan lainnya. Perasaan merasa tidak beruntung ini kadang membuat diri kita menjadi minder, tidak percaya diri untuk bergaul dengan orang lain.
Seharusnya kita jangan merasa minder dan merasa sungguh tidak beruntung walaupun kita terlahir di alam manusia ini dengan suatu kekurangan tertentu. Guru Beliau pernah berkata, “ Sungguh beruntung kita terlahir dialam manusia walaupun kita terlahir dengan segala kekurangan. Jika seluruh harta yang ada di alam dewa dan di alam manusia dikumpulkan pun tidak mampu membayar keberuntungan kita karena terlahir di alam manusia.”
Pada malam ini, Bhante Sumanggalo akan mengupas tentang beberapa hal yang harus direnungkan bahwa sebenarnya kita beruntung terlahir di alam manusia. Renungan-renungan ini diharapkan agar kita merasa beruntung terlahir di alam manusia dan juga mampu memotivasi kita untuk melaksanakan dhamma dengan sebaik-baiknya dalam kehidupan kita saat ini. Kita harus merasa bersyukur terlahir dialam manusia karena :
1.Dengan terlahir di alam manusia berarti pada saat ini kita terbebas dari alam neraka
Apabila kita terlahir di alam neraka kita akan mengalami suatu penderitaan yang luar biasa. Alam neraka sungguh panas sekali. Panasnya seperti jika kita berada di suatu ruangan yang sempit yang bagian atas, bawah dan sampingnya dikelilingi oleh api. Terlalu panasnya neraka membuat setiap makhluk yang terlahir disana tidak dapat mempraktekkan dhamma sedetikpun.
Akan tetapi kita sebagai manusia yang terlahir di daerah yang tidak sepanas neraka masih saja sering berpikir, “Terlalu panas sehingga kita malas ke Vihara, Terlalu panas sehingga kita malas berbuat kebajikan dst..” Dalam kehidupan sehari-hari kita merasa enggan untuk membantu seorang nenek menyebrangi jalan hanya karena hari itu hari yang panas. Padahal jika kita renungkan panasnya siang hari tidaklah sepanas neraka. Janganlah hanya rintangan panas membuat diri kita mengalami kemunduran dalam pelaksanaan dhamma.
Terdapat juga diantara kita yang berpikir,
“Terlalu dingin sehingga malas untuk bangun pagi, apalagi jika pada pagi tersebut sedang hujan.” Diri kita merasa terlalu dingin untuk bangun di pagi hari dan melakukan sesuatu yang positif pada pagi hari. Padahal perlu diketahui sesuatu yang positif dapat di awali dengan suatu motivasi yang baik di pagi hari. Janganlah rintangan dingin membuat kita malas karena perlu kita renungkan juga dingin yang kita rasakan tidaklah sedingin penyiksaan kita jika terlahir di alam neraka.
Bhante Sumanggalo pernah melakukan suatu posting di internet yang bertujuan untuk menyindir orang-orang yang malas bangun pagi. Posting itu berisi tentang lima langkah yang dilakukan di pagi hari yaitu: Bangun di pagi hari, Langkahkan kaki ke arah jendela, Buka jendela lebar-lebar, Tarik napas panjang-panjang untuk menikmati segarnya udara pagi dan yang kelima Tidur lagi ah…!. Beliau menulis hal ini untuk menyadarkan kita bahwa sikap kita yang malas bangun pagi adalah salah. Beliau merasa bahwa sebenarnya waktu yang terbaik selama satu hari penuh adalah waktu di pagi hari.
Seharusnya kita rajin bangun pagi untuk merasakan betapa segarnya udara pagi hari dan betapa tenangnya suasana di pagi hari. Pada keadaan yang tenang ini kita dapat melakukan praktek meditasi yang baik. Perlu diketahui pagi hari adalah waktu yang tepat untuk bermeditasi. Hal ini dikarenakan di pagi hari segala beban masalah kita sudah terendapkan selama kita tidur dan diri kita pun sudah merasa segar setelah tidur semalaman. Pada kondisi yang lebih tenang dan segar ini kita dapat bermeditasi dengan lebih baik.
2. Dengan terlahir di alam manusia berarti pada saat ini kita terbebas dari alam peta
Di alam ini dalam jangka waktu beribu-ribu tahun atau berkalpa-kalpa baru dapat menemukan sebutir makanan untuk dimakan. Mereka merasakan kelaparan yang sungguh dasyat sehingga mereka tidak mampu berpikir tentang praktek dhamma. Pernah diceritakan bahwa Yang Ariya Moggallana pun tidak mampu memberikan makanan secara langsung kepada ibunya yang terlahir di alam neraka.
Laparnya diri kita di alam manusia tidaklah selapar jika kita terlahir di alam peta. Walaupun demikian kita masih saja berpikir, “Terlalu lapar sehingga malas ke Vihara, Terlalu lapar sehingga malas bermeditasi dst…” Perbuatan yang seperti ini adalah salah dan sungguh ironis. Seharusnya kita jangan suka menunda-nunda melakukan suatu perbuatan yang baik hanya karena makanan.
3. Dengan terlahir di alam manusia berarti pada saat ini kita terbebas dari alam binatang
Sama seperti dengan alam neraka dan alam peta, di alam binatang juga kita tidak dapat mempraktekan dhamma. Hal ini dikarenakan karena binatang tidak mempunyai kemampuan untuk memahami dhamma. Bhante bercerita bahwa ada seekor burung kakaktua yang dapat menlafalkan Om Mani Padme Hum. Burung ini dapat melafalkan Om Mani Padme Hum karena burung itu selalu mendengar majikannya selalu melafalkan mantra itu. Burung itu melafalkan mantra tanpa mengerti makna dari kata-kata yang diucapkan.
Kita yang terlahir di alam sebagai manusia sungguh beruntung karena dapat melafalkan paritta atau mantra dengan mengerti maknanya. Selain itu kita juga mempunyai kemampuan untuk belajar dhamma dengan baik. Seharusnya kita mensyukuri kelebihan-kelebihan kita sebagai manusia ini dengan selalu giat mempraktekkan dhamma dalam kehidupan kita sehari-hari.

