Kebhaktian Umum, 25 April 2009
Protokol : Ibu Lilayani
Penyalaan lilin Altar : Ibu Soan K. S.
Pembacaan Dhammapada : Ibu Vina (Gatha 360 dan 361)
Khotbah Dhamma : Bpk. Rajiman dan Bpk. Rajen
Penulis : Grace Chandra
Namo Buddhaya..!
1. Bpk. Rajiman
Dalam hidup ini kita pasti mempunyai tujuan dan cita-cita. Semua orang biasanya mempunyai tujuan dan cita-cita untuk menjadi orang yang paling baik atau menjadi orang yang nomor satu. Umumnya ketika seseorang berhasil menggapai tujuan/cita-citanya itu biasanya orang tersebut akan bahagia, sedangkan yang gagal akan sedih. Nah.., apakah dengan begitu kita tidak boleh mempunyai cita-cita karena cita-cita dapat menimbulkan penderitaan???.
Cita-cita boleh kita miliki asalkan tujuan/cita-cita itu dilandasi dengan kebijaksanaan. Sebaiknya tujuan/cita-cita yang kita inginkan tersebut adalah cita-cita atau tujuan yang mampu kita laksanakan dan sesuai dengan kemampuan. Sangatlah tidak bijaksana jika kita ingin menjadi Presiden, Gubernur ataupun Manajer suatu perusahaan akan tetapi akademik pendidikan kita sangat rendah dan kita tidak mempunyai suatu keahlian yang menonjol. Suatu cita-cita yang tidak dilandasi dengan kebijaksanaan akan membuat diri kita menderita dan stress.
Alangkah baiknya, jika cita-cita yang kita miliki adalah cita-cita yang ..
bukan hanya asal ingin saja. Sangatlah bahaya jika kita hanya selalu berpikir “Saya Ingin ini…, saya ingin itu…, Ingin dan Ingin..” Jika dalam pikiran kita selalu hanya asal ingin, maka pikiran kita akan terkonsep ingin selalu memiliki, memperoleh dan mencapai sesuatu. Hal ini membuat diri kita tidak dapat mampu menerima, melepas jika suatu saat cita-cita yang telah kita peroleh lenyap atau mengalami kemunduran. Sebagai contoh jika kita ingin mempunyai mobil mewah dan akhirnya cita-cita itu tercapai, maka kita harus siap jika suatu saat mobil mewah kita rusak ataupun hilang. Kita harus siap melepas jika tidak kita akan mengalami penderitaan.
Cita-cita menjadi seorang pemimpin dapat terlaksana dengan baik jika seorang pemimpin tersebut memiliki sifat DASA RAJA DHAMMA (Sepuluh kewajiban seorang raja). Dasa Raja Dhamma, terdiri dari:
1. Dana (suka menolong orang, tidak kikir, dan ramah-tamah).
Seorang raja tidak boleh terikat kepada harta kekayaannya, tetapi pada waktu yang diperlukan ia harus berani/bersedia mengorbankannya demi kepentingan rakyat.
2. Sila (Moralitas yang tinggi)
Seorang raja harus memiliki moral yang baik, jangan suka menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Contoh: dahulu Raja Asoka sebelum mengenal Dhamma, beliau sangat senang berperang. Pada masa itu rakyak hidup dalam ketidak tenangan karena selalu berperang dari waktu ke waktu. Akan tetapi setelah mengenal Dhamma, raja Asoka pun berhenti berperang dan tingkah lakunya pun bermoral. Pada akhirnya, rakyat yang dipimpinnya pun hidup tenang, makmur dan sejahtera.
Seorang pemimpin seharusnya jangan memiliki sifat suka membinasakan makhluk hidup, menipu, mencuri, melakukan perbuatan asusila, berbicara tidak benar dan mimum-minuman keras.
3. Paricaga (mengorbankan segala sesuatu demi kepentingan rakyat)
Ia harus bersedia mengorbankan semua kesenangan pribadi, nama, dan keagungan, sampaipun nyawa demi kepentingan rakyat.
4. Ajjava (jujur dan bersih)
Ia harus jujur, bebas dari rasa takut dan tidak boleh mempunyai kepentinmgan pribadi, nama dan keaguangan, sampaipun nyawa demi kepentingan rakyat. Ia harus setulus hati mengabdi untuk rakyat. Jika ia mengabdi dengan tulus maka ia tidak memikirkan apa saja yang telah ia peroleh dan seberapa besar yang dia peroleh dari pengabdiannya itu.
5. Maddava (ramah tamah dan sopan santun)
Ia harus mempunyai watak yang simpatik dan selalu ramah tamah terhadap siapa pun.
6. Tapa (hidup Sederhana)
Ia harus membiasakan diri untuk hidup sederhana dan menjauhkan diri dari penghiudpan yang berlebih-lebihan.
7. Akkodha (bebas dari kebencian, keinginan jahat dan sikap bermusuhan)
Ia seharusnya tidak mempunyai rasa dendam terhadap siapa pun juga.
8. Avihimsa (tanpa kekerasan)
Ini bukan saja berarti ia tidak boleh menyakiti orang lain, tetapi ia harus pula memelihara perdamaian dengan mengelakkan peperangan dan semua hal yang mengandung unsur kekerasan dan penghancuran hidup.
9. Khanti (sabar, rendah hati, dapat memaafkan kesalahan orang lain)
Ia harus dapat menghadapi halangan, kesulitan-kesulitan dan ejekan-ejekan dengan hati yang sabar, penuh pengertian dan dapat memaafkan perbuatan orang lain yang menyakiti hatinya.
10. Avirodha (menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku)
Ini berarti bahawa ia tidak boleh menentang kemauan rakyat, tidak boleh menghalang-halangi usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat. Dengan perkataan lain, ia harus hidup bersatu dengan rakyat sesuai dengan tuntutan hati nurani rakyat.
Apabila suatu negara mempunyai seorang pemimpin yang berwatak seperti yang disebut diatas, maka tidak usah diragukan lagi bahwa rakyatnya akan menjadi bahagia. Hal di atas bukan merupakan khayalan belaka, sebab pada zaman yang lampau memang terdapat seorang raja agung di India, Sri Baginda Raja Asoka, yang telah mempraktekkan dasa raja dhamma tersebut.
2. Romo Rajen
Kisah tentang seorang anak yang diberi semangkuk mie oleh seorang tukang bakmi
Kisah ini beliau peroleh dari Ayya Santini ketika beliau mengikuti kegiatan pelatihan meditasi vipasana di wisma kusalayani, lembang. Kisah ini merupakan kisah nyata.
Diceritakan bahwa disebuah keluarga terdapat anak laki-laki yang sangat nakal dan selalu melawan orang tuanya. Orang tuanya selalu menasihatinya agar Ia berubah menjadi anak yang baik dan bertindak sesuai dengan Dhamma. Akan tetapi, anak ini tidak pernah menghiraukan nasehat dan ajaran orang tuanya.
Hingga pada suatu hari anak ini kabur dari rumahnya karena merasa kesal dengan orang tuanya. Setelah beberapa hari keluar dari rumah, anak laki-laki tersebut mengalami kelaparan karena sudah dua hari dia tidak makan. Akhirnya ketika Ia bertemu dengan tukang bakmi, Ia memohon kepada tukang mie untuk diberikan semangkok mie. Tukang mie merasa kasihan dan memberikan semangkok mie kepada anak laki-laki tersebut. Anak itu memakan mie itu dengan lahapnya.
Setelah selesai makan, anak laki-laki itu berterima kasih banyak kepada tukang mie tersebut. Ia sangat,sangat berterima kasih kepada tukang mie karena sudah diberi semangkuk mie. Akan tetapi apa yang dikatakan oleh tukang mie setelah mendapatkan ucapan terima kasih dari anak laki-laki itu??. Tukang bakmie yang mengenal Dhamma ini berkata, “Kau jangan berterima kasih kepada saya karena saya hanya memberikan kamu semangkok mie. Berterima kasihlah kepada orang tuamu. Apakah kamu pernah berpikir sudah berapa banyak mangkok dan piring makanan yang mereka berikan dan sediakan untuk dirimu?. Apakah kamu sudah berterima kasih kepada kedua orang tuamu karena kebaikannya itu??.” Sang anak pun tertegun mendengar pertanyaan itu.
Nah..,cerita selanjutnya dapat anda renungkan dan pikirkan. Apa yang akan anda lakukan bila anda mendengar pertanyaan apakah engkau telah berterima kasih akan kebaikan kedua orang tuamu??.
Kisah tentang saudara laki-laki Asoka. (Dikutip dari Buku Hidup Senang Mati Tenang, Ajahn Brahm terbitan Ehipassiko Foundation)
Asoka adalah Raja India yang telah menjadi seorang Buddhis. Asoka memiliki seorang saudara laki-laki bernama V’tasoka yang memiliki sifat benar-benar tidak spiritual, dan suka berfoya-foya. Menjadi saudara seorang Raja memberinya banyak kesempatan untuk menuruti kesenangan itu. Dalam upaya menuntun saudaranya untuk memahami Dhamma, Asoka merancang sebuah perangkap untuknya.