Pada akhir dhammadesana Y.M Bhante Sumanggalo juga menjelaskan bahwa sering kita terlalu melebih-lebihkan permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan kita. Kita melebih-lebihkan kondisi keadaaan cacat fisik yang kita miliki, kekurangan harta, kedinginan, kepanasan dan kelaparan yang kita alami. Sikap melebih-lebihkan membuat diri kita mengalami kemarahan yang merupakan kelainan jiwa yang timbul karena kita tidak mampu menghadapi kenyataan hidup yang terjadi. Selain itu keadaan ini membuat diri kita menjadi lembek dan tidak mampu melaksanakan dhamma dengan baik di kehidupan ini.
Dahulu ketika beliau akan kembali ke Indonesia, Guru Beliau bertanya, “Apakah nanti kamu diperbolehkan pakai jubah seperti ini (jubah tradisi Tibet) jika pulang ke Indonesia?.” Bhante Sumaggalo menjawab bahwa tidak masalah, pasti boleh. Lalu Sang Guru kembali berkata dan menjelaskan bahwa apabila tidak boleh memakai jubah seperti itu pun tidak apa-apa karena Sang Guru meperbolehkan muridnya memakai jubah yang lain. Dalam kasus cerita ini dapat dilihat bahwa Guru Beliau tidak melebih-lebihkan masalah tentang jubah. Guru Beliau menganggap masalah jubah hanyalah jubah, tidak usah dilebih-lebihkan.
Demikianlah dhammadesana dari Y. M. Bhante Sumanggalo. Selanjutnya acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
1. Apakah orang yang terlahir dengan kecacatan fisik pada kehidupan yang akan datang akan kembali terlahir dengan memiliki kecacatan fisik?
Jawab :
Tidak, tergantung dari karmanya. Jika ia selalu berbuat bajik ada kemungkinan ia akan terlahir dengan kondisi yang lebih baik. Orang yang terlahir dengan cacat fisik dikarenakan pada kehidupan yang lampau orang tesebut sering melakukan perbuatan jahat.

2. Apakah boleh melafalkan mantra Om Mani Padme Hum di kamar tidur?
Jawab:
Boleh. Alangkah indahnya jika sebelum tertidur kita melafalkan Om Mani Padme Hum dengan penuh cinta kasih. Dengan melakukan hal ini berarti kita tidak menyia-nyiakan waktu sedetikpun untuk mempraktekkan dhamma. Selain itu dapat dipastikan tidur kita pun akan nyenyak.

3. Bagaimana caranya kita dapat membacakan paritta dengan penuh keyakinan?
Jawab:
Sebaiknya sebelum membaca paritta kita merenungkan dahulu keagungan dari Buddha, Dhamma dan Sangha. Jika kita sudah menyadari sepenuhnya bahwa betapa agung dan luhurnya Buddha, Dhamma, dan Sangha maka kita akan membaca paritta dengan penuh keyakinan.

4. Apakah seorang burung yang dapat melafalkan suatu paritta dapat terlahir sebagai manusia?
Jawab:
Belum dapat dipastikan apakah burung itu akan terlahir di alam manusia. Semua ini tergantung dari karma yang dimilikinya.



5. Bagaimana seharusnya yang kita lakukan dengan berbagai tradisi ajaran Buddha yang kita miliki?
Jawab:
Jika anda adalah praktisi Theravada maka jadilah praktisi Theravada yang baik, Jika anda adalah praktisi Mahayana maka jadilah praktisi Mahayana yang baik dan begitu juga jika anda adalah praktisi Tantrayana jadilah praktisi Tantrayana yang baik.
Janganlah mencampur adukkan praktek ajaran tradisi yang ada dan janganlah suka merasa bahwa tradisi yang anda pegang adalah yang lebih baik sehingga anda mencela tradisi yang lainnya.

Demikianlah ringkasan dhammadesana pada kebhaktian umum 19 Juni 2009. Semoga Dhammadesana ini bermanfaat bagi kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search