Suatu hari Asoka sedang mandi sementara jubah dan lencananya berada di luar. Asoka telah mengatur supaya beberapa penasihat dekatnya berjalan bersama saudaranya dan, seolah tak disengaja, melewati kamar mandi. Sambil menunjuk ke jubah kaisar yang tersampir di singgasana, para penasihat berkata kepada saudara Asoka, “mengapa tidak coba mengepas jubah itu? Siapa tahu? Suatu hari ketika saudara Anda meninggal, barangkali Anda akan menjadi kaisar. Cobalah. Ayo, tidak ada apa-apa kok!” Mulanya saudara sang Raja menolak. Dia tahu itu hal terlarang untuk dilakukan. Tetapi akhirnya Ia terbujuk juga dan mengenakan jubah tersebut. Ketika saudara Asoka mengenakan jubah raja itu, Raja Asoka muncul dari kamar mandi dan memergokinya.
Sang Raja bertanya, “Apa yang kau lakukan? Kau mau merebut takhta? Apa kau seorang pengkhianat?” Karena ini adalah sebuah kejahatan, sang raja berkata, “Meskipun kamu saudaraku, aku harus menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Hukuman untuk perbuatan ini adalah kematian.”
Meskipun saudaranya memohon pengampunan, sang raja tetap akan menghukum mati saudaranya. Sang raja berkata, “Memandang kau adalah saudaraku, dan kau sangat ingin menjadi raja, selama tujuh hari ke depan kau dapat menikmati semua kesenangan seorang raja tanpa dibebani tanggung jawab seorang raja. Kau bisa bersenang-senang dengan selirku. Kau bisa menikmati makanan apa pun yang kau inginkan. Dan hiburan apa pun yang aku nikmati, kau pun dapat ikut menikmatinya. Kesenangan-kesenangan sebagai seorang raja menajdi milikmu selama tujuh hari. Tetapi setelah tujuh hari, kamu akan dieksekusi!”. Lalu sang raja pun pergi meninggalkannya.
Setelah tujuh hari, Raja Asoka memanggil saudaranya ke tempat eksekusi. Sang raja menanyainya, “Apakah kamu menikmati semua selir-selirku, semua gadis-gadis cantik itu?, Apakah kami menikmati santapan terbaik dari dapurku?, Apakah kamu menikmati para pemusikku dan penghibur lainnya?”. Sang saudara menundukkan kepala, bahunya melorot, dan berkata, “Mana bisa aku menikmati semua itu? Aku bahkan tidak dapat tidur nyenyak satu malam pun. Bagaimana kamu dapat menikmati apa saja ketika kamu tahu akan dieksekusi mati?” Sang raja tersenyum dan berkata, “Sekarang kamu paham!”
Entah itu tujuh hari, tujuh bulan, tujuh tahun, atau tujuh puluh tahun, bagaimana Anda dapat menikmati kesenangan-kesenangan indra, seperti seks, olahraga, film, wisata, atau mengumpulkan harta benda? Bagaimana Anda dapat menikmati semua itu ketika Anda tahu bahwa Anda akan dieksekusi? Entah itu tujuh hari, tujuh bulan, tujuh tahun, atau tujuh puluh tahun, Anda semua akan segera mati.
Semoga ringkasan dhammadesana dari Bapak Rajiman dan kedua kisah renungan dari Bapak Rajen ini dapat memotivasi diri kita untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik.
Semoga Semua Makhluh Hidup Berbahagia…!!
Sadhu…! Sadhu…! Sadhu…!
Cita-cita menjadi seorang pemimpin dapat terlaksana dengan baik jika seorang pemimpin tersebut memiliki sifat DASA RAJA DHAMMA (Sepuluh kewajiban seorang raja). Dasa Raja Dhamma, terdiri dari:
1. Dana (suka menolong orang, tidak kikir, dan ramah-tamah).
Seorang raja tidak boleh terikat kepada harta kekayaannya, tetapi pada waktu yang diperlukan ia harus berani/bersedia mengorbankannya demi kepentingan rakyat.
2. Sila (Moralitas yang tinggi)
Seorang raja harus memiliki moral yang baik, jangan suka menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Contoh: dahulu Raja Asoka sebelum mengenal Dhamma, beliau sangat senang berperang. Pada masa itu rakyak hidup dalam ketidak tenangan karena selalu berperang dari waktu ke waktu. Akan tetapi setelah mengenal Dhamma, raja Asoka pun berhenti berperang dan tingkah lakunya pun bermoral. Pada akhirnya, rakyat yang dipimpinnya pun hidup tenang, makmur dan sejahtera.
Seorang pemimpin seharusnya jangan memiliki sifat suka membinasakan makhluk hidup, menipu, mencuri, melakukan perbuatan asusila, berbicara tidak benar dan mimum-minuman keras.
3. Paricaga (mengorbankan segala sesuatu demi kepentingan rakyat)
Ia harus bersedia mengorbankan semua kesenangan pribadi, nama, dan keagungan, sampaipun nyawa demi kepentingan rakyat.
4. Ajjava (jujur dan bersih)
Ia harus jujur, bebas dari rasa takut dan tidak boleh mempunyai kepentinmgan pribadi, nama dan keaguangan, sampaipun nyawa demi kepentingan rakyat. Ia harus setulus hati mengabdi untuk rakyat. Jika ia mengabdi dengan tulus maka ia tidak memikirkan apa saja yang telah ia peroleh dan seberapa besar yang dia peroleh dari pengabdiannya itu.
5. Maddava (ramah tamah dan sopan santun)
Ia harus mempunyai watak yang simpatik dan selalu ramah tamah terhadap siapa pun.
6. Tapa (hidup Sederhana)
Ia harus membiasakan diri untuk hidup sederhana dan menjauhkan diri dari penghiudpan yang berlebih-lebihan.
7. Akkodha (bebas dari kebencian, keinginan jahat dan sikap bermusuhan)
Ia seharusnya tidak mempunyai rasa dendam terhadap siapa pun juga.
8. Avihimsa (tanpa kekerasan)
Ini bukan saja berarti ia tidak boleh menyakiti orang lain, tetapi ia harus pula memelihara perdamaian dengan mengelakkan peperangan dan semua hal yang mengandung unsur kekerasan dan penghancuran hidup.
9. Khanti (sabar, rendah hati, dapat memaafkan kesalahan orang lain)
Ia harus dapat menghadapi halangan, kesulitan-kesulitan dan ejekan-ejekan dengan hati yang sabar, penuh pengertian dan dapat memaafkan perbuatan orang lain yang menyakiti hatinya.
10. Avirodha (menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku)
Ini berarti bahawa ia tidak boleh menentang kemauan rakyat, tidak boleh menghalang-halangi usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat. Dengan perkataan lain, ia harus hidup bersatu dengan rakyat sesuai dengan tuntutan hati nurani rakyat.
Apabila suatu negara mempunyai seorang pemimpin yang berwatak seperti yang disebut diatas, maka tidak usah diragukan lagi bahwa rakyatnya akan menjadi bahagia. Hal di atas bukan merupakan khayalan belaka, sebab pada zaman yang lampau memang terdapat seorang raja agung di India, Sri Baginda Raja Asoka, yang telah mempraktekkan dasa raja dhamma tersebut.
2. Romo Rajen
Kisah tentang seorang anak yang diberi semangkuk mie oleh seorang tukang bakmi
Kisah ini beliau peroleh dari Ayya Santini ketika beliau mengikuti kegiatan pelatihan meditasi vipasana di wisma kusalayani, lembang. Kisah ini merupakan kisah nyata.
Diceritakan bahwa disebuah keluarga terdapat anak laki-laki yang sangat nakal dan selalu melawan orang tuanya. Orang tuanya selalu menasihatinya agar Ia berubah menjadi anak yang baik dan bertindak sesuai dengan Dhamma. Akan tetapi, anak ini tidak pernah menghiraukan nasehat dan ajaran orang tuanya.
Hingga pada suatu hari anak ini kabur dari rumahnya karena merasa kesal dengan orang tuanya. Setelah beberapa hari keluar dari rumah, anak laki-laki tersebut mengalami kelaparan karena sudah dua hari dia tidak makan. Akhirnya ketika Ia bertemu dengan tukang bakmi, Ia memohon kepada tukang mie untuk diberikan semangkok mie. Tukang mie merasa kasihan dan memberikan semangkok mie kepada anak laki-laki tersebut. Anak itu memakan mie itu dengan lahapnya.
Setelah selesai makan, anak laki-laki itu berterima kasih banyak kepada tukang mie tersebut. Ia sangat,sangat berterima kasih kepada tukang mie karena sudah diberi semangkuk mie. Akan tetapi apa yang dikatakan oleh tukang mie setelah mendapatkan ucapan terima kasih dari anak laki-laki itu??. Tukang bakmie yang mengenal Dhamma ini berkata, “Kau jangan berterima kasih kepada saya karena saya hanya memberikan kamu semangkok mie. Berterima kasihlah kepada orang tuamu. Apakah kamu pernah berpikir sudah berapa banyak mangkok dan piring makanan yang mereka berikan dan sediakan untuk dirimu?. Apakah kamu sudah berterima kasih kepada kedua orang tuamu karena kebaikannya itu??.” Sang anak pun tertegun mendengar pertanyaan itu.
Nah..,cerita selanjutnya dapat anda renungkan dan pikirkan. Apa yang akan anda lakukan bila anda mendengar pertanyaan apakah engkau telah berterima kasih akan kebaikan kedua orang tuamu??.
Kisah tentang saudara laki-laki Asoka. (Dikutip dari Buku Hidup Senang Mati Tenang, Ajahn Brahm terbitan Ehipassiko Foundation)
Asoka adalah Raja India yang telah menjadi seorang Buddhis. Asoka memiliki seorang saudara laki-laki bernama V’tasoka yang memiliki sifat benar-benar tidak spiritual, dan suka berfoya-foya. Menjadi saudara seorang Raja memberinya banyak kesempatan untuk menuruti kesenangan itu. Dalam upaya menuntun saudaranya untuk memahami Dhamma, Asoka merancang sebuah perangkap untuknya.
Suatu hari Asoka sedang mandi sementara jubah dan lencananya berada di luar. Asoka telah mengatur supaya beberapa penasihat dekatnya berjalan bersama saudaranya dan, seolah tak disengaja, melewati kamar mandi. Sambil menunjuk ke jubah kaisar yang tersampir di singgasana, para penasihat berkata kepada saudara Asoka, “mengapa tidak coba mengepas jubah itu? Siapa tahu? Suatu hari ketika saudara Anda meninggal, barangkali Anda akan menjadi kaisar. Cobalah. Ayo, tidak ada apa-apa kok!” Mulanya saudara sang Raja menolak. Dia tahu itu hal terlarang untuk dilakukan. Tetapi akhirnya Ia terbujuk juga dan mengenakan jubah tersebut. Ketika saudara Asoka mengenakan jubah raja itu, Raja Asoka muncul dari kamar mandi dan memergokinya.
Sang Raja bertanya, “Apa yang kau lakukan? Kau mau merebut takhta? Apa kau seorang pengkhianat?” Karena ini adalah sebuah kejahatan, sang raja berkata, “Meskipun kamu saudaraku, aku harus menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Hukuman untuk perbuatan ini adalah kematian.”
Meskipun saudaranya memohon pengampunan, sang raja tetap akan menghukum mati saudaranya. Sang raja berkata, “Memandang kau adalah saudaraku, dan kau sangat ingin menjadi raja, selama tujuh hari ke depan kau dapat menikmati semua kesenangan seorang raja tanpa dibebani tanggung jawab seorang raja. Kau bisa bersenang-senang dengan selirku. Kau bisa menikmati makanan apa pun yang kau inginkan. Dan hiburan apa pun yang aku nikmati, kau pun dapat ikut menikmatinya. Kesenangan-kesenangan sebagai seorang raja menajdi milikmu selama tujuh hari. Tetapi setelah tujuh hari, kamu akan dieksekusi!”. Lalu sang raja pun pergi meninggalkannya.
Setelah tujuh hari, Raja Asoka memanggil saudaranya ke tempat eksekusi. Sang raja menanyainya, “Apakah kamu menikmati semua selir-selirku, semua gadis-gadis cantik itu?, Apakah kami menikmati santapan terbaik dari dapurku?, Apakah kamu menikmati para pemusikku dan penghibur lainnya?”. Sang saudara menundukkan kepala, bahunya melorot, dan berkata, “Mana bisa aku menikmati semua itu? Aku bahkan tidak dapat tidur nyenyak satu malam pun. Bagaimana kamu dapat menikmati apa saja ketika kamu tahu akan dieksekusi mati?” Sang raja tersenyum dan berkata, “Sekarang kamu paham!”
Entah itu tujuh hari, tujuh bulan, tujuh tahun, atau tujuh puluh tahun, bagaimana Anda dapat menikmati kesenangan-kesenangan indra, seperti seks, olahraga, film, wisata, atau mengumpulkan harta benda? Bagaimana Anda dapat menikmati semua itu ketika Anda tahu bahwa Anda akan dieksekusi? Entah itu tujuh hari, tujuh bulan, tujuh tahun, atau tujuh puluh tahun, Anda semua akan segera mati.
Semoga ringkasan dhammadesana dari Bapak Rajiman dan kedua kisah renungan dari Bapak Rajen ini dapat memotivasi diri kita untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik.
Semoga Semua Makhluh Hidup Berbahagia…!!
Sadhu…! Sadhu…! Sadhu…!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